Bandung (ANTARA News) - Mantan Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jabar, I Nyoman Sumaryadi, yang didakwa melanggar pasal 67 Undang Undang RI No 20 tahun 2003 Sisdiknas jo pasal 263 jo pasal 222 KUH-Pidana, divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Sumedang di Sumedang, Kamis sore. Majelis hakim yang dipimpin hakim ketua Catur Irianto SH dalam persidangan mengatakan, berdasarkan fakta persidangan dan keterangan sejumlah saksi, terdakwa I Nyoman Sumaryadi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 67 Undang Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas jo pasal 263 jo pasal 222 KUH-Pidana. Putusan majelis hakim yang membebaskan terdakwa Nyoman itu membuat jaksa penuntut umum Sarta SH menyatakan kasasi, karena dalam persidangan sebelumnya jaksa menuntut terdakwa Nyoman, hukuman penjara selama dua tahun terkait kasus ijazah palsu sembilan Praja IPDN yang terlibat kasus kematian Praja Wahyu Hidayat tahun 2003 silam dan kasus kematian Praja Cliff Muntu awal April 2007. Dalam nota putusannya, hakim mengatakan, pertimbangan terdakwa Nyoman bebas murni itu karena perbuatannya tidak terbukti. "Faktanya tidak terbukti. Selain itu terdakwa juga masih diperbolehkan meralat SK pemberhentian sembilan Praja bermasalah itu. Bahkan selama itu pula, terdakwa juga tidak menghalangi proses penyidikan," papar hakim. Usai mendengarkan putusan majelis hakim yang membebaskan terdakwa, jaksa penuntut umum menyatakan kasasi, karena putusan tersebut tidak sesuai dengan tuntutan jaksa dalam persidangan sebelumnya. Sementara itu penasehat hukum terdakwa Singap Panjaitan SH kepada wartawan mengatakan, cukup puas dengan putusan hakim yang telah membebaskan kliennya. "Putusan hakim itu sudah sangat sepatutnya, bahkan dalam persidangan sempat terpetik, mestinya perkara ini tidak pernah diajukan ke Pengadilan, alasannya karena bukti permulaannya pun tidak mendukung, jadi secara gamblang terlihat tidak ada unsur pidana dalam kasus ini," papar Singap. Dia berpendapat, berdasarkan analisisnya bahwa pasal pokok yang didakwakan, yakni penyerahan ijazah dan pemulihan yang diberikan kepada sembilan praja yang terlibat kasus kematian Wahyu Hidayat karena waktu itu, karena yang memiliki kewenanganan internal secara administratif dari terdakwa Nyoman selaku koordinator PHL STPDN tahun 2003. Berkat pemulihan itu maka kesembilan praja tersebut kembali ke kampus untuk menlanjutkan studi, dan kalau orang sudah kembali studi dia akan tamat, maka berdasarkan pasal 61 Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, para praja berhak atas ijazah, dengan demikian terdakwa selaku koordinator PHL STPDN harus menyerahkan ijazah, jika tidak terdakwa justru akan melawan undang undang. "Dengan demikian kebijakan terdakwa itu sebagai suatu kewajiban, dan ini sejak semula sudah disampaikan kepada Kejati Jabar maupun Kejaksaan Agung, namun kasusnya tetap berlanjut dan terkesan dipaksakan," katanya. Menanggapi jaksa kasasi, Singap menilai, upaya jaksa merupakan hak normatif, itu merupakan hak jaksa. "Namun menurut KUHAP terhadap putusan bebas, seharusnya tidak ada lagi upaya hukum. Jaksa kasasi atas putusan bebas, karena tercipta kultur jaksa tak puas, maka muncul kasasi sebagai bentuk ketidakpuasan," kata Singap.(*)