Jakarta (ANTARA) - Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Sukarela Batunanggar menyarankan para pelaku financial technology (fintech) mengkaji secara mendalam calon nasabahnya sebelum melakukan transaksi agar terhindar dari praktik pencucian uang.

“Fintech harus memenuhi know your customer untuk anti-money laundering dan antiterorisme, itu secara standar harus kenali nasabah siapa, dananya untuk apa, dan dari mana,” katanya di Gedung Dhanapala, Jakarta, Rabu.

Sukarela mengatakan hal tersebut sebenarnya sudah ada di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan alias POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.

Ia menyarankan fintech yang mengetahui adanya transaksi nasabah mencurigakan untuk segera melapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sehingga risiko ke depannya bisa diminimalisasi.

“Kalau mencurigakan, harus dilaporkan ke PPATK. Sudah ada mekanismenya,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga mengatakan salah satu tantangan yang harus disadari adalah fintech sebenarnya rentan terhadap adanya praktik pencucian uang.

“Perkembangan fintech rentan risiko pencucian uang,” katanya.

Sehingga, Darmin mengimbau kepada otoritas agar dapat mengantisipasi tantangan tersebut dengan perlu adanya mitigasi terhadap potensi risiko penyalahgunaan data pribadi. Namun, ia juga mengatakan pemerintah akan tetap mengadakan ruang inovasi sehingga bisa diseimbangkan satu dengan lainnya.

“Tidak hanya mengantisipasi tapi ruang inovasi tetap harus ada di samping perlunya pemahaman mengenai lanskap ekosistem, dan dinamika industri,” ujarnya.

Baca juga: Menko Darmin sebut fintech efektif tingkatkan inklusi keuangan
Baca juga: Darmin dorong perbaikan ekosistem ekonomi digital melalui sinergi
Baca juga: OJK dorong perbankan lakukan inovasi digital dengan cepat