Pertamina realisasikan kompensasi bagi nelayan Bekasi
4 September 2019 10:10 WIB
Nelayan Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat direkrut sebagai tenaga kebersihan tumpahan minyak Pertamina Hulu Energi dengan bayaran Rp100.000 sehari. (Foto: Pradita Kurniawan Syah).
Cikarang, Bekasi (ANTARA) - PT Pertamina merealisasikan kompensasi bagi nelayan dan petambak di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang terdampak tumpahan minyak akibat kebocoran di anjungan lepas pantai Pertamina Hulu Energi blok Offshore North West Java yang berlokasi di Pantai Utara Jawa, Kabupaten Karawang, pada Minggu (21/7).
"Bentuk kompensasi yang akan diberikan berupa uang sejumlah kerugian yang diterima oleh nelayan dan petambak di Kabupaten Bekasi," kata External Communication Manager PT Pertamina (Persero), Arya Dwi Paramita, Rabu.
Pihaknya mengaku belum bisa memastikan berapa besar total uang ganti rugi yang akan diberikan kepada nelayan dan petambak di kawasan pesisir Desa Pantai Bahagia dan Pantai Bakti, Kecamatan Muaragembong itu.
Baca juga: Nelayan Bekasi terdampak tumpahan minyak lebih 2.000 orang
"Yang pasti jumlahnya bervariasi sesuai dengan nilai kerugian yang diterima," kata dia.
Arya menjelaskan sebelum mendapat kompensasi ada tahapan ganti rugi yang harus dilakukan yakni pendataan pemerintah daerah setempat serta verifikasi oleh timnya bersama pemerintah daerah.
"Verifikasi yang dilakukan baik dalam segi administrasi maupun verifikasi di lapangan," katanya.
Saat ini pihaknya masih terus melakukan pembersihan tumpahan minyak baik di laut, perairan dekat pantai, maupun di pantai itu sendiri.
Vice President Relations Pertamina Hulu Energi, Ifki Sukarya menjelaskan pembersihan minyak di laut yang paling mendekati sumber menggunakan sepanjang 7.350 meter tiang perintang statis dan bergerak untuk melokalisir tumpahan minyak.
"Ada tujuh unit mesin penyedot minyak dan 43 unit kapal pendukung," katanya.
Baca juga: Akibat tumpahan minyak, nelayan Bekasi minta kompensasi
Sedangkan penanganan ceceran minyak di pesisir pantai dengan memasang perintang sepanjang 3.000 meter di garis pantai untuk menjaga pesisir pantai dan muara sungai wilayah Muaragembong. Pertamina juga memasang waring atau jaring ikan untuk melindungi kawasan hutan bakau (mangrove).
"Sementara untuk di desa terdampak kami melibatkan tim gabungan TNI, masyarakat, dan sejumlah pihak lainnya. Khusus pembersihan di wilayah Bekasi, kami bekerjasama dengan 26 kapal setempat untuk mencegah tumpahan minyak yang tidak tertangkap di sekitar sumber," kata dia.
Ifki menargetkan pembersihan tumpahan minyak selesai pada Bulan Oktober 2019 atau dua minggu hingga satu bulan setelah sumber kebocoran tertutup.
Pemerintah Kabupaten Bekasi sendiri mencatat ada 2.200 nelayan dan petambak yang terdampak tumpahan minyak PT Pertamina. 1.500 di antaranya merupakan warga Desa Pantai Bahagia dan 700 lainnya merupakan warga Desa Pantai Bakti.
Mereka juga mencatat akibat dari tumpahan minyak itu yakni matinya ikan dan udang para petambak serta hasil tangkapan nelayan yang juga menurun drastis. Atas dasar itulah warga menuntut ganti rugi kepada PT Pertamina (Persero).
Baca juga: Satu dekade kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor
"Bentuk kompensasi yang akan diberikan berupa uang sejumlah kerugian yang diterima oleh nelayan dan petambak di Kabupaten Bekasi," kata External Communication Manager PT Pertamina (Persero), Arya Dwi Paramita, Rabu.
Pihaknya mengaku belum bisa memastikan berapa besar total uang ganti rugi yang akan diberikan kepada nelayan dan petambak di kawasan pesisir Desa Pantai Bahagia dan Pantai Bakti, Kecamatan Muaragembong itu.
Baca juga: Nelayan Bekasi terdampak tumpahan minyak lebih 2.000 orang
"Yang pasti jumlahnya bervariasi sesuai dengan nilai kerugian yang diterima," kata dia.
Arya menjelaskan sebelum mendapat kompensasi ada tahapan ganti rugi yang harus dilakukan yakni pendataan pemerintah daerah setempat serta verifikasi oleh timnya bersama pemerintah daerah.
"Verifikasi yang dilakukan baik dalam segi administrasi maupun verifikasi di lapangan," katanya.
Saat ini pihaknya masih terus melakukan pembersihan tumpahan minyak baik di laut, perairan dekat pantai, maupun di pantai itu sendiri.
Vice President Relations Pertamina Hulu Energi, Ifki Sukarya menjelaskan pembersihan minyak di laut yang paling mendekati sumber menggunakan sepanjang 7.350 meter tiang perintang statis dan bergerak untuk melokalisir tumpahan minyak.
"Ada tujuh unit mesin penyedot minyak dan 43 unit kapal pendukung," katanya.
Baca juga: Akibat tumpahan minyak, nelayan Bekasi minta kompensasi
Sedangkan penanganan ceceran minyak di pesisir pantai dengan memasang perintang sepanjang 3.000 meter di garis pantai untuk menjaga pesisir pantai dan muara sungai wilayah Muaragembong. Pertamina juga memasang waring atau jaring ikan untuk melindungi kawasan hutan bakau (mangrove).
"Sementara untuk di desa terdampak kami melibatkan tim gabungan TNI, masyarakat, dan sejumlah pihak lainnya. Khusus pembersihan di wilayah Bekasi, kami bekerjasama dengan 26 kapal setempat untuk mencegah tumpahan minyak yang tidak tertangkap di sekitar sumber," kata dia.
Ifki menargetkan pembersihan tumpahan minyak selesai pada Bulan Oktober 2019 atau dua minggu hingga satu bulan setelah sumber kebocoran tertutup.
Pemerintah Kabupaten Bekasi sendiri mencatat ada 2.200 nelayan dan petambak yang terdampak tumpahan minyak PT Pertamina. 1.500 di antaranya merupakan warga Desa Pantai Bahagia dan 700 lainnya merupakan warga Desa Pantai Bakti.
Mereka juga mencatat akibat dari tumpahan minyak itu yakni matinya ikan dan udang para petambak serta hasil tangkapan nelayan yang juga menurun drastis. Atas dasar itulah warga menuntut ganti rugi kepada PT Pertamina (Persero).
Baca juga: Satu dekade kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor
Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019
Tags: