Gunakan medsos untuk pemasaran, permintaan kain tenun Badui meningkat
3 September 2019 09:50 WIB
Ayu, seorang perajin memarkan kain tenun Badui di kawasan masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak untuk memenuhi pesanan dari luar daerah setelah dipasarkan melalui media sosial. ANTARA/Mansyur Suryana
Lebak (ANTARA) - Permintaan kain tenun Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, cenderung meningkat sehingga mampu menyumbangkan ekonomi keluarga para perajin itu.
"Kita sejak sepekan terakhir sibuk melayani permintaan pesanan dari luar daerah," kata Ayu, seorang perajin kain tenun Badui di pedalaman Badui Kabupaten Lebak, Selasa.
Permintaan pesanan itu setelah dipasarkan melalui media sosial (medsos) dan cukup menguntungkan para perajin kain tenun Badui.
Baca juga: Disperindag Lebak optimistis kain tenun Badui mendunia
Selain itu juga kerja sama dengan Telkom yang dipasarkan secara online, sehingga produksi kain tenun Badui mulai dikenal masyarakat luas.
Saat ini, permintaan kain tenun Badui juga ada dari Jakarta, Bandung, Semarang hingga sejumlah kota di Pulau Sumatera.
"Kami hari ini akan mengirimkan paket sebanyak 10 unit ke luar daerah," kata Ayu.
Ia mengaku bahwa kain tenun Badui yang dipasarkan melalui media sosial itu bervariasi mulai harga Rp250 ribu hingga Rp1,5 juta per kain dengan ukuran panjang tiga meter dan lebar tiga meter.
Produksi kain tenun Badui dikerjakan secara alami dan mengerjakan hingga tiga hari per kain.
Kain tenun Badui memiliki kelebihan dari motif dan warna, sehingga berbeda dengan kain tenun dari daerah lain di Tanah Air.
Karena itu, banyak wisatawan yang datang ke sini membeli kain tenun Badui dengan jumlah banyak.
Kebanyakan wisatawan yang membeli kain tenun Badui itu perempuan, karena bisa dijadikan busana maupun pakaian resmi.
"Kami sejak dua bulan terakhir ini bisa menghasilkan omzet Rp25 juta," katanya menjelaskan.
Sukmara, seorang perajin warga Badui mengatakan dirinya memproduksi kain tenun itu mengggunakan pewarna alami dengan memanfaatkan dari kayu-kayuan, seperti pohon mahoni, turami dan lainnya.
Pewarna alami itu, kata dia, banyak pesanan karena dinilai unik dan memiliki seni.
Bahkan, Bupati Lebak Iti Octavia dan pejabat lainnya di Provinsi Banten banyak yang pesan kain tenun Badui pewarna alami itu.
Harga kain tenun Badui pewarna alami bervariasi mulai harga Rp500 ribu sampai Rp1,7 juta/kain.
"Kami merasa kewalahan melayani permintaan kain tenun Badui pewarna alami itu hingga 40 unit/bulan dengan pendapatan sekitar Rp25 juta," katanya.
Kepala Seksi Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak, Sutisna mengatakan pemerintah daerah terus meningkatkan kualitas kain tenun Badui karena menyumbangkan ekonomi masyarakat setempat.
Peningkatan kualitas kain tenun Badui itu dengan menggunakan pewarna alami dari dedaunan dan pohon sekitar kawasan Badui.
Saat ini, kain tenun Badui memiliki aneka warna dan motif, di antaranya Poleng Hideung, Poleng Paul, Mursadam, Pepetikan, Kacang Herang, Maghrib, Capit Hurang, Susuatan, Suat Songket, Smata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka).
Selain itu juga motif Adu Mancung, serta motif Aros yang terdiri dari Aros Awi Gede, Kembang Saka, Kembang Cikur, dan Aros Anggeus. Motif tenun Badui itu juga memiliki makna tersendiri disesuaikan dengan budaya mereka.
"Kami terus membina sebanyak 260 perajin Badui dengan pelatihan-pelatihan juga menyalurkan bantuan peralatan produksi," katanya.
Baca juga: Wisatawan domestik kian terpikat kain tenun Badui
"Kita sejak sepekan terakhir sibuk melayani permintaan pesanan dari luar daerah," kata Ayu, seorang perajin kain tenun Badui di pedalaman Badui Kabupaten Lebak, Selasa.
Permintaan pesanan itu setelah dipasarkan melalui media sosial (medsos) dan cukup menguntungkan para perajin kain tenun Badui.
Baca juga: Disperindag Lebak optimistis kain tenun Badui mendunia
Selain itu juga kerja sama dengan Telkom yang dipasarkan secara online, sehingga produksi kain tenun Badui mulai dikenal masyarakat luas.
Saat ini, permintaan kain tenun Badui juga ada dari Jakarta, Bandung, Semarang hingga sejumlah kota di Pulau Sumatera.
"Kami hari ini akan mengirimkan paket sebanyak 10 unit ke luar daerah," kata Ayu.
Ia mengaku bahwa kain tenun Badui yang dipasarkan melalui media sosial itu bervariasi mulai harga Rp250 ribu hingga Rp1,5 juta per kain dengan ukuran panjang tiga meter dan lebar tiga meter.
Produksi kain tenun Badui dikerjakan secara alami dan mengerjakan hingga tiga hari per kain.
Kain tenun Badui memiliki kelebihan dari motif dan warna, sehingga berbeda dengan kain tenun dari daerah lain di Tanah Air.
Karena itu, banyak wisatawan yang datang ke sini membeli kain tenun Badui dengan jumlah banyak.
Kebanyakan wisatawan yang membeli kain tenun Badui itu perempuan, karena bisa dijadikan busana maupun pakaian resmi.
"Kami sejak dua bulan terakhir ini bisa menghasilkan omzet Rp25 juta," katanya menjelaskan.
Sukmara, seorang perajin warga Badui mengatakan dirinya memproduksi kain tenun itu mengggunakan pewarna alami dengan memanfaatkan dari kayu-kayuan, seperti pohon mahoni, turami dan lainnya.
Pewarna alami itu, kata dia, banyak pesanan karena dinilai unik dan memiliki seni.
Bahkan, Bupati Lebak Iti Octavia dan pejabat lainnya di Provinsi Banten banyak yang pesan kain tenun Badui pewarna alami itu.
Harga kain tenun Badui pewarna alami bervariasi mulai harga Rp500 ribu sampai Rp1,7 juta/kain.
"Kami merasa kewalahan melayani permintaan kain tenun Badui pewarna alami itu hingga 40 unit/bulan dengan pendapatan sekitar Rp25 juta," katanya.
Kepala Seksi Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak, Sutisna mengatakan pemerintah daerah terus meningkatkan kualitas kain tenun Badui karena menyumbangkan ekonomi masyarakat setempat.
Peningkatan kualitas kain tenun Badui itu dengan menggunakan pewarna alami dari dedaunan dan pohon sekitar kawasan Badui.
Saat ini, kain tenun Badui memiliki aneka warna dan motif, di antaranya Poleng Hideung, Poleng Paul, Mursadam, Pepetikan, Kacang Herang, Maghrib, Capit Hurang, Susuatan, Suat Songket, Smata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka).
Selain itu juga motif Adu Mancung, serta motif Aros yang terdiri dari Aros Awi Gede, Kembang Saka, Kembang Cikur, dan Aros Anggeus. Motif tenun Badui itu juga memiliki makna tersendiri disesuaikan dengan budaya mereka.
"Kami terus membina sebanyak 260 perajin Badui dengan pelatihan-pelatihan juga menyalurkan bantuan peralatan produksi," katanya.
Baca juga: Wisatawan domestik kian terpikat kain tenun Badui
Pewarta: Mansyur Suryana
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019
Tags: