JDNI: Dampak perokok anak terlihat di rumah sakit
11 September 2019 14:36 WIB
Sejumlah pebulu tangkis hasil Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis mengikuti latihan di GOR Djarum, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Senin (9/9/2019). PB Djarum resmi mengumumkan pihaknya menghentikan audisi umum beasiswa bulu tangkis pada 2020, keputusan tersebut diambil setelah sebelumnya audisi beasiswa bulu tangkis dari perusahaan rokok itu dianggap sebagai bentuk eksploitasi anak oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Junior Doctors Network of Indonesia (JDNI) Andi Khomeini Takdir Haruni mengatakan para dokter dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit melihat sendiri dampak prevalensi perokok anak yang tinggi di Indonesia.
"Kami di rumah sakit yang merasakan. Semakin banyak anak yang terkena infeksi saluran pernafasan akut, asma, dan kanker," kata Andi di Jakarta, Rabu.
Karena itu, JDNI mendukung penuh langkah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap Audisi Beasiswa Bulu tangkis Djarum yang kemudian menjadi polemik.
Baca juga: KPAI: audisi bulutangkis Djarum dekatkan anak pada rokok
Menurut dia, meskipun tidak mengajarkan anak untuk merokok secara langsung, audisi tersebut membuat anak mencitrakan rokok sebagai produk yang normal dan baik, sehingga merokok pun dianggap tidak masalah.
"Kejadian ini menjadi momentum masyarakat Indonesia untuk membicarakan lebih jauh dampak zat adiktif berupa rokok. Mari kita diskusikan soal ini dengan benar," tuturnya.
Andi mengatakan masyarakat kesehatan di Indonesia sudah lama khawatir dengan pertambahan perokok anak. Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan memiliki sasaran menurunkan prevalensi perokok anak.
"Namun, prevalensi perokok anak ternyata malah bertambah. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok anak meningkat dari 7,2 persen menjadi 9,1 persen," katanya.
Andi yakin angka tersebut hanya fenomena gunung es yang hanya terlihat puncaknya saja, tetapi yang lebih besar tidak terlihat.
Baca juga: Ganjar pasang badan terkait keberlanjutan audisi PB Djarum
Baca juga: KPAI ingin unsur promosi rokok ditiadakan dalam audisi PB Djarum
Baca juga: PB Djarum pamit jadi sorotan di Haornas 2019
"Kami di rumah sakit yang merasakan. Semakin banyak anak yang terkena infeksi saluran pernafasan akut, asma, dan kanker," kata Andi di Jakarta, Rabu.
Karena itu, JDNI mendukung penuh langkah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap Audisi Beasiswa Bulu tangkis Djarum yang kemudian menjadi polemik.
Baca juga: KPAI: audisi bulutangkis Djarum dekatkan anak pada rokok
Menurut dia, meskipun tidak mengajarkan anak untuk merokok secara langsung, audisi tersebut membuat anak mencitrakan rokok sebagai produk yang normal dan baik, sehingga merokok pun dianggap tidak masalah.
"Kejadian ini menjadi momentum masyarakat Indonesia untuk membicarakan lebih jauh dampak zat adiktif berupa rokok. Mari kita diskusikan soal ini dengan benar," tuturnya.
Andi mengatakan masyarakat kesehatan di Indonesia sudah lama khawatir dengan pertambahan perokok anak. Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan memiliki sasaran menurunkan prevalensi perokok anak.
"Namun, prevalensi perokok anak ternyata malah bertambah. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok anak meningkat dari 7,2 persen menjadi 9,1 persen," katanya.
Andi yakin angka tersebut hanya fenomena gunung es yang hanya terlihat puncaknya saja, tetapi yang lebih besar tidak terlihat.
Baca juga: Ganjar pasang badan terkait keberlanjutan audisi PB Djarum
Baca juga: KPAI ingin unsur promosi rokok ditiadakan dalam audisi PB Djarum
Baca juga: PB Djarum pamit jadi sorotan di Haornas 2019
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: