Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dan DPR RI didorong untuk mengubah soal pencemaran nama baik dari ranah pidana ke perdata karena pencemaran nama baik dalam ranah pidana tidak sejalan dengan demokrasi.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis, mengatakan pasal pencemaran nama baik dalam RUU KUHP pun tidak sesuai semangat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dikhawatirkan pasal itu membatasi peran pers dalam melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terkait kepentingan umum.
"Masalah ada di implementasi kasus 2004 tersangka pembobol BNI menggugat Majalah Trust karena menulis komplotan pembobol. Orang yang nama baiknya dipertanyakan menggugat dengan pasal pencemaran nama baik," ujar Abdul Manan.
Pada 2004 tersangka kasus pembobolan Bank BNI John Hamenda dan PT Petindo Perkasa menggugat Majalah Trust karena artikel berjudul "Komplotan Pembobolan BNI".
Abdul Manan mengatakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Cicut Soetiarso menyatakan Majalah Trust bersalah dan harus membayar ganti rugi Rp1 miliar, tetapi vonis itu dibatalkan karena John Hamenda terbukti bersalah.
Untuk itu, ia menyayangkan apabila RKUHP memiliki pasal karet dalam penafsirannya masih dipertahankan oleh DPR dan pemerintah.
"Kalau mengatakan punya komitmen saya kira itu hanya omong kosong. Tuntutan kami jelas, komitmen melindungi kebebasan pers. Jangan memaksakan disahkan tanggal 24 September 2019," ujar Abdul Manan.
Pencemaran nama baik didorong masuk ranah perdata
5 September 2019 22:57 WIB
Ketua Umum AJI Abdul Manan. (Dyah Dwi Astuti)
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Tags: