Gerakan Kalbar peduli KPK tolak 10 nama capim KPK
5 September 2019 16:21 WIB
Peneliti Transparancy International Indonesia Nur Fajri (kiri) bersama Direktur LBH Jakarta Arif Maulana (kedua kiri), Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Asfinawati (kedua kanan) dan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto, memegang poster berisi penolakan terhadap Calon Pimpinan KPK bermasalah, di Jakarta, Selasa (3/9/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ama.
Pontianak (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Kalbar Peduli KPK menolak sepuluh nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari tim panitia seleksi (pansel) yang sudah diterima Presiden Joko Widodo, dan DPR RI, Rabu (4/9).
"Penyerahan 10 nama Capim KPK kepada DPR RI itu terkesan terburu-buru, padahal presiden mempunyai hak untuk mempertimbangkan kembali nama-nama yang direkomendasikan Tim Pansel setidaknya 14 hari setelah diterima nama-nama tersebut," kata Juru Bicara Gerakan Kalbar Peduli KPK, Sri Haryanti di Pontianak, Kamis.
Baca juga: Moeldoko: Tak ada perubahan nama 10 capim KPK
Ia menjelaskan, 10 nama itu terdiri dari berbagai latar belakang, di antaranya Polri, dosen, PNS, hingga Jaksa Agung, namun dari 10 nama itu masih terdapat kecacatan, seperti adanya calon pimpinan yang menginisiasi memangkas kewenangan KPK, yakni menghilangkan kerja Operasi Tangkap Tangan (OTT), dilarangnya pemberantasan korupsi di sektor penegak hukum yang lain, seperti kepolisian dan jaksa.
"Hadirnya KPK salah satunya diakibatkan karena kinerja penegak hukum terkait korupsi masih buruk. KPK digambarkan menjadi obat bagi penegak hukum yang sakit itu, berdasar dari filosofi itulah keberadaan KPK memang sudah seharusnya tidak dibatasi dalam hal pemberantasan korupsi," ujarnya.
Menurut dia, tanpa cacatnya rekam jejak dalam penegakan hukum adalah satu keharusan yang dimiliki oleh calon pimpinan KPK. Sulit kiranya untuk berharap penegakan kasus korupsi berjalan baik bila pemimpinnya sendiri tidak bersih dari dugaan pelanggaran hukum di masa lalu.
Poin ini juga menjadi titik penting karena kredibilitas/reputasi seorang pimpinan akan merepresentasikan institusi yang dipimpin. Pemimpin yang cacat akan menurunkan kepercayaan publik terhadap KPK, katanya.
Selain itu, adanya calon pimpinan KPK yang tidak melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), padahal institusi KPK menjunjung tinggi asas transparansi dan keterbukaan. Akan menjadi ironi bila berharap lantai bisa bersih bila sapu yang digunakan untuk membersihkannya malah kotor, katanya.
"Konflik kepentingan bisa terjadi bila si pengambil keputusan dalam hal ini Tim Pansel berasal dari institusi yang sama dengan penerima keputusan (capim KPK). Selain tidak sah secara hukum administrasi negara dan konflik kepentingan juga dikhawatirkan akan bermuara pada penegakan kasus korupsi yang sebelah mata," ungkapnya.
Menurut dia, dari beberapa catatan tersebut, jika dibiarkan dapat melemahkan lembaga KPK yang selama ini mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Baca juga: DPR terima surat Presiden terkait capim KPK
"Proses seleksi periode ini harus menjadi bahan evaluasi presiden ke depan, terutama keterbukaan menerima dan mengakomodir masukan dari masyarakat, termasuk KPK. Berdasarkan dari poin-poin di atas, kami dari Gerakan Kalbar peduli KPK menolak 10 nama tersebut," katanya.
Gerakan Kalbar Peduli KPK terdiri dari, Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Peradilan dan Antikorupsi (Komparasi) Kalbar, Gemawan, Ormas Oi Kalbar, Gerakan Senyum Kapuas (GSK), GMNI Pontianak, Alumni Sekolah Antikorupsi (SAKsi) Pontianak, Alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) ICW regional Pontianak, Pokja Rumah Demokrasi, Lembaga Pers Mahasiswa Untan (LPM Untan), BEM Fisip Untan, AJI Pontianak, LPM Warta IAIN Pontianak.
"Penyerahan 10 nama Capim KPK kepada DPR RI itu terkesan terburu-buru, padahal presiden mempunyai hak untuk mempertimbangkan kembali nama-nama yang direkomendasikan Tim Pansel setidaknya 14 hari setelah diterima nama-nama tersebut," kata Juru Bicara Gerakan Kalbar Peduli KPK, Sri Haryanti di Pontianak, Kamis.
Baca juga: Moeldoko: Tak ada perubahan nama 10 capim KPK
Ia menjelaskan, 10 nama itu terdiri dari berbagai latar belakang, di antaranya Polri, dosen, PNS, hingga Jaksa Agung, namun dari 10 nama itu masih terdapat kecacatan, seperti adanya calon pimpinan yang menginisiasi memangkas kewenangan KPK, yakni menghilangkan kerja Operasi Tangkap Tangan (OTT), dilarangnya pemberantasan korupsi di sektor penegak hukum yang lain, seperti kepolisian dan jaksa.
"Hadirnya KPK salah satunya diakibatkan karena kinerja penegak hukum terkait korupsi masih buruk. KPK digambarkan menjadi obat bagi penegak hukum yang sakit itu, berdasar dari filosofi itulah keberadaan KPK memang sudah seharusnya tidak dibatasi dalam hal pemberantasan korupsi," ujarnya.
Menurut dia, tanpa cacatnya rekam jejak dalam penegakan hukum adalah satu keharusan yang dimiliki oleh calon pimpinan KPK. Sulit kiranya untuk berharap penegakan kasus korupsi berjalan baik bila pemimpinnya sendiri tidak bersih dari dugaan pelanggaran hukum di masa lalu.
Poin ini juga menjadi titik penting karena kredibilitas/reputasi seorang pimpinan akan merepresentasikan institusi yang dipimpin. Pemimpin yang cacat akan menurunkan kepercayaan publik terhadap KPK, katanya.
Selain itu, adanya calon pimpinan KPK yang tidak melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), padahal institusi KPK menjunjung tinggi asas transparansi dan keterbukaan. Akan menjadi ironi bila berharap lantai bisa bersih bila sapu yang digunakan untuk membersihkannya malah kotor, katanya.
"Konflik kepentingan bisa terjadi bila si pengambil keputusan dalam hal ini Tim Pansel berasal dari institusi yang sama dengan penerima keputusan (capim KPK). Selain tidak sah secara hukum administrasi negara dan konflik kepentingan juga dikhawatirkan akan bermuara pada penegakan kasus korupsi yang sebelah mata," ungkapnya.
Menurut dia, dari beberapa catatan tersebut, jika dibiarkan dapat melemahkan lembaga KPK yang selama ini mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Baca juga: DPR terima surat Presiden terkait capim KPK
"Proses seleksi periode ini harus menjadi bahan evaluasi presiden ke depan, terutama keterbukaan menerima dan mengakomodir masukan dari masyarakat, termasuk KPK. Berdasarkan dari poin-poin di atas, kami dari Gerakan Kalbar peduli KPK menolak 10 nama tersebut," katanya.
Gerakan Kalbar Peduli KPK terdiri dari, Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Peradilan dan Antikorupsi (Komparasi) Kalbar, Gemawan, Ormas Oi Kalbar, Gerakan Senyum Kapuas (GSK), GMNI Pontianak, Alumni Sekolah Antikorupsi (SAKsi) Pontianak, Alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) ICW regional Pontianak, Pokja Rumah Demokrasi, Lembaga Pers Mahasiswa Untan (LPM Untan), BEM Fisip Untan, AJI Pontianak, LPM Warta IAIN Pontianak.
Pewarta: Andilala
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: