Semarang (ANTARA News) - Pemain film yang juga terjun ke kancah politik, Nurul Arifin, mengaku prihatin dengan maraknya sinetron kejar tayang yang melahirkan banyak artis instan. Di mata aktris yang populer pada era 1990-an itu, "booming" stasiun televisi swasta yang dibarengi dengan produksi sinetron besar-besaran memang memaksa "pencetakan" atau pengarbitan artis secara massal. Seperti halnya dengan produk yang dicetak massal, problem kualitas selalu menyertai di dalamnya, termasuk dalam melahirkan artis dadakan. Wajah cantik, ganteng, dan muda menjadi syarat penting dalam dunia hiburan. Soal, kualitas akting dan idealisme bukan menjadi syarat penting dalam ritme produksi film kejar tayang. "Akan tetapi disayangkan, mereka (artis dadakan) itu akhirnya tidak memiliki posisi tawar di depan sutradara dan produser," katanya, menjelang kampanye calon Gubernur Jateng, Bambang Sadono, di Semarang, Senin (16/6). Para artis karbitan itu, menurut penilaian politikus Partai Golkar ini, mengikuti saja kemauan sutradara, yang dituntun keinginan produser dan stasiun televisi. Padahal, kata Nurul yang mengenakan baju kuning berlogo G Family, banyak tayangan sinetron mengumbar adegan kekerasan verbal dan fisik. Andai para artis muda itu memiliki posisi tawar kuat, seharusnya berani menolak skenario seperti itu. "Saya waktu dulu berani menolak adegan yang tidak sesuai dengan idealisme saya," kenang Nurul yang fasih berbicara dunia perempuan itu. (*)