Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Anthony Budiawan menyarankan agar sumber pembiayaan untuk pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan sepenuhnya menggunakan APBN bukan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan kerjasama pemanfaatan (swasta).

"Kalau kita tidak menggunakan sumber pembiayaan dari APBN berarti kita harus memakai dana swasta yakni KPBU dan sebagainya. Ini artinya kita memprivatisasi semua infrastruktur pelayanan di ibu kota baru negara, dan ini dalam jangka waktu panjang akan menambah defisit pendapatan primer serta neraca transaksi berjalan. Ini tentunya akan membebani perekonomian Indonesia," ujar Anthony Budiawan kepada Antara di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa.

Selain itu dia juga menambahkan bahwa sumber pembiayaan yang sepenuhnya dari APBN bertujuan agar rencana pemindahan ibu kota negara sepenuhnya dalam kendali pemerintah, parlemen dan rakyat Indonesia.

Rencana pemindahan ibu kota negara merupakan suatu kebijakan yang sangat besar sehingga harus terkontrol semua aspek dan detailnya oleh rakyat, parlemen dan pemerintah.

Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan pemindahan ibu kota akan memakan dana APBN sekitar 19 persen.

Bambang Brodjonegoro juga mengatakan, dana pemindahan ibu kota akan dimaksimalkan melalui pengelolaan aset negara melalui skema kerja sama dan lain hal.

Perkiraan total dana yang dibutuhkan sebanyak Rp500 triliun, sehingga 19 persen di antaranya atau sekitar Rp95 triliun akan dibiayai dari APBN.

Presiden Joko Widodo sendiri mengatakan sumber pendanaan pemindahan Ibu Kota Baru di Kalimantan akan didorong dari kolaborasi partisipasi perusahaan swasta, BUMN ataupun skema Kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

Baca juga: Kata Fadli Zon soal target pemindahan ibu kota tahun 2024
Baca juga: Ibu kota pindah, Indef sarankan Jakarta jadi pusat layanan jasa
Baca juga: Pakar Geopolitik: Pemerintah harus jeli melihat keamanan ibu kota baru