Kemendag: Pengusaha parkir akan dipidanakan jika lalai barang konsumen
2 September 2019 23:01 WIB
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono pada Sosialisasi dan Ekspos Hasil Pengawasan Jasa Parkir di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, Senin. (Mentari Dwi Gayati)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perdagangan menyebutkan pelaku usaha jasa parkir dapat terkena pidana atas pelanggaran aspek operasional yang dinilai berpotensi merugikan konsumen.
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono menjelaskan banyak penyedia atau pengelola jasa parkir yang mencantumkan kalimat "Kerusakan atas kendaraan yang diparkirkan dan kehilangan atas barang barang di dalam kendaraan merupakan tanggung jawab pengguna kendaraan".
"Pelanggaran klausul misalnya 'kehilangan bukan menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Sesuai UU Perlindungan Konsumen, harus ada kesetaraan antara hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha," kata Veri pada Sosialisasi dan Ekspos Hasil Pengawasan Jasa Parkir di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, Senin.
Baca juga: 46 jasa perparkiran diawasi, yang berpotensi rugikan konsumen ditindak
Menurut dia, bunyi kalimat dalam klausul tersebut seolah-olah bukan menjadi tanggung jawab dan kewajiban pengelola parkir, bahkan menjadi masalah yang dibebankan pada konsumen.
Veri menjelaskan pencantuman klausul tersebut dalam spanduk, tiket/karcis parkir, bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelanggaran terhadap pencantuman klausul baku dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Baca juga: Parkir liar juga akibat rumah jadi tempat usaha
Oleh karena itu, Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan tengah menyusun petunjuk teknis dengan melibatkan asosiasi dan pelaku usaha jasa perparkiran.
Ketua Umum Indonesia Parking Association, Muhammad Fauzan, menjelaskan bahwa selama ini belum ada kebijakan terpusat tentang perparkiran.
Regulasi yang selama ini ada hanya di tingkat pemerintah daerah karena pajak parkir dianggap sebagai pendapatan daerah, bukan pelayanan.
Fauzan memaparkan bahwa pelaku usaha parkir dituntut untuk melakukan efisiensi dan penekanan harga, di sisi lain juga harus memerhatikan pelayanan konsumen.
"Kami harapkan komunikasi dengan pemerintah dan pelaku usaha bisa menghasilkan kebijakan yang sifatnya 'win-win solution' dari usaha bisnis parkir ini," kata Fauzan.
Baca juga: Pendapatan Usaha Parkir Pemkot Padang Hanya Rp68,7 Juta
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono menjelaskan banyak penyedia atau pengelola jasa parkir yang mencantumkan kalimat "Kerusakan atas kendaraan yang diparkirkan dan kehilangan atas barang barang di dalam kendaraan merupakan tanggung jawab pengguna kendaraan".
"Pelanggaran klausul misalnya 'kehilangan bukan menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Sesuai UU Perlindungan Konsumen, harus ada kesetaraan antara hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha," kata Veri pada Sosialisasi dan Ekspos Hasil Pengawasan Jasa Parkir di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, Senin.
Baca juga: 46 jasa perparkiran diawasi, yang berpotensi rugikan konsumen ditindak
Menurut dia, bunyi kalimat dalam klausul tersebut seolah-olah bukan menjadi tanggung jawab dan kewajiban pengelola parkir, bahkan menjadi masalah yang dibebankan pada konsumen.
Veri menjelaskan pencantuman klausul tersebut dalam spanduk, tiket/karcis parkir, bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelanggaran terhadap pencantuman klausul baku dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Baca juga: Parkir liar juga akibat rumah jadi tempat usaha
Oleh karena itu, Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan tengah menyusun petunjuk teknis dengan melibatkan asosiasi dan pelaku usaha jasa perparkiran.
Ketua Umum Indonesia Parking Association, Muhammad Fauzan, menjelaskan bahwa selama ini belum ada kebijakan terpusat tentang perparkiran.
Regulasi yang selama ini ada hanya di tingkat pemerintah daerah karena pajak parkir dianggap sebagai pendapatan daerah, bukan pelayanan.
Fauzan memaparkan bahwa pelaku usaha parkir dituntut untuk melakukan efisiensi dan penekanan harga, di sisi lain juga harus memerhatikan pelayanan konsumen.
"Kami harapkan komunikasi dengan pemerintah dan pelaku usaha bisa menghasilkan kebijakan yang sifatnya 'win-win solution' dari usaha bisnis parkir ini," kata Fauzan.
Baca juga: Pendapatan Usaha Parkir Pemkot Padang Hanya Rp68,7 Juta
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019
Tags: