Jakarta, (ANTARA News) - Koalisi Muda Parlemen Indonesia (KMPI) menggalang dukungan untuk mengusulkan penggunaan hak interpelasi dan hak angket untuk menyikapi keputusan pemerintah menaikkan harga BBM Sejumlah KMPI mengemukakan hal itu di Jakarta, Minggu, antara lain Yuddy Chrisnandy (Golkar), Ruth Nena Kedang (PDS), Marauarar Sirait (PDIP), Abdullah Azwar Anas, Ana Muawanah dan Ario Wijonarko (PKB) dan Syahrin Hamid (PAN). KMPI terdiri atas 63 anggota DPR yang umumnya berusia muda. Selama ini, KMPI aktif menyoroti berbagai kebijakan pemerintah. Koalisi ini juga memiliki kabinet bayangan. Koalisi kini sedang menggalang dukungan untuk meloloskan hak interpelasi dan hak angket kenaikan harga BBM. Hak interpelasi dan angket akan mendapat dukungan anggota DPR dari PDIP, PKB, PDS, PKS, PAN dan anggota fraksi lainnya. Jika fraksi tidak mendukung, maka anggota DPR secara perorangan akan tetap memberi dukungan. "Kami optimis penggunaan hak interpelasi dan hak angket akan mendapat dukungan dari sebagian besar anggota DPR. Partai politik akan kehilangan suara pada pada Pemilu 2009 jika tidak mendukung kedua hak tersebut," kata Maruarar. Dia menyatakan, justru penggunaan kedua hak DPR tersebut akan menyelamatkan muka dan citra partai-partai politik di hadapan publik. "Kami ajukan keduanya. Kami berharap keduanya dapat diloloskan, minimal satu hak apakah interpelasi atau angket," katanya. Maruarar mengemukakan, pemerintah kurang melaksanakan opsi lain yang bisa dilakukan misalnya, memberlakukan pajak progresif kepada perusahaan minyak, menekan penyelundupan dan menyita aset obligor BLBI /KLBI. Ana Muawanah mengemukakan, kenaikan harga BBM karena adanya beban APBN sebesar Rp65 triliun untuk membayar obligasi rekap. Kenaikan harga BBM juga merupakan implikasi dari UU No.22/2001 tentang Migas. "UU itu sangat liberal karena hanya 25 persen produksi minyak dalam negeri yang diperuntukan bagi kebutuhan dalam negeri, sisanya diekspor. Akibatnya, Indonesia kekurangan pasolkan minyak." "UU ini harus segera diamandemen," katanya. Ruth Nena Kedang mengemukakan, kenaikan harga BBM menyebabkan kepanikan di masyarakat pengguna dan pengusaha transportasi publik karena pemerintah belum mengeluarkan keputusan mengenai kenaikan tarif transportasi. "Implikasinya sangat terasa di masyarakat," katanya. Yuddy Chrisnandy mengemukakan, menaikan harga BBM merupakan opsi terakhir. Persoalannya, masyarakat tidak tahu apakah pemerintah sudah melakukan opsi lainnya sehingga pemrintah kemudian memutuskan kenaikan harga BBM. "Produksi minyak kita sekitar 900 ribu barel/hari, sedangkan kebutuhan sekitar 1,3 juta barel. Berarti kita hanya kekurangan 400 ribu barel. Mengapa solusinya menaikkan harga BBM yang menimbulkan implikasi begitu luar di masyarakat," katanya. (*)