Madiun (ANTARA News) - Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) membuat sebagian warga di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, beralih menggunakan limbah industri gula sebagai bahan bakar yang digunakan dalam aktivitas kesehariannya, terutama untuk memasak. Saat ini banyak warga Madiun, terutama yang berada disekitar pabrik gula, memanfaatkan limbah pengolahan tebu atau biasa disebut dengan blothong. Selain mudah didapat, bahan bakar dari limbah tersebut jauh lebih hemat jika dibandingkan dengan minyak tanah. Ismini (55), salah seorang warga Desa Sidorejo, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, termasuk yang memanfaatkan blothong. Menurut dia, keberadaan blothong adalah berkah tersendiri. Di saat harga minyak tanah melambung mencapai Rp 3.000 per liter di pangkalan dan Rp3.500 hingga Rp3.800 per liter di pengecer, blothong dinilainya menjadi salah satu energi alternatif untuk memasak. "Blothong sangat membantu kami. Dengan blothong, kami tidak terpengaruh naiknya harga BBM. Yang jelas, dengan adanya blothong, maka kami sangat terbantu, sehingga tidak perlu lagi menggunakan minyak tanah," katanya. Adapaun cara pembuatan blothong yang digunakan untuk BBM, pada tahap pertama blothong yang merupakan limbah dari pabrik gula yang masih basah di jemur selama dua pekan. Setelah mengering, blothong ini dipotong seukuran dua buah bata merah. Setelah itu, blothong siap digunakan untuk memasak di dapur dengan menggunakan anglo atau tungku. "Blothong kering memiliki beragam keunggulan jika dibandingkan minyak tanah. Selain apinya tak kalah panas, cara pembuatannya mudah dan yang terpenting adalah sangat murah. Api yang dihasilkan dari blothong lebih biru, dan juga irit serta murah," katanya menambahkan. Ia menjelaskan, untuk membuat blothong, maka pihaknya membeli dari pabrik gula yang saat ini sedang memasuki musim giling, seperti PG Pagottan maupun PG Redjo Agung. Dalam setiap pembelian satu truk, blothong tersebut bisa digunakan selama satu bulan. "Setiap satu truk blothong, kami membeli seharga Rp25.000. Dari blotong satu truk tersebut bisa kami gunakan untuk memasak dan keperluan lainnya selama lebih dari satu bulan," katanya menerangkan. Dibandingkan dengan menggunakan minyak tanah, blothong jauh lebih hemat. Jika menggunakan minyak tanah, maka setiap hari dibutuhkan setidaknya satu liter dengan harga mencapai Rp3.000. Namun, setelah menggunakan blothong hanya diperlukan anggaran Rp25.000 dalam setiap bulannya. Ia menambahkan, warga di desanya sudah sejak dulu menggunakan blothong untuk memasak. Minyak tanah hanya digunakan untuk seperlunya saja. Dengan memakai blothong, mereka mengaku tidak perlu dipusingkan dengan tingginya harga minyak tanah. Namun yang menjadi kendala, ia menyatakan, saat bukan musim giling, maka tidak ada bahan untuk pembuatan energi alternatif ramah lingkungan ini. (*)