Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian berupaya meningkatkan daya saing industri kimia hilir melalui langkah kebijakan strategis yang berfokus pada penguatan struktur industri, Standar Nasional Indonesia (SNI), menciptakan iklim usaha yang kondusif, dan mempromosikan industri prioritas.

"Selain itu juga mengembangkan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis digital untuk menciptakan nilai tambah tinggi di dalam negeri seiring dengan penerapan industri 4.0," kata Plt Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Abdul Rochim di Jakarta, Selasa.

Untuk mendorong transformasi tersebut, lanjut Rochim, Kemenperin menyiapkan berbagai macam kebijakan yang dapat memberikan stimulus agar industri bisa segera menerapkan transformasi industri 4.0.

Selain itu, Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin Taufik Bawazier menyampaikan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri kimia, Kemenperin juga akan membangun kembali pusat aromatik Tuban yang dioperasikan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

"Kami akan menghidupkan kembali pusat aromatik Tuban. Kalau itu terbangun, impor bisa turun secara bertahap, dari 90 persen menjadi 80 persen sampai lima tahun," kata Taufik.

Terkait hal itu, Taufik menyampaikan bahwa akan ada restrukturisasi aset dan promosi investasi untuk menarik minat investor menanamkan modalnya di Tuban.

"Untuk membangun industri kimia, kita harus lebih cerdas, karena Indonesia tidak boleh kalah dengan negara-negara lain seperti Vietnam dan Thailand," tukas Taufik. TPPI Tuban dan Chandra Asri pernah menjadi industri petrokimia Indonesia terbesar, terbaru dan termodern. Namun, karena beberapa hal pabrik tersebut kini memproduksi bahan bakar minyak (BBM).

Diketahui, senyawa aromatik memiliki ikatan rantai rangkap dalam bentuk selang-seling. Bahan aromatik bisa digunakan pada industri petrokimia di mana bahan baku benzena dapat menghasilkan sikloheksana untuk membuat nilon. Selain itu, kumena untuk membuat fenol dan stirena untuk pembuatan karet sintetis dan adapula toluena yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan produk farmasi. Sementara xilena dapat menghasilkan asam tereftalat untuk bahan dasar pada pembuatan serat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri barang kimia dan barang dari bahan kimia menunjukkan kinerja yang sangat baik.

Hal tersebut terlihat dari laju pertumbuhan semester pertama tahun 2019 yang mencapai 10,4 persen, lebih baik dari periode yang sama tahun 2018 yaitu -7.82 persen.

Nilai PDB sektor ini pada tengah tahun pertama tahun ini mencapai Rp91,7 triliun dan menyumbang sekitar 1,19 persen terhadap ekonomi nasional.

Baca juga: Kemenperin gelar pameran produk industri kimia hilir
Baca juga: Menperin incar investasi sektor kimia hingga baja asal Jepang
Baca juga: Kemenperin: Industri kimia, farmasi, dan tekstil tumbuh 3,6 persen