Mengutip pendapat ahli, Gubernur Sulteng ingatkan ancaman gempa
8 September 2019 22:45 WIB
Warga beraktivitas di sekitar bangunan rumah susun yang rusak akibat gempa bermagnitudo 7,4, 28 September 2018 lalu di Kelurahan Lere, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (2/9/2019). Bangunan rumah susun berlantai empat yang berada di sekitar permukiman warga tersebut nyaris roboh sejak dilanda gempa pada 28 September 2018, dan kini mengancam keselamatan warga yang berada di sekitarnya. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/ama.
Palu (ANTARA) - Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola menyatakan sejumlah ahli dari Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah mengingatkan warga di Kota Palu dan kabupaten sekitar terhadap ancaman gempa dan tsunami di masa depan.
Gempa yang mengakibatkan tsunami yang dimaksud bukan hanya pergerakan Sesar Palu-Koro seperti yang terjadi Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong yang menghasilkan gempa bermagnitudo 7,4 disusul tsunami dan likuefaksi saja, namun ada sesar lainnya.
"Ada kemungkinan juga dari Sesar Makassar Strait yang berada di bawah laut atau gempa Megathrust di Utara Sulawesi,"katanya melalui Kepala Biro Hubungan Masyarakat Pemprov Sulteng, Haris Kariming di Palu, Minggu.
Baca juga: Punya sesar aktif, Kaltim perlu terapkan "building code" mitigasi
Baca juga: BMKG sebut sesar gempa di Kaltim masih sangat aktif
Baca juga: DMII-ACT: Tingkatkan kewaspadaan potensi Sunda Megathrust
Pernyataan Haris itu mengacu pada surat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) nomor 10716/Dt.6.1/08/2019 perihal Penyampaian Rekomendasi Ahli Nasional tentang Perlindungan Pesisir Palu Terhadap Ancaman Tsunami, Gempa bumi dan Likuefaksi yang ditandatangani Direktur Pengairan dan Irigasi selaku Ketua Kelompok Kerja II Bidang Pemulihan Infrastruktur Wilayah Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris.
Namun, ia mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir apalagi takut dengan ancaman gempa disusul tsunami tersebut, sebab diprediksi tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Para ahli menyatakan bahwa potensi kejadian gempa besar dalam jangka puluhan tahun mendatang bersumber dari segmen lain, bukan dari segmen gempa yang sudah melepaskan akumulasi tegangan tektoniknya,"ujarnya.
Olehnya, lanjutnya, upaya mengurangi resiko terhadap ancaman atau mitigasi bencana deformasi sesar di permukaan dan seismic hazard sangat diperlukan mengingat proses bencana alam merupakan proses yang sangat dinamis dan upaya mitigasi menjadi penuh ketidakpastian.
"Ketidakpastian ini dapat diperkecil melalui riset untuk memahami kejadian sebelumnya dan juga mengantisipasi kejadian di masa depan. Kejadian gempa 2018 telah mengubah peta sesar aktif 2017 sehingga diperlukan revisi peta seismic hazard,"terangnya.
Selanjutnya, sambung Haris, diperlukan penelitian geologi gempa bumi secara mendalam untuk mengetahui aktivitas sesar-sesar aktif.
Gempa yang mengakibatkan tsunami yang dimaksud bukan hanya pergerakan Sesar Palu-Koro seperti yang terjadi Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong yang menghasilkan gempa bermagnitudo 7,4 disusul tsunami dan likuefaksi saja, namun ada sesar lainnya.
"Ada kemungkinan juga dari Sesar Makassar Strait yang berada di bawah laut atau gempa Megathrust di Utara Sulawesi,"katanya melalui Kepala Biro Hubungan Masyarakat Pemprov Sulteng, Haris Kariming di Palu, Minggu.
Baca juga: Punya sesar aktif, Kaltim perlu terapkan "building code" mitigasi
Baca juga: BMKG sebut sesar gempa di Kaltim masih sangat aktif
Baca juga: DMII-ACT: Tingkatkan kewaspadaan potensi Sunda Megathrust
Pernyataan Haris itu mengacu pada surat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) nomor 10716/Dt.6.1/08/2019 perihal Penyampaian Rekomendasi Ahli Nasional tentang Perlindungan Pesisir Palu Terhadap Ancaman Tsunami, Gempa bumi dan Likuefaksi yang ditandatangani Direktur Pengairan dan Irigasi selaku Ketua Kelompok Kerja II Bidang Pemulihan Infrastruktur Wilayah Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris.
Namun, ia mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir apalagi takut dengan ancaman gempa disusul tsunami tersebut, sebab diprediksi tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Para ahli menyatakan bahwa potensi kejadian gempa besar dalam jangka puluhan tahun mendatang bersumber dari segmen lain, bukan dari segmen gempa yang sudah melepaskan akumulasi tegangan tektoniknya,"ujarnya.
Olehnya, lanjutnya, upaya mengurangi resiko terhadap ancaman atau mitigasi bencana deformasi sesar di permukaan dan seismic hazard sangat diperlukan mengingat proses bencana alam merupakan proses yang sangat dinamis dan upaya mitigasi menjadi penuh ketidakpastian.
"Ketidakpastian ini dapat diperkecil melalui riset untuk memahami kejadian sebelumnya dan juga mengantisipasi kejadian di masa depan. Kejadian gempa 2018 telah mengubah peta sesar aktif 2017 sehingga diperlukan revisi peta seismic hazard,"terangnya.
Selanjutnya, sambung Haris, diperlukan penelitian geologi gempa bumi secara mendalam untuk mengetahui aktivitas sesar-sesar aktif.
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Tags: