Wakil Ketua MPR jelaskan adanya GBHN makin nyata
10 September 2019 20:22 WIB
Jakarta, 10/9 (Antara) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menerima kunjungan delegasi Panitia Rapimnas II Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Tahun 2019 di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III lantai 9 komplek parlemen Senayan Jakarta, Selasa (10/9). Foto humas MPR
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menjelaskan kemungkinan adanya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), semakin mengerucut dan menuju pada kenyataan.
“Indonesia ini terlalu luas, tidak mungkin hanya menggantungkan visi misi presiden. Apalagi jika presiden terpilih tidak sampai mendapatkan suara mayoritas. Dikhawatirkan terlalu banyak aspirasi masyarakat yang tidak terakomodasi,” kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menerima kunjungan delegasi Panitia Rapimnas II Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Tahun 2019 di ruang kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III lantai 9 Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (10/9).
Lebih lanjut Hidayat menjelaskan, ketiadaan GBHN pascareformasi menyebabkan ketiadaan keberlanjutan pembanguan.
Padahal pembangunan Indonesia bukan hanya untuk masa lima tahun, tapi juga jangka panjang. Karena itu kehadiran GBHN sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan rencana pembangunan jangka panjang.
Baca juga: Ketua KY dukung MPR kembali miliki kewenangan tetapkan GBHN
Sementara menyangkut perubahan Undang-Undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hidayat mengingatkan agar tujuannya adalah penguatan terhadap KPK. Jangan sampai UU tentang KPK diubah untuk melemahkan lembaga anti rasuah tersebut.
Namun, Hidayat juga memberikan catatan yang mesti diperhatikan KPK sendiri, antara lain KPK harus lebih berhati-hati dalam menetapkan status tersangka, karena KPK tidak bisa mengeluarkan SP3.
“Ada orang yang tetap menjadi tersangka dan tidak pernah disidangkan, ini juga catatan yang kurang baik. Selain itu, KPK harus bisa membuktikan bahwa lembaga tersebut tidak tebang pilih dalam menjalankan tugasnya,” kata Hidayat.
Baca juga: Pengamat sebut banyak proses untuk hidupkan kembali GBHN
Pada pertemuan tersebut, delegasi Panitia Rapimnas II KAMMI Tahun 2019 dipimpin Ketua Umumnya Irfan Ahmad Fauzi.
Kepada Wakil Ketua MPR, Irfan Ahmad Fauzi menyampaikan permohonan untuk membuka Rapimnas II KAMMI akhir September nanti. Selain itu, Irfan juga menyampaikan beberapa persoalan yang saat ini menjadi perhatian KAMMI dan akan dibahas pada saat Rapimnas II.
Baca juga: Pakar: GBHN tidak diperlukan karena sudah ada UU No 25 Tahun 2004
Beberapa persoalan itu, antara lain menyoal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), perubahan UU tentang KPK dan rencana pemindahan Ibu Kota Negara, serta wacana kembalinya GBHN dan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menjawab undangan tamunya, Hidayat belum bisa memberikan jadwal yang pasti. Pasalnya, pada akhir September, baik MPR maupun DPR menghadapi jadwal yang padat. Mulai dari pleno akhir jabatan anggota MPR periode 2014-2019, hingga pelantikan anggota MPR masa jabatan 2019-2024.
“Indonesia ini terlalu luas, tidak mungkin hanya menggantungkan visi misi presiden. Apalagi jika presiden terpilih tidak sampai mendapatkan suara mayoritas. Dikhawatirkan terlalu banyak aspirasi masyarakat yang tidak terakomodasi,” kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menerima kunjungan delegasi Panitia Rapimnas II Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Tahun 2019 di ruang kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III lantai 9 Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (10/9).
Lebih lanjut Hidayat menjelaskan, ketiadaan GBHN pascareformasi menyebabkan ketiadaan keberlanjutan pembanguan.
Padahal pembangunan Indonesia bukan hanya untuk masa lima tahun, tapi juga jangka panjang. Karena itu kehadiran GBHN sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan rencana pembangunan jangka panjang.
Baca juga: Ketua KY dukung MPR kembali miliki kewenangan tetapkan GBHN
Sementara menyangkut perubahan Undang-Undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hidayat mengingatkan agar tujuannya adalah penguatan terhadap KPK. Jangan sampai UU tentang KPK diubah untuk melemahkan lembaga anti rasuah tersebut.
Namun, Hidayat juga memberikan catatan yang mesti diperhatikan KPK sendiri, antara lain KPK harus lebih berhati-hati dalam menetapkan status tersangka, karena KPK tidak bisa mengeluarkan SP3.
“Ada orang yang tetap menjadi tersangka dan tidak pernah disidangkan, ini juga catatan yang kurang baik. Selain itu, KPK harus bisa membuktikan bahwa lembaga tersebut tidak tebang pilih dalam menjalankan tugasnya,” kata Hidayat.
Baca juga: Pengamat sebut banyak proses untuk hidupkan kembali GBHN
Pada pertemuan tersebut, delegasi Panitia Rapimnas II KAMMI Tahun 2019 dipimpin Ketua Umumnya Irfan Ahmad Fauzi.
Kepada Wakil Ketua MPR, Irfan Ahmad Fauzi menyampaikan permohonan untuk membuka Rapimnas II KAMMI akhir September nanti. Selain itu, Irfan juga menyampaikan beberapa persoalan yang saat ini menjadi perhatian KAMMI dan akan dibahas pada saat Rapimnas II.
Baca juga: Pakar: GBHN tidak diperlukan karena sudah ada UU No 25 Tahun 2004
Beberapa persoalan itu, antara lain menyoal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), perubahan UU tentang KPK dan rencana pemindahan Ibu Kota Negara, serta wacana kembalinya GBHN dan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menjawab undangan tamunya, Hidayat belum bisa memberikan jadwal yang pasti. Pasalnya, pada akhir September, baik MPR maupun DPR menghadapi jadwal yang padat. Mulai dari pleno akhir jabatan anggota MPR periode 2014-2019, hingga pelantikan anggota MPR masa jabatan 2019-2024.
Pewarta: Jaka Sugiyanta
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: