Aomori, Jepang (ANTARA News) - Para pejabat puncak bidang energi dari negara-negara konsumen terbesar dunia, Sabtu, bertemu untuk membahas cara bagaimana menanggulangi harga minyak, gas alam dan batubara yang meroket sehingga memunculkan ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertemuan dua hari menteri energi negara kelompok delapan (G-8) ditambah dari China, India dan Korea Selatan itu membahas gejolak yang tak terduga di pasar minyak dan kegagalan masing-masing pemerintah dalam meredam gejolak tersebut. Harga minyak melonjak dengan kenaikan tertinggi hariannya pada Jumat, dengan kenaikan sebanyak 10 dolar AS sehingga harganya menembus rekor di atas 139 dolar AS per barel. Lonjakan tersebut menandai besaran kenaikan dalam tahun ini yang sudah mencapai 44 persen. Dalam pertemuan di Aomori, Jepang utara, mereka akan menekan pada pemasok minyak untuk bekerja lebih keras untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki sumber daya yang biaa memenuhi permintaan dalam jangka panjang, sehingga diharapkan mengurangi antusiasme investor di pasar minyak yang mempercayai produksi minyak dunia akan pada puncaknya. Para anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) menolak untuk menggejot produksi minyaknya sekarang, karena menurut mereka pasar sebenarnya sudah disuplai cukup, namun siap memompa lapangan minyaknya lebih jika mereka dijamin permintaannya. Pertemuan itu merupakan yang kedua kalinya bagi lima negara setelah pertemuan Desember 2006 di Beijing yang gagal menghasilkan aksi definitif. Para anggota Badan Energi Internasional (IEA), penasihat energi 27 negara industri, akan mendesak China dan India untuk bergabung dalam kerangka kerja yang bekerjasama dalam mengatur cadangan minyak strategis dan mengontrol permintaannya di saat terjadi krisis energi. Harga minyak yang menjulang telah memicu protes di seluruh Eropa, mendorong maskapai penerbangan ke posisi merah dan lima negara Asia mengurangi subsidi bahan bakar minyak, demikian laporan Reuters. (*)