Ikan teri Lembata diminati untuk diekspor ke China
7 September 2019 10:40 WIB
Usaha produksi ikan teri yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Hadakewa, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur. ANTARA/Dok. Kades Hadakewa Klemens Kwaman/am.
Kupang (ANTARA) - Kepala Desa Hadakewa, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Klemens Kwaman, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengatakan produk ikan teri yang dihasilkan badan usaha milik desa setempat (BUMDes) setempat diminati pihak perusahaan dari China.
“Perusahaan dari China meminta produk ikan teri dari BUMDes kami, namun dalam jumlah besar sehingga belum bisa dipenuhi dengan produksi kami saat ini,” katanya kepada Antara ketika dihubungi dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu.
Ia mengatakan saat ini produk ikan teri yang dihasilkan berupa teri mentah paling sedikit sekitar empat ton, yang selanjutnya diolah menghasilkan teri kering sekitar 1,5 ton.
Namun, lanjutnya, pihak perusahaan dari China yang sudah pernah datang langsung ke Hadakewa meminta agar pasokan lebih banyak dari produksi saat ini sehingga belum bisa tercukupi.
“Karena itu kami belum bisa menandatangani nota kerja sama karena kami harus pastikan dulu persediaannya mencukupi dan berkelanjutan,” katanya.
Klemens mengatakan pihaknya terus mengupayakan peningkatan produktivitas ikan teri dengan menambah fasilitas pendukung terutama untuk pasokan bahan baku.
Pada 2019 ini, lanjutnya, BUMDes setempat juga mendapatkan dana bantuan sekitar Rp400 juta dari Pemerintah Kabupaten Lembata yang akan digunakan untuk menambah armada kapal bagan.
Menurutnya, sejak usaha ikan teri dikerjakan pada 2017 lalu, terdapat sekitar 30 kapal bagan yang memasok bahan baku, namun sebagian besar merupakan nelayan dari luar Hadakewa.
“Karena itu dari bantuan ini akan kami gunakan untuk menambah empat armada kapal bagan lagi yang akan dikelola warga Hadakewa sendiri,” katanya.
Ia menambahkan produksi ikan teri lebih banyak dipanen saat musim barat atau musim hujan, namun kesulitan yang dihadapi yaitu proses pengeringan yang membutuhkan panas matahari yang cukup.
“Karena ini kami upayakan dengan penambahan armada nantinya produksi akan lebih banyak saat musim panen, sehingga bisa menjawab permintaan pasar termasuk ekspor,” katanya.
“Perusahaan dari China meminta produk ikan teri dari BUMDes kami, namun dalam jumlah besar sehingga belum bisa dipenuhi dengan produksi kami saat ini,” katanya kepada Antara ketika dihubungi dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu.
Ia mengatakan saat ini produk ikan teri yang dihasilkan berupa teri mentah paling sedikit sekitar empat ton, yang selanjutnya diolah menghasilkan teri kering sekitar 1,5 ton.
Namun, lanjutnya, pihak perusahaan dari China yang sudah pernah datang langsung ke Hadakewa meminta agar pasokan lebih banyak dari produksi saat ini sehingga belum bisa tercukupi.
“Karena itu kami belum bisa menandatangani nota kerja sama karena kami harus pastikan dulu persediaannya mencukupi dan berkelanjutan,” katanya.
Klemens mengatakan pihaknya terus mengupayakan peningkatan produktivitas ikan teri dengan menambah fasilitas pendukung terutama untuk pasokan bahan baku.
Pada 2019 ini, lanjutnya, BUMDes setempat juga mendapatkan dana bantuan sekitar Rp400 juta dari Pemerintah Kabupaten Lembata yang akan digunakan untuk menambah armada kapal bagan.
Menurutnya, sejak usaha ikan teri dikerjakan pada 2017 lalu, terdapat sekitar 30 kapal bagan yang memasok bahan baku, namun sebagian besar merupakan nelayan dari luar Hadakewa.
“Karena itu dari bantuan ini akan kami gunakan untuk menambah empat armada kapal bagan lagi yang akan dikelola warga Hadakewa sendiri,” katanya.
Ia menambahkan produksi ikan teri lebih banyak dipanen saat musim barat atau musim hujan, namun kesulitan yang dihadapi yaitu proses pengeringan yang membutuhkan panas matahari yang cukup.
“Karena ini kami upayakan dengan penambahan armada nantinya produksi akan lebih banyak saat musim panen, sehingga bisa menjawab permintaan pasar termasuk ekspor,” katanya.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: