Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Jawa Barat Hasim Adnan menyatakan kenaikan iuran pada 2020 dengan dalih defisit keuangan BPJS Kesehatan, tidak bijak jika harus dibebankan kepada rakyat.

Menurut legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu, setelah mencermati secara mendalam dan menelaah laporan BPJS Kesehatan yang dirilis awal tahun 2019, secara keseluruhan program JKN-KIS (Jaminan Kesehatan) justru memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia.

"Awalnya saya penasaran dengan laporan yang berkembang bahwa BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran. Lalu saya coba cari-cari referensi yang bisa memperkuat sikap masyarakat yang menolak kenaikan iuran. Nah, ternyata di situs BPJS Kesehatan, malah dikatakan bahwa Program JKN-KIS memberi kontribusi positif pada perekonomian Indonesia", ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI pada 2016, lanjutnya, menunjukkan bahwa kontribusi JKN-KIS terhadap perekonomian Indonesia di tahun itu sebesar Rp152,2 triliun dan pada 2021 bisa mencapai Rp289 triliun.

Oleh karena itu, menurut dia, bila kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu dilakukan dalam rangka menutupi defisit anggaran yang diproyeksikan melambung menjadi Rp28,5 triliun pada akhir 2019 , maka pihak pengelola BPJS Kesehatan telah melakukan inkonsistensi dalam menyampaikan informasi kepada publik.

Terlebih, tambahnya, bila benar apa yang dinyatakan Direktur Keuangan BPJS Kesehatan, Kemal Imam Santoso, bahwa salah satu penyebab lain terjadinya defisit keuangan adalah adanya sekitar 15 juta peserta menunggak pembayaran iuran.

"Rasa-rasanya tidak fair, bila tunggakan 15 juta peserta BPJS Kesehatan harus ditanggung oleh semua peserta yang jumlahnya per bulan Mei 2019, sudah mencapai 221.580.743 Jiwa," ujar Hasim.

Dia juga menyoroti data peserta BPJS Kesehatan dinilai masih kacau, di mana berdasarkan pencermatannya dan merujuk pada hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mengumumkan tahun 2018 BPJS Kesehatan menunggak sebanyak Rp9,1 triliun.

Tunggakan tersebut karena kurangnya masukan dari iuran para peserta dan adanya kejanggalan banyaknya peserta yang menggunakan NIK ganda.

Pada kesempatan itu Hasim juga menanggapi pernyataan Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’aruf, bahwa sudah ada instrumen regulasi yang disiapkan untuk mengantisipasi apabila dana jaminan sosial negatif, dengan beberapa opsi di antaranya, dengan menyesuaikan iuran, menyesuaikan manfaat atau memberikan suntikan.

Menuru, dia, meskipun nanti ada regulasi yang diterbitkan, namun opsi penyesuaian iuran seharusnya menjadi opsi terakhir.

"Saran saya, benahi dulu serapih mungkin, lalu tegakkan disiplin membayar iuran kepada peserta," katanya.