Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian menilai adanya anggapan keberadaan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) melanggar demokrasi lebih karena belum paham urgensinya.
"Ya, kalau pendapat kan boleh saja," kata Hinsa, usai pelantikan dan pengambilan sumpah pejabat pimpinan tinggi madya dan pratama di lingkungan BSSN, di Jakarta, Rabu.
Masih adanya kalangan masyarakat yang belum paham terhadap urgensi RUU KKS, kata dia, merupakan hal yang wajar.
"Tentu karena masyarakat kita banyak, mungkin ada satu atau dua yang belum baca juga, atau belum tahu persis, ya biasa," katanya.
Baca juga: BSSN harapkan RUU KKS selesai akhir September
Namun, kata dia lagi, RUU KKS merupakan insiatif DPR, sebagai wakil rakyat yang melihat pentingnya keberadaan regulasi terkait keamanan siber, sebagaimana diatur RUU itu.
"Kan selalu saya bilang DPR kita ini sangat antisipatif. Dalam hal ini, masalah siber kan sedang berlangsung, tetapi mereka lihat UU belum ada sehingga mereka berinisiatif," katanya lagi.
Baca juga: BSSN harapkan RUU KKS selesai akhir September
Perjalanan RUU KKS, kata dia, juga sudah berproses hampir setahun ini di DPR, sebagai lembaga yang menyampaikan aspirasi masyarakat.
"Toh, semua ini yang memutuskan rakyat, yang berkomentar juga tadi kan rakyat. Tentu akan diambil yang terbaik," kata Hinsa.
Saat ini, draf RUU KKS telah selesai dibahas oleh pemerintah, dan sudah diserahkan kepada DPR untuk dibahas lebih lanjut.
Baca juga: BSSN nyatakan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber sudah diserahkan ke DPR
RUU Siber dinilai langgar demokrasi, BSSN: Mungkin belum paham
11 September 2019 15:08 WIB
Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian menyampaikan pernyataan kepada wartawan, di Kantor BSSN, Jakarta, Rabu (11/9/2019) (Zuhdiar Laeis)
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Tags: