Bungaran Saragih: pertanian berkelanjutan harus diterapkan
30 Agustus 2019 18:22 WIB
Menteri Pertanian periode 2000-2004 Bungaran Saragih (empat dari kiri) dalam seminar "Pengendalian Pirit, Wereng Batang Cokelat, dan Layu Fusarium dengan Teknologi Organik dan Hayati" di Jakarta, Rabu (28/8/2019). (ANTARA/Subagyo)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian periode 2000-2004 Bungaran Saragih menyatakan Indonesia harus menerapkan pertanian berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi rakyatnya.
Menurut dia di Jakarta, Jumat, konsep pertanian berkelanjutan yakni budi daya pertanian yang menjaga kebersahabatan dengan alam dan ramah lingkungan.
"Jadi dalam setiap aktivitas produksi pangan dan pertanian harus dilaksanakan dengan cara dan metode yang secara inheren dan terpadu mampu mempertahankan bahkan meningkatkan kapasitas dan kualitas sumberdaya alam dan lingkungannya baik itu lahan, air, udara/klimat, dan lingkungan lainnya," jelasnya.
Dia memaparkan, tidak cukup dalam hal pemupukan, sistem usaha tani berkelanjutan diusahakan menggunakan pupuk organik dan hayati, juga harus dibarengi dengan sistem pengendalian hama penyakit tanaman berkelanjutan melalui pendekatan penggunaan bio input organik dan hayati
Ia mengatakan berkelanjutan tidak hanya sebatas alam dan lingkungan, tetapi juga dari sisi sosialnya juga diperhatikan.
Menurut dia, dalam banyak kasus dan negara, upaya implementasi keberlanjutan ini justru hanya meningkatkan biaya baik biaya teknis, ekonomis dan lingkungan serta total biaya keseluruhan yang justru memberatkan masyarakat.
"Oleh karena itu implementasi keberlanjutan dan berbagai kegiatan dan upaya masyarakat haruslah juga yang mampu memberi keuntungan dan nilai tambah serta menjamin hak sosial masyarakat pelakunya," ujarnya.
Konsep berkelanjutan, tambahnya, juga harus memikirkan keuntungannya karena kalau tidak ada keuntungan, tidak akan berkelanjutan.
"Jadi konsep keberlanjutan ini harus memikirkan 3P, yakni people (masyarakat), planet (alam dan lingkungan) dan keuntungan (profit)," katanya seminar "Pengendalian Pirit, Wereng Batang Cokelat, dan Layu Fusarium dengan Teknologi Organik dan Hayati".
Ketua Umum Asosiasi Bio-Agroinput Indonesia (ABI), Gunawan Sutio, mengatakan, menggunakan organik atau hayati menjadi hal yang dibutuhkan saat ini.
"Di luar negeri kebutuhan akan pupuk/pestisida organik dan hayati setiap harinya mengalami peningkatan. Indonesia pun harus mulai beralih, mengingat kondisi tanahnya sudah rusak," katanya.
Senada dengan Bungaran, dia menyatakan, pada saat ini maupun ke depan, dalam meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian harus memperhatikan dimensi keberlanjutan, dalam pengertian mampu bertumbuh terus, ramah lingkungan, serta dapat dipertanggungjawabkan secara sosial.
Melalui aplikasi teknologi organik dan hayati dapat mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, lanjutnya, pertanian yang bukan hanya untuk kepentingan saat ini tetapi juga kepentingan generasi yang akan datang.
"Pertanian yang bisa menghasilkan produk-produk yang bebas residu sesuai dengan standar ekspor," ujar Gunawan.
Angota Komisi IV DPR Ibnu Multazam, menambahkan, perlu dukungan untuk mengakselerasi penggunaan pupuk organik, salah satunya melalui pemberian bantuan combine harvester untuk mengembalikan jerami ke lahan.
Menurut dia, pemerintah perlu mereformulasi komposisi pemupukan untuk meningkatkan unsur hara tanah, selain itu juga harus mendorong masyarakat melakukan pemupukan berimbang sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
"Pemerintah dapat memfasilitasi, serta melakukan pendampingan dan pembinaan kepada petani untuk memproduksi pupuk organik yang baik," ujarnya.
Baca juga: Pisang Pontianak masuk pasar ekspor
Menurut dia di Jakarta, Jumat, konsep pertanian berkelanjutan yakni budi daya pertanian yang menjaga kebersahabatan dengan alam dan ramah lingkungan.
"Jadi dalam setiap aktivitas produksi pangan dan pertanian harus dilaksanakan dengan cara dan metode yang secara inheren dan terpadu mampu mempertahankan bahkan meningkatkan kapasitas dan kualitas sumberdaya alam dan lingkungannya baik itu lahan, air, udara/klimat, dan lingkungan lainnya," jelasnya.
Dia memaparkan, tidak cukup dalam hal pemupukan, sistem usaha tani berkelanjutan diusahakan menggunakan pupuk organik dan hayati, juga harus dibarengi dengan sistem pengendalian hama penyakit tanaman berkelanjutan melalui pendekatan penggunaan bio input organik dan hayati
Ia mengatakan berkelanjutan tidak hanya sebatas alam dan lingkungan, tetapi juga dari sisi sosialnya juga diperhatikan.
Menurut dia, dalam banyak kasus dan negara, upaya implementasi keberlanjutan ini justru hanya meningkatkan biaya baik biaya teknis, ekonomis dan lingkungan serta total biaya keseluruhan yang justru memberatkan masyarakat.
"Oleh karena itu implementasi keberlanjutan dan berbagai kegiatan dan upaya masyarakat haruslah juga yang mampu memberi keuntungan dan nilai tambah serta menjamin hak sosial masyarakat pelakunya," ujarnya.
Konsep berkelanjutan, tambahnya, juga harus memikirkan keuntungannya karena kalau tidak ada keuntungan, tidak akan berkelanjutan.
"Jadi konsep keberlanjutan ini harus memikirkan 3P, yakni people (masyarakat), planet (alam dan lingkungan) dan keuntungan (profit)," katanya seminar "Pengendalian Pirit, Wereng Batang Cokelat, dan Layu Fusarium dengan Teknologi Organik dan Hayati".
Ketua Umum Asosiasi Bio-Agroinput Indonesia (ABI), Gunawan Sutio, mengatakan, menggunakan organik atau hayati menjadi hal yang dibutuhkan saat ini.
"Di luar negeri kebutuhan akan pupuk/pestisida organik dan hayati setiap harinya mengalami peningkatan. Indonesia pun harus mulai beralih, mengingat kondisi tanahnya sudah rusak," katanya.
Senada dengan Bungaran, dia menyatakan, pada saat ini maupun ke depan, dalam meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian harus memperhatikan dimensi keberlanjutan, dalam pengertian mampu bertumbuh terus, ramah lingkungan, serta dapat dipertanggungjawabkan secara sosial.
Melalui aplikasi teknologi organik dan hayati dapat mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, lanjutnya, pertanian yang bukan hanya untuk kepentingan saat ini tetapi juga kepentingan generasi yang akan datang.
"Pertanian yang bisa menghasilkan produk-produk yang bebas residu sesuai dengan standar ekspor," ujar Gunawan.
Angota Komisi IV DPR Ibnu Multazam, menambahkan, perlu dukungan untuk mengakselerasi penggunaan pupuk organik, salah satunya melalui pemberian bantuan combine harvester untuk mengembalikan jerami ke lahan.
Menurut dia, pemerintah perlu mereformulasi komposisi pemupukan untuk meningkatkan unsur hara tanah, selain itu juga harus mendorong masyarakat melakukan pemupukan berimbang sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
"Pemerintah dapat memfasilitasi, serta melakukan pendampingan dan pembinaan kepada petani untuk memproduksi pupuk organik yang baik," ujarnya.
Baca juga: Pisang Pontianak masuk pasar ekspor
Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: