Laporan dari Bangkok
India janjikan bea masuk turun RDB Palm Oil setara Malaysia tahun ini
9 September 2019 17:09 WIB
Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dala pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan dan Perindustrian India Piyush Goyal di sela Asean Economic Ministers' Meeting (AEM) ke-51 di Bangkok, Thailand, Minggu (8/9) (Indra Arief Pribadi)
Bangkok (ANTARA) - Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita mengatakan India sudah menjanjikan akan menurunkan bea masuk untuk produk olahan kelapa sawit yang telah disuling (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil/ RBDPO) asal Indonesia, agar setara dengan bea masuk produk serupa dari Malaysia.
Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan dari pertemuan bilateral Enggartiasto dengan Menteri Perdagangan dan Perindustrian India Piyush Goyal di sela Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (Asean Economic Ministers' Meeting/AEM) ke-51 di Bangkok, Thailand pada 5-11 September 2019.
Enggartiasto di Bangkok, Thailand, Senin, mengatakan India menjanjikan akan mengupayakan penurunan tarif itu dilaksanakan pada tahun ini.
Dengan begitu, bea masuk RBDPO asal Indonesia akan setara dengan Malaysia menjadi 45 persen atau menurun lima persen dari tarif sebelumnya. India memang memberikan keringanan bea masuk RBDPO kepada Malaysia karena kedua negara itu memiliki perjanjian perdagangan "India and Malaysia Implement Comprehensive Economic Cooperation Agreement" (IMCECA).
"Kami mendapat kesamaan tarif soal RBDPO. Jadi disamakan dengan Malaysia. Dia (Piyush Goyal) menjanjikan itu," ujar dia.
"Targetnya (terimplementasi) tahun ini," tambah Enggartiasto.
Dalam pertemuan bilateral itu, Indonesia juga menyampaikan kepada India telah memberikan akses pasar bagi India untuk impor gula mentah.
Indonesia mengakomodasi impor gula mentah dari India dengan menurunkan standar International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA) gula mentah untuk gula kristal rafinasi yang diimpor dari 1.200 menjadi 200.
Gula mentah asal India dinilai memiliki kualitas yang baik. Selama ini kebutuhan gula mentah Indonesia dipasok dari dua negara yaitu Australia dan Thailand. Upaya tersebut pun diakui mendapat respon positif oleh Pemerintah India.
Sebenarnya, India semestinya sudah menurunkan bea masuk RBDPO sejak disepakatinya ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) pada 22 Februari 2019 di New Delhi, India.
Namun sebelum pertemuan bilateral pekan ini, India menyatakan masih mempertimbangkan dan belum memutuskan rencana implementasi komitmen tersebut.
Hal ini ditengarai karena produsen minyak nabati India sedang mengalami kerugian serius akibat peningkatan impor RBDPO dari Malaysia secara drastis sepanjang Januari-Juni 2019.
Bagi Indonesia, penurunan tarif RBDPO diyakini dapat meningkatkan daya saing produk RBDPO, terutama agar dapat berkompetisi dengan Malaysia di pasar India.
Pada 2018 India merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-4 dan negara sumber impor ke-9 bagi Indonesia. Total Perdagangan Indonesia-India pada 2018 mencapai 18,7 miliar dolar AS, dengan ekspor Indonesia ke India sebesar 13,7 miliar dolar AS dan impor sebesar 5,0 miliar dolar AS. Dengan demikian, Indonesia surplus sebesar 8,7 miliar dolar AS.
Produk ekspor utama Indonesia ke India pada 2018 adalah batu bara sebanyak 5,37 miliar dolar AS, minyak kelapa sawit dan turunannya 3,56 miliar dolar AS, karet alam 429,2 juta dolar AS, bijih tembaga dan konsentratnya 414,9 juta dolar AS.
Baca juga: Indonesia targetkan perundingan IK-CEPA dengan Korsel rampung Oktober
Baca juga: Polemik perjanjian perdagangan dalam pusaran ekonomi nasional
Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan dari pertemuan bilateral Enggartiasto dengan Menteri Perdagangan dan Perindustrian India Piyush Goyal di sela Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (Asean Economic Ministers' Meeting/AEM) ke-51 di Bangkok, Thailand pada 5-11 September 2019.
Enggartiasto di Bangkok, Thailand, Senin, mengatakan India menjanjikan akan mengupayakan penurunan tarif itu dilaksanakan pada tahun ini.
Dengan begitu, bea masuk RBDPO asal Indonesia akan setara dengan Malaysia menjadi 45 persen atau menurun lima persen dari tarif sebelumnya. India memang memberikan keringanan bea masuk RBDPO kepada Malaysia karena kedua negara itu memiliki perjanjian perdagangan "India and Malaysia Implement Comprehensive Economic Cooperation Agreement" (IMCECA).
"Kami mendapat kesamaan tarif soal RBDPO. Jadi disamakan dengan Malaysia. Dia (Piyush Goyal) menjanjikan itu," ujar dia.
"Targetnya (terimplementasi) tahun ini," tambah Enggartiasto.
Dalam pertemuan bilateral itu, Indonesia juga menyampaikan kepada India telah memberikan akses pasar bagi India untuk impor gula mentah.
Indonesia mengakomodasi impor gula mentah dari India dengan menurunkan standar International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA) gula mentah untuk gula kristal rafinasi yang diimpor dari 1.200 menjadi 200.
Gula mentah asal India dinilai memiliki kualitas yang baik. Selama ini kebutuhan gula mentah Indonesia dipasok dari dua negara yaitu Australia dan Thailand. Upaya tersebut pun diakui mendapat respon positif oleh Pemerintah India.
Sebenarnya, India semestinya sudah menurunkan bea masuk RBDPO sejak disepakatinya ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) pada 22 Februari 2019 di New Delhi, India.
Namun sebelum pertemuan bilateral pekan ini, India menyatakan masih mempertimbangkan dan belum memutuskan rencana implementasi komitmen tersebut.
Hal ini ditengarai karena produsen minyak nabati India sedang mengalami kerugian serius akibat peningkatan impor RBDPO dari Malaysia secara drastis sepanjang Januari-Juni 2019.
Bagi Indonesia, penurunan tarif RBDPO diyakini dapat meningkatkan daya saing produk RBDPO, terutama agar dapat berkompetisi dengan Malaysia di pasar India.
Pada 2018 India merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-4 dan negara sumber impor ke-9 bagi Indonesia. Total Perdagangan Indonesia-India pada 2018 mencapai 18,7 miliar dolar AS, dengan ekspor Indonesia ke India sebesar 13,7 miliar dolar AS dan impor sebesar 5,0 miliar dolar AS. Dengan demikian, Indonesia surplus sebesar 8,7 miliar dolar AS.
Produk ekspor utama Indonesia ke India pada 2018 adalah batu bara sebanyak 5,37 miliar dolar AS, minyak kelapa sawit dan turunannya 3,56 miliar dolar AS, karet alam 429,2 juta dolar AS, bijih tembaga dan konsentratnya 414,9 juta dolar AS.
Baca juga: Indonesia targetkan perundingan IK-CEPA dengan Korsel rampung Oktober
Baca juga: Polemik perjanjian perdagangan dalam pusaran ekonomi nasional
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: