Laporan dari Bangkok
Mendag pangkas syarat izin impor untuk barang modal tidak baru
6 September 2019 19:43 WIB
Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dalam pertemuan ASEAN Free Trade Area (AFTA) Council Meeting di Bangkok, Thailand, Jumat (6/9) (ANTARA/Indra Arief Pribadi)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan akan memangkas syarat untuk produsen dalam memperoleh izin impor barang modal tidak baru, sebagai tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko Widodo agar pemerintah pusat dan daerah menyederhanakan perizinan usaha dan investasi.
Mendag di sela Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN ke-51, di Bangkok, Thailand, mengatakan proses persetujuan impor barang modal tidak baru akan lebih sederhana dan tidak melewati banyak birokrasi seperti pertimbangan teknis dari instansi lain. Jadi cukup Kemendag yang menelaah permohonan izin dari produsen sebelum memberikan persetujuan.
Hal itu asalkan industri yang mengajukan impor dapat membuktikan bahwa impor barang modal tidak baru diperlukan untuk dipergunakan dalam produksi manufaktur, bukan untuk diperjualbelikan.
"Surat persetujuan impor (SPI) barang modal tidak baru untuk kegiatan industri pengolahan, manufaktur akan segera, tidak perlu lagi ada rekomendasi yang lama-lama. Kita berikan SPI ini untuk dipakai sendiri, bukan untuk diperjualbelikan," ujarnya.
Enggar mengatakan sulitnya perizinan impor barang modal ini juga yang kerap dikhawatirkan investor. Tak ayal, rumitnya perizinan di Indonesia membuat investor enggan merelokasi industrinya dari China ke Tanah Air dan lebih memilih negara ASEAN lainnya.
Hal tersebut menjadi penyebab kekecewaan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas, Rabu (4/9). Jokowi mengeluh tidak ada satu pun perusahaan yang mau merelokasi perusahaannya dari Chinake Indonesia dalam dua bulan terakhir. Menurut Presiden, perizinan yang berbelit-belit membuat investor enggan merelokasi basis produksinya ke Indonesia.
Mendag melanjutkan ketentuan kedua yang akan dipangkas adalah perizinan impor untuk memudahkan aliran pasokan bahan baku. Dia mengatakan jika ingin membuat investasi mengalir deras ke Tanah Air, perlu ada kepastian pasokan bahan baku untuk produksi bagi investor.
"Ada investasi tapi juga ada ketergantungan bahan baku yg masih diimpor untuk industri. Kita harus realistis untuk ini," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mendapat informasi dari laporan kantor perwakilan Bank Dunia di Indonesia bahwa ada 33 perusahaan yang keluar dari China sekitar dua bulan lalu.
Sebanyak 23 perusahaan memilih pindah ke Vietnam dan mendirikan bisnis di sana. Sisanya, 10 perusahaan pindah ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand. Tidak ada satupun yang mau bergeser ke Indonesia.
"Tidak ada yang ke Indonesia, tolong ini digarisbawahi. Hati-hati, berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan," kata Jokowi.
"Setelah dilihat lebih detail lagi kalau mau pindah ke Vietnam hanya butuh waktu 2 bulan rampung. Kita bisa bertahun-tahun. Penyebabnya hanya itu. Enggak ada yang lain," tambah Jokowi, Rabu, di hadapan para menteri.
Baca juga: Mendag segera cabut regulasi yang menghambat arus masuk investasi
Baca juga: Mendag terus berupaya buka akses pasar perkuat manufaktur
Baca juga: Mendag minta penegasan Vietnam untuk bebaskan tarif ekspor CKD
Mendag di sela Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN ke-51, di Bangkok, Thailand, mengatakan proses persetujuan impor barang modal tidak baru akan lebih sederhana dan tidak melewati banyak birokrasi seperti pertimbangan teknis dari instansi lain. Jadi cukup Kemendag yang menelaah permohonan izin dari produsen sebelum memberikan persetujuan.
Hal itu asalkan industri yang mengajukan impor dapat membuktikan bahwa impor barang modal tidak baru diperlukan untuk dipergunakan dalam produksi manufaktur, bukan untuk diperjualbelikan.
"Surat persetujuan impor (SPI) barang modal tidak baru untuk kegiatan industri pengolahan, manufaktur akan segera, tidak perlu lagi ada rekomendasi yang lama-lama. Kita berikan SPI ini untuk dipakai sendiri, bukan untuk diperjualbelikan," ujarnya.
Enggar mengatakan sulitnya perizinan impor barang modal ini juga yang kerap dikhawatirkan investor. Tak ayal, rumitnya perizinan di Indonesia membuat investor enggan merelokasi industrinya dari China ke Tanah Air dan lebih memilih negara ASEAN lainnya.
Hal tersebut menjadi penyebab kekecewaan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas, Rabu (4/9). Jokowi mengeluh tidak ada satu pun perusahaan yang mau merelokasi perusahaannya dari Chinake Indonesia dalam dua bulan terakhir. Menurut Presiden, perizinan yang berbelit-belit membuat investor enggan merelokasi basis produksinya ke Indonesia.
Mendag melanjutkan ketentuan kedua yang akan dipangkas adalah perizinan impor untuk memudahkan aliran pasokan bahan baku. Dia mengatakan jika ingin membuat investasi mengalir deras ke Tanah Air, perlu ada kepastian pasokan bahan baku untuk produksi bagi investor.
"Ada investasi tapi juga ada ketergantungan bahan baku yg masih diimpor untuk industri. Kita harus realistis untuk ini," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mendapat informasi dari laporan kantor perwakilan Bank Dunia di Indonesia bahwa ada 33 perusahaan yang keluar dari China sekitar dua bulan lalu.
Sebanyak 23 perusahaan memilih pindah ke Vietnam dan mendirikan bisnis di sana. Sisanya, 10 perusahaan pindah ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand. Tidak ada satupun yang mau bergeser ke Indonesia.
"Tidak ada yang ke Indonesia, tolong ini digarisbawahi. Hati-hati, berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan," kata Jokowi.
"Setelah dilihat lebih detail lagi kalau mau pindah ke Vietnam hanya butuh waktu 2 bulan rampung. Kita bisa bertahun-tahun. Penyebabnya hanya itu. Enggak ada yang lain," tambah Jokowi, Rabu, di hadapan para menteri.
Baca juga: Mendag segera cabut regulasi yang menghambat arus masuk investasi
Baca juga: Mendag terus berupaya buka akses pasar perkuat manufaktur
Baca juga: Mendag minta penegasan Vietnam untuk bebaskan tarif ekspor CKD
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: