Artikel
Sedekah air, gerakan membantu masyarakat terdampak bencana kekeringan
Oleh Andi Jauhary
8 September 2019 17:51 WIB
Perempuan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengisi jerigen dengan air bersih bantuan Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM-BRI) yang disalurkan untuk membantu warga di Kecamatan Rongkop dan Kecamatan Tepus yang terdampak kekeringan pada kemarau 2019. ANTARA/HO-YBM-BRI
Jakarta (ANTARA) - Seiring datangnya musim kemarau pada 2019, hingga pekan pertama September ini bencana kekeringan masih melanda sebagian besar daerah di Tanah Air.
Informasi yang bertebaran di media massa, baik umum maupun media sosial, hingga kini masih melaporkan kejadian dampak kekeringan yang melanda, seperti kekurangan air bersih hingga pusonya komoditas pertanian dan perkebunan akibat irigasi yang mengering.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan bahwa musim kemarau akan berlangsung hingga Oktober 2019.
Ikhtiar masyarakat agar hujan segera turun pun dilakukan melalui kegiatan, seperti shalat meminta hujan (istisqo) agar Allah SWT menurunkan hujan.
Selain kegiatan spiritual semacam shalat istisqo, belakangan marak gerakan masyarakat untuk membantu saudara-saudaranya di wilayah terdampak kekeringan agar bisa menikmati air bersih.
Beberapa lembaga sosial kemanusiaan pun dalam ajakan-ajakan kepada masyarakat --melalui spanduk yang mudah ditemui di jalan-jalan utama-- menuliskan pesan-pesan untuk melakukan "sedekah air".
Daerah yang identik dengan kekeringan saat musim kemarau di Indonesia, salah satunya Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Saban tahun, saat kemarau tiba, Gunung Kidul selalu diliputi suasana warganya yang kesulitan air bersih. Kondisi ini pula yang kemudian membawa banyak kalangan, baik organisasi maupun perorangan, tergerak membantu di daerah tersebut.
Bantuan YBM-BRI
Pada musim kemarau 2019, Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM-BRI) menyalurkan bantuan air bersih kepada masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul yang terdampak bencana kekeringan saat ini.
"Kami turut mendistribusikan air bersih di beberapa titik terparah di Kabupaten Gunung Kidul, yakni di Kecamatan Rongkop dan Kecamatan Tepus" kata General Manager YBM-BRI Dwi Iqbal Noviawan kepada ANTARA di Jakarta, Minggu (8/9).
Pada September 2019, Tim Tanggap Bencana YBM BRI melakukan distribusi air bersih kepada 2.311 kepala keluarga (KK) atau sekitar 8.000 jiwa.
Dengan total bantuan senilai Rp36.919.000, YBM BRI mengalirkan 150.000 liter air bersih yang diangkut dengan menggunakan 106 tangki. Bantuan tersebut sedang, sudah, dan akan disalurkan di 26 titik lokasi kekeringan.
Tim Tanggap Bencana YBM BRI juga melakukan pipanisasi.
"Yakni dengan memasang pipa saluran air dari sumber mata air ke permukiman warga yang terdampak bencana," kata dia.
Melalui bantuan air bersih itu, warga merasa sangat senang karena mereka saat ini sangat membutuhkannya.
Mereka berterima kasih kepada donatur dan YBM BRI yang sudah memberikan batuan air bersih.
"Alhamdulillah senang sekali mendapat bantuan air ini. Bantuan ini sangat membantu masyarakat. Terima kasih banyak kepada para donatur dan YBM BRI atas bantuan yang diberikan, semoga Allah SWT yang membalas dengan kebaikan," kata Sarwoto, warga Dusun Ngricik, Desa Malikan, Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunung Kidul, salah satu penerima bantuan air itu.
Baca juga: Bantuan air bersih terus digulirkan ke Gunungkidul
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunung Kidul, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, musim kemarau 2019 jauh lebih kering.
Kekeringan dan sulitnya air membuat warga kesulitan untuk mandi, minum, atau bahkan berwudu.
Dampak terparah dari kekeringan membuat para petani pun terancam gagal panen.
Kekeringan yang berhari-hari melanda Kecamatan Rongkop dan Tepus sangat meresahkan warga. Mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air.
Ada yang membeli air dan ada juga yang mencari air ke sumber air yang jaraknya cukup jauh dengan medan yang cukup sulit.
"Kami sudah merasakan kekeringan ini selama lima bulan. Saya sehari-hari bertani, kini lahan yang saya garap juga mengalami kekeringan dan gagal panen," kata Magi, warga Dusun Sureng, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus.
Setiap tahun, di dusun itu pasti kekeringan dan biasanya diantisipasi dengan membuat penampungan air di rumah yang biasanya cukup untuk dua bulan. Namun, kali ini mereka masih tetap kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air.
Harga air yang dijual pun mahal, yakni Rp200.000 hanya cukup untuk kebutuhan selama tiga pekan.
Sumur wakaf
Sebelumnya, lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membangun sumur wakaf di Dusun Grogol, Kabupaten Gunung Kidul, untuk membantu mempermudah warga mendapatkan akses air bersih selama kemarau.
Berkolaborasi dengan Bimo Transport, Kepala Cabang ACT DIY Bagus Suryanto menyebut menjadikan Kabupaten Gunung Kidul sebagai prioritas utama dalam membantu mengatasi bencana kekeringan yang sifatnya tahunan ini.
Selain program pengiriman air bersih yang sudah intensif dilakukan sejak Juni lalu, sumur wakaf seperti di Dusun Grogol, diharapkan secara perlahan dapat memutus rantai bencana kekeringan setiap musim kemarau tiba.
Sampai dengan saat ini, pembangunan sumur wakaf Global Wakaf-ACT telah mencapai 264 sumur di seluruh Indonesia dan sumur ke-19 untuk wilayah DIY sedang dibangun di Dusun Grogol, Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul.
Pembangunan sumur wakaf yang diprakarsai Global Wakaf-ACT DIY di Dusun Grogol ini dengan kedalaman 76 meter.
Baca juga: Kurangi dampak kekeringan, MRI-ACT Jateng salurkan bantuan air bersih
Kepala Dusun Grogol Suwanto mengapresiasi program sumur wakaf di dusunnya yang selama ini sangat kekurangan air.
"Terima kasih banyak, sudah dibangunkan sumur bor untuk desa kami insyaallah akan sangat bermanfaat untuk kami dan Masjid Al Hidayah yang sangat kekurangan air ini," kata dia.
Selama musim kemarau, ia mengakui warga Dusun Grogol hanya bergantung pada sumber mata air dari bak penampungan umum yang lokasinya di tengah sawah.
"Cuma satu di situ sumber mata airnya di bak penampungan, jadi warga di sini kalau tengah malam pada tidak tidur karena secara bergiliran ambil air," kata Suwanto, takmir (pengurus) Masjid Al Hidayah Dusun Grogol.
Gerakan sedekah air, terbukti sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerah yang terdampak kekeringan.
Salah satu organisasi nirlaba yang fokus pada gerakan bantuan sedekah air bernama sedekahair.org menyebut alasan mengapa perlu melakukan sedekah air.
Air merupakan komponen penting untuk mempertahankan kehidupan, menjaga kesehatan, dan menjamin penghidupan berkelanjutan sehingga akses air adalah hak asasi manusia (HAM).
Manfaat lainnya, lebih dari 70 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses air minum yang layak, di mana penduduk golongan pendapatan rendah mendominasi dalam ketiadaan akses air tersebut.
Disebutkan pula bahwa sedekah air adalah "sedekah terbaik" dengan rujukan hadis sahih Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Saad bin Ubadah RA ketika bertanya kepada Rasulullah Muhammad SAW, "Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?”
Jawaban Rasulullah atas pertanyaan itu adalah "Memberi air".
Baca juga: ACT DIY bangun sumur wakaf di Gunung Kidul
Baca juga: ACT aktivasi sumur wakaf solusi jangka panjang kekeringan
Informasi yang bertebaran di media massa, baik umum maupun media sosial, hingga kini masih melaporkan kejadian dampak kekeringan yang melanda, seperti kekurangan air bersih hingga pusonya komoditas pertanian dan perkebunan akibat irigasi yang mengering.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan bahwa musim kemarau akan berlangsung hingga Oktober 2019.
Ikhtiar masyarakat agar hujan segera turun pun dilakukan melalui kegiatan, seperti shalat meminta hujan (istisqo) agar Allah SWT menurunkan hujan.
Selain kegiatan spiritual semacam shalat istisqo, belakangan marak gerakan masyarakat untuk membantu saudara-saudaranya di wilayah terdampak kekeringan agar bisa menikmati air bersih.
Beberapa lembaga sosial kemanusiaan pun dalam ajakan-ajakan kepada masyarakat --melalui spanduk yang mudah ditemui di jalan-jalan utama-- menuliskan pesan-pesan untuk melakukan "sedekah air".
Daerah yang identik dengan kekeringan saat musim kemarau di Indonesia, salah satunya Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Saban tahun, saat kemarau tiba, Gunung Kidul selalu diliputi suasana warganya yang kesulitan air bersih. Kondisi ini pula yang kemudian membawa banyak kalangan, baik organisasi maupun perorangan, tergerak membantu di daerah tersebut.
Bantuan YBM-BRI
Pada musim kemarau 2019, Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM-BRI) menyalurkan bantuan air bersih kepada masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul yang terdampak bencana kekeringan saat ini.
"Kami turut mendistribusikan air bersih di beberapa titik terparah di Kabupaten Gunung Kidul, yakni di Kecamatan Rongkop dan Kecamatan Tepus" kata General Manager YBM-BRI Dwi Iqbal Noviawan kepada ANTARA di Jakarta, Minggu (8/9).
Pada September 2019, Tim Tanggap Bencana YBM BRI melakukan distribusi air bersih kepada 2.311 kepala keluarga (KK) atau sekitar 8.000 jiwa.
Dengan total bantuan senilai Rp36.919.000, YBM BRI mengalirkan 150.000 liter air bersih yang diangkut dengan menggunakan 106 tangki. Bantuan tersebut sedang, sudah, dan akan disalurkan di 26 titik lokasi kekeringan.
Tim Tanggap Bencana YBM BRI juga melakukan pipanisasi.
"Yakni dengan memasang pipa saluran air dari sumber mata air ke permukiman warga yang terdampak bencana," kata dia.
Melalui bantuan air bersih itu, warga merasa sangat senang karena mereka saat ini sangat membutuhkannya.
Mereka berterima kasih kepada donatur dan YBM BRI yang sudah memberikan batuan air bersih.
"Alhamdulillah senang sekali mendapat bantuan air ini. Bantuan ini sangat membantu masyarakat. Terima kasih banyak kepada para donatur dan YBM BRI atas bantuan yang diberikan, semoga Allah SWT yang membalas dengan kebaikan," kata Sarwoto, warga Dusun Ngricik, Desa Malikan, Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunung Kidul, salah satu penerima bantuan air itu.
Baca juga: Bantuan air bersih terus digulirkan ke Gunungkidul
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunung Kidul, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, musim kemarau 2019 jauh lebih kering.
Kekeringan dan sulitnya air membuat warga kesulitan untuk mandi, minum, atau bahkan berwudu.
Dampak terparah dari kekeringan membuat para petani pun terancam gagal panen.
Kekeringan yang berhari-hari melanda Kecamatan Rongkop dan Tepus sangat meresahkan warga. Mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air.
Ada yang membeli air dan ada juga yang mencari air ke sumber air yang jaraknya cukup jauh dengan medan yang cukup sulit.
"Kami sudah merasakan kekeringan ini selama lima bulan. Saya sehari-hari bertani, kini lahan yang saya garap juga mengalami kekeringan dan gagal panen," kata Magi, warga Dusun Sureng, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus.
Setiap tahun, di dusun itu pasti kekeringan dan biasanya diantisipasi dengan membuat penampungan air di rumah yang biasanya cukup untuk dua bulan. Namun, kali ini mereka masih tetap kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air.
Harga air yang dijual pun mahal, yakni Rp200.000 hanya cukup untuk kebutuhan selama tiga pekan.
Sumur wakaf
Sebelumnya, lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membangun sumur wakaf di Dusun Grogol, Kabupaten Gunung Kidul, untuk membantu mempermudah warga mendapatkan akses air bersih selama kemarau.
Berkolaborasi dengan Bimo Transport, Kepala Cabang ACT DIY Bagus Suryanto menyebut menjadikan Kabupaten Gunung Kidul sebagai prioritas utama dalam membantu mengatasi bencana kekeringan yang sifatnya tahunan ini.
Selain program pengiriman air bersih yang sudah intensif dilakukan sejak Juni lalu, sumur wakaf seperti di Dusun Grogol, diharapkan secara perlahan dapat memutus rantai bencana kekeringan setiap musim kemarau tiba.
Sampai dengan saat ini, pembangunan sumur wakaf Global Wakaf-ACT telah mencapai 264 sumur di seluruh Indonesia dan sumur ke-19 untuk wilayah DIY sedang dibangun di Dusun Grogol, Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul.
Pembangunan sumur wakaf yang diprakarsai Global Wakaf-ACT DIY di Dusun Grogol ini dengan kedalaman 76 meter.
Baca juga: Kurangi dampak kekeringan, MRI-ACT Jateng salurkan bantuan air bersih
Kepala Dusun Grogol Suwanto mengapresiasi program sumur wakaf di dusunnya yang selama ini sangat kekurangan air.
"Terima kasih banyak, sudah dibangunkan sumur bor untuk desa kami insyaallah akan sangat bermanfaat untuk kami dan Masjid Al Hidayah yang sangat kekurangan air ini," kata dia.
Selama musim kemarau, ia mengakui warga Dusun Grogol hanya bergantung pada sumber mata air dari bak penampungan umum yang lokasinya di tengah sawah.
"Cuma satu di situ sumber mata airnya di bak penampungan, jadi warga di sini kalau tengah malam pada tidak tidur karena secara bergiliran ambil air," kata Suwanto, takmir (pengurus) Masjid Al Hidayah Dusun Grogol.
Gerakan sedekah air, terbukti sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerah yang terdampak kekeringan.
Salah satu organisasi nirlaba yang fokus pada gerakan bantuan sedekah air bernama sedekahair.org menyebut alasan mengapa perlu melakukan sedekah air.
Air merupakan komponen penting untuk mempertahankan kehidupan, menjaga kesehatan, dan menjamin penghidupan berkelanjutan sehingga akses air adalah hak asasi manusia (HAM).
Manfaat lainnya, lebih dari 70 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses air minum yang layak, di mana penduduk golongan pendapatan rendah mendominasi dalam ketiadaan akses air tersebut.
Disebutkan pula bahwa sedekah air adalah "sedekah terbaik" dengan rujukan hadis sahih Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Saad bin Ubadah RA ketika bertanya kepada Rasulullah Muhammad SAW, "Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?”
Jawaban Rasulullah atas pertanyaan itu adalah "Memberi air".
Baca juga: ACT DIY bangun sumur wakaf di Gunung Kidul
Baca juga: ACT aktivasi sumur wakaf solusi jangka panjang kekeringan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: