Luhut sebut saatnya Indonesia jadi produsen kendaraan listrik
4 September 2019 10:18 WIB
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan saat menjadi pembicara dalam acara Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2019 di Jakarta, Rabu (4/9/2019). ANTARA/M Razi Rahman/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meyakini bahwa Indonesia saat ini sudah saatnya menjadi produsen kendaraan listrik antara lain karena berbagai bahan komponen pendukung pembuatannya ada di Indonesia.
Menko Maritim dalam acara Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2019 di Jakarta, Rabu, mengingatkan sekitar 70-80 persen komponen pembentuk baterai lithium yang esensial bagi kendaraan listrik, terdapat di Indonesia.
Selain itu, Menko Kemaritiman juga mengingatkan berbagai pihak ingin berinvestasi di dalam negeri, yang terkait pula dengan produksi berbagai komponen pendukung pembentuk kendaraan listrik.
Apalagi, Luhut mengingatkan bahwa saat ini udara di berbagai kota besar seperti Jakarta sudah tercemar sehingga penting untuk menggantikan kendaraan yang masih menggunakan energi fosil agar berubah menjadi kendaraan listrik yang dinilai lebih ramah lingkungan.
Pembicara lainnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga mengingatkan berbagai manfaat terkait penggunaan kendaraan listrik, yaitu bisa mengurangi impor migas, membentuk lingkungan yang lebih sehat untuk anak cucu atau generasi mendatang.
Selain itu, ujar Moeldoko, penggunaan kendaraan listrik juga bisa membantu menyehatkan PLN karena berarti akan semakin banyak kendaraan listrik yang menggunakan energi aliran listrik dari PLN untuk melakukan pengisian daya muat baterai.
"Saya yakin kalau sekarang mobil listrik harganya masih mahal, sebentar lagi akan bisa dikonsumsi secara luas oleh masyarakat Indonesia," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir meyakini penggunaan kendaraan listrik akan mengurangi tingkat polusi di kota-kota besar di Indonesia.
Sebagaimana diwartakan, pemanfaatan nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai menjadi prioritas pelarangan ekspor bijih nikel, hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 Tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Battery Untuk Transportasi Jalan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai bahan baku terbaik di dunia untuk memproduksi baterai lithium ion, yaitu bijih nikel kadar rendah atau yang biasa disebut limonite (kandungan nikel 0,8-1,5 persen) ini.
Kebijakan baru pelarangan ekspor Bijih Nikel ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM yang sedang dalam proses di Kementerian Hukum Dan Ham, kata Dirjen Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot di Jakarta, Senin.
Kebijakan ini tentunya meningkatkan nilai tambah untuk produk nikel sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara untuk selanjutnya dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat.
"Kebijakan ini semata-mata demi peningkatan added value atau nilai tambah dari nikel yang akan kita tuju untuk pengelolahan mineral di seluruh Indonesia," ucap Bambang.
Terhitung mulai 1 Januari 2020 bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen tidak lagi diperbolehkan untuk dieskpor. Perusahaan memiliki masa transisi selama 4 bulan sejak bulan September ini hingga Desember 2019 untuk mulai menyesuaikan kebijakan baru ini.
Menurut Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono, kebijakan ini dikeluarkan Pemerintah agar perkembangan pembangunan smelter khususnya nikel dapat berjalan lebih cepat.
"Kita sudah menandatangani, Peraturan Menteri ESDM yang intinya adalah mengenai penghentian untuk insentif ekspor nikel bagi pembangun smelter per tanggal 1 Januari 2020. Jadi per 1 Januari 2020 tidak ada lagi ekspor nikel," ujarnya.
Baca juga: BPPT harap Indonesia tidak hanya jadi pasar kendaraan listrik
Baca juga: Kendaraan listrik diharapkan semakin banyak digunakan masyarakat
Baca juga: Luhut pastikan Perpres kendaraan listrik segera terbit
Menko Maritim dalam acara Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2019 di Jakarta, Rabu, mengingatkan sekitar 70-80 persen komponen pembentuk baterai lithium yang esensial bagi kendaraan listrik, terdapat di Indonesia.
Selain itu, Menko Kemaritiman juga mengingatkan berbagai pihak ingin berinvestasi di dalam negeri, yang terkait pula dengan produksi berbagai komponen pendukung pembentuk kendaraan listrik.
Apalagi, Luhut mengingatkan bahwa saat ini udara di berbagai kota besar seperti Jakarta sudah tercemar sehingga penting untuk menggantikan kendaraan yang masih menggunakan energi fosil agar berubah menjadi kendaraan listrik yang dinilai lebih ramah lingkungan.
Pembicara lainnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga mengingatkan berbagai manfaat terkait penggunaan kendaraan listrik, yaitu bisa mengurangi impor migas, membentuk lingkungan yang lebih sehat untuk anak cucu atau generasi mendatang.
Selain itu, ujar Moeldoko, penggunaan kendaraan listrik juga bisa membantu menyehatkan PLN karena berarti akan semakin banyak kendaraan listrik yang menggunakan energi aliran listrik dari PLN untuk melakukan pengisian daya muat baterai.
"Saya yakin kalau sekarang mobil listrik harganya masih mahal, sebentar lagi akan bisa dikonsumsi secara luas oleh masyarakat Indonesia," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir meyakini penggunaan kendaraan listrik akan mengurangi tingkat polusi di kota-kota besar di Indonesia.
Sebagaimana diwartakan, pemanfaatan nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai menjadi prioritas pelarangan ekspor bijih nikel, hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 Tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Battery Untuk Transportasi Jalan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai bahan baku terbaik di dunia untuk memproduksi baterai lithium ion, yaitu bijih nikel kadar rendah atau yang biasa disebut limonite (kandungan nikel 0,8-1,5 persen) ini.
Kebijakan baru pelarangan ekspor Bijih Nikel ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM yang sedang dalam proses di Kementerian Hukum Dan Ham, kata Dirjen Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot di Jakarta, Senin.
Kebijakan ini tentunya meningkatkan nilai tambah untuk produk nikel sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara untuk selanjutnya dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat.
"Kebijakan ini semata-mata demi peningkatan added value atau nilai tambah dari nikel yang akan kita tuju untuk pengelolahan mineral di seluruh Indonesia," ucap Bambang.
Terhitung mulai 1 Januari 2020 bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen tidak lagi diperbolehkan untuk dieskpor. Perusahaan memiliki masa transisi selama 4 bulan sejak bulan September ini hingga Desember 2019 untuk mulai menyesuaikan kebijakan baru ini.
Menurut Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono, kebijakan ini dikeluarkan Pemerintah agar perkembangan pembangunan smelter khususnya nikel dapat berjalan lebih cepat.
"Kita sudah menandatangani, Peraturan Menteri ESDM yang intinya adalah mengenai penghentian untuk insentif ekspor nikel bagi pembangun smelter per tanggal 1 Januari 2020. Jadi per 1 Januari 2020 tidak ada lagi ekspor nikel," ujarnya.
Baca juga: BPPT harap Indonesia tidak hanya jadi pasar kendaraan listrik
Baca juga: Kendaraan listrik diharapkan semakin banyak digunakan masyarakat
Baca juga: Luhut pastikan Perpres kendaraan listrik segera terbit
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: