Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yhudoyono mengaku menyadari bahwa keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah keputusan politik yang sulit, seperti yang sudah dilakukannya pada 2005. "Tetapi, ini bukanlah kontes popularitas, apalagi jika untuk menyelamatkan ekonomi dan melindungi masyarakat," kata Yudhoyono dalam pidato pembukaan Indonesia Regional Investment Forum (IRIF) 2008 di Jakarta, Senin. Kepemimpinan, kata dia, bukanlah soal mengambil pilihan yang mudah, tetapi tentang membuat keputusan yang tepat meskipun dalam kondisi sulit. Oleh karena itu, presiden meminta kerjasama dari pemerintah daerah untuk memahami keputusan pemerintah menaikkan harga BBM dan menyikapi persoalan itu sebagai masalah bersama. "Kita bersama dalam hal ini dan harus mengatasinya secara bersama-sama. Bukan hanya dengan masyarakat, tetapi juga untuk pemimpin daerah yang harus memikirkan penyelesaian praktis dibanding bermain retorika politik," tegasnya. Keputusan menaikkan harga BBM sebesar 28,7 persen pada Jumat pekan lalu, menurut presiden, adalah terbaik untuk mengurangi tekanan subsidi BBM dalam anggaran pemerintah dan untuk menyelamatkan ekonomi nasional. "Jika tidak, kemungkinan akan terjadi krisis ekonomi dan finansial seperti yang terjadi pada 1997, dan yang akan menderita adalah masyarakat juga," tuturnya. Presiden mengatakan pemerintah telah melakukan segala cara sebelum menaikkan harga BBM, seperti mengurangi konsumsi BBM dan melakukan penghematan. "Tetapi, pada akhirnya, tidak satu cara pun yang cukup guna mengimbangi harga minyak dunia yang terus meroket," ujarnya. Di hadapan para investor dan kepala daerah, Presiden menyatakan keyakinannya bahwa keputusan berat menaikkan harga BBM akan menghasilkan optimisme kondisi ekonomi Indonesia di masa depan. Kepada para investor, Presiden juga berpesan agar mereka mempertimbangkan penggunaan energi alternatif dan tanggungjawab sosial kepada masyarakat lokal. (*)