Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta mendorong Pemerintah DIY untuk segera merealisasikan tempat parkir di lahan bekas kampus STIE Kerja Sama untuk dijadikan tempat khusus parkir dengan konsep terminal bus pariwisata.

“Lahan di lokasi tersebut cukup luas sehingga memenuhi kebutuhan ketersediaan lahan parkir bus pariwisata. Oleh karenanya, kami berharap DIY bisa segera merealisasikannya,” kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Agus Arif di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, kebutuhan parkir untuk bus pariwisata di Kota Yogyakarta mencapai 230 satuan ruang parkir untuk bus berukuran besar dan luas lahan untuk memenuhi kebutuhan ruang parkir tersebut mencapai sekitar dua hektare.

Jika lahan di bekas kampus tersebut sudah bisa dimanfaatkan, lanjut Agus, maka seluruh bus pariwisata yang akan masuk ke Kota Yogyakarta diarahkan untuk parkir di lokasi tersebut sedangkan wisatawan memanfaatkan angkutan umum, seperti Transjogja untuk mencapai lokasi wisata yang dituju.

“Dengan optimalisasi Transjogja, maka tidak perlu ada tambahan kendaraan yang masuk ke Kota Yogyakarta. Kepadatan arus lalu lintas di Kota Yogyakarta pun bisa sedikit terurai sehingga wisatawan lebih nyaman saat berkunjung ke Yogyakarta,” katanya.

Agus menambahkan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta melakukan survei sederhana terkait bangkitan lalu lintas dengan memanfaatkan CCTV di sekitar Jalan Sultan Agung dan Jalan Parangtritis pada Sabtu dan Minggu mulai pukul 07.00 WIB hingga 19.00 WIB.

“Pantauan tidak dilakukan saat long weekend dan bukan pada peak season. Dari hasil pantauan, ada sekitar 1.100 bus pariwisata berukuran besar yang berlalu lalang di sekitar jalan tersebut. Tentunya, ada kebutuhan ruang parkir yang harus dipenuhi,” katanya.

Saat ini, ruang parkir untuk bus pariwisata tersedia di tiga lokasi yaitu di Abu Bakar Ali, Ngabean dan Senopati. Ketiganya berada di pusat Kota Yogyakarta.

“Kami juga sudah berkomunikasi dengan HPI atau pramuwisata. Pada dasarnya, mereka tidak mempermasalahkan perubahan lokasi parkir tersebut. Memang akan ada biaya tambahan tetapi nominalnya masih terjangkau,” katanya.

Agus menyebut perubahan kebijakan tersebut perlu terus disosialisasikan ke wisatawan. “Yang dibutuhkan adalah membiasakan wisatawan. Jika sudah terbiasa, maka bisa berjalan dengan baik,” katanya.