Capim KPK Nawawi rela melepas jabatan hakim
28 Agustus 2019 21:15 WIB
Capim KPK Nawawi Pomolango menjalani uji publik di hadapan pansel dan panelis di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Rabu (28/8). (Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA) - Hakim tinggi Pengadilan Tinggi Bali saat ini melamar sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengaku rela melepaskan jabatan sebagai hakim tinggi untuk dapat menjadi pimpinan KPK.
"Sebagai hakim saya sudah 30 tahun, gaji saya hampir Rp40 juta, saat ini saya berusia 57 tahun, sudah nyaman sekali dan sebagai hakim tinggi baru pensiun pada usia 67 tahun, jadi masih 10 tahun lagi. Padahal kalau terpilih sebagai pimpinan KPK, saya harus mundur sebagai hakim dan 4 tahun lagi kemudian pensiun," ujar Nawawi, di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu.
Nawawi menyampaikan hal tersebut dalam uji publik seleksi capim KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019 dan diikuti 20 capim. Per hari, Pansel KPK melakukan wawancara terhadap 7 orang capim yang dilakukan bergantian selama satu jam.
"Sejak 2006, saya punya sertifikasi hakim tindak pidana korupsi dan saya tertantang ingin berada di garda terdepan pemberantasan korupsi," ujar Nawawi pula.
"Bukannya menjadi pimpinan KPK berarti mundur, kan putusan terakhir di hakim," tanya panelis Luhut Pangaribuan.
"Hakim penjaga gawang yang tinggal menunggu bola datang, padahal seharusnya lebih banyak bola yang datang," jawab Nawawi.
"Tapi kenapa harus saudara yang harus dipilih?" tanya Luhut lagi.
"Saya ingin meminjam pernyataan pansel bahwa kita tidak mencari manusia setengah dewa, tapi mencari orang yang berani tapi tidak konyol memahami pemberantasan korupsi, punya 'managerial skill' dan mengembalikan KPK menjadi lembaga formal negara, itu saya tertantang," jawab Nawawi.
"Tapi saudara sarjana hukum perdata ya," tanya Luhut lagi.
"Benar, tapi saya lebih tertarik pidana khusus seperti tindak pidana korupsi. Saya juga tercatat hakim niaga, tapi saya lebih senang dengan perkara-perkara pidana dan saya masih ada kelanjutan studi di Universitas Pasundan untuk jurusan pidana tapi belum selesai sampai sekarang, kalau terpilih saya akan selesaikan S2 itu," ujar Nawawi.
Baca juga: Abraham Samad minta Presiden Jokowi tak loloskan capim KPK bermasalah
Nawawi yang pernah mengadili kasus Luthfi Hasan Ishaaq, Fatonah, Irman Gusman, Patrialis Akbar itu, juga mengaku sudah pernah beberapa kali menjadi pimpinan pengadilan, 4 tahun Ketua PN Poso, Wakil Ketua PN Bandung, Ketua PN Samarinda, dan Ketua PN Jakarta Timur.
Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel yaitu Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.
Baca juga: Capim KPK Nawawi nilai lucu pegawai KPK gugat keputusan pimpinan
Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK pada Jumat (23/8) mengumumkan 20 orang yang lolos lolos seleksi "profile assesment". Mereka terdiri atas akademisi/dosen (3 orang), advokat (1 orang), pegawai BUMN (1 orang), jaksa (3 orang), pensiunan jaksa (1 orang), hakim (1 orang), anggota Polri (4 orang), auditor (1 orang), komisioner/pegawai KPK (2 orang), PNS (2 orang) dan penasihat menteri (1 orang).
"Sebagai hakim saya sudah 30 tahun, gaji saya hampir Rp40 juta, saat ini saya berusia 57 tahun, sudah nyaman sekali dan sebagai hakim tinggi baru pensiun pada usia 67 tahun, jadi masih 10 tahun lagi. Padahal kalau terpilih sebagai pimpinan KPK, saya harus mundur sebagai hakim dan 4 tahun lagi kemudian pensiun," ujar Nawawi, di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu.
Nawawi menyampaikan hal tersebut dalam uji publik seleksi capim KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019 dan diikuti 20 capim. Per hari, Pansel KPK melakukan wawancara terhadap 7 orang capim yang dilakukan bergantian selama satu jam.
"Sejak 2006, saya punya sertifikasi hakim tindak pidana korupsi dan saya tertantang ingin berada di garda terdepan pemberantasan korupsi," ujar Nawawi pula.
"Bukannya menjadi pimpinan KPK berarti mundur, kan putusan terakhir di hakim," tanya panelis Luhut Pangaribuan.
"Hakim penjaga gawang yang tinggal menunggu bola datang, padahal seharusnya lebih banyak bola yang datang," jawab Nawawi.
"Tapi kenapa harus saudara yang harus dipilih?" tanya Luhut lagi.
"Saya ingin meminjam pernyataan pansel bahwa kita tidak mencari manusia setengah dewa, tapi mencari orang yang berani tapi tidak konyol memahami pemberantasan korupsi, punya 'managerial skill' dan mengembalikan KPK menjadi lembaga formal negara, itu saya tertantang," jawab Nawawi.
"Tapi saudara sarjana hukum perdata ya," tanya Luhut lagi.
"Benar, tapi saya lebih tertarik pidana khusus seperti tindak pidana korupsi. Saya juga tercatat hakim niaga, tapi saya lebih senang dengan perkara-perkara pidana dan saya masih ada kelanjutan studi di Universitas Pasundan untuk jurusan pidana tapi belum selesai sampai sekarang, kalau terpilih saya akan selesaikan S2 itu," ujar Nawawi.
Baca juga: Abraham Samad minta Presiden Jokowi tak loloskan capim KPK bermasalah
Nawawi yang pernah mengadili kasus Luthfi Hasan Ishaaq, Fatonah, Irman Gusman, Patrialis Akbar itu, juga mengaku sudah pernah beberapa kali menjadi pimpinan pengadilan, 4 tahun Ketua PN Poso, Wakil Ketua PN Bandung, Ketua PN Samarinda, dan Ketua PN Jakarta Timur.
Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel yaitu Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.
Baca juga: Capim KPK Nawawi nilai lucu pegawai KPK gugat keputusan pimpinan
Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK pada Jumat (23/8) mengumumkan 20 orang yang lolos lolos seleksi "profile assesment". Mereka terdiri atas akademisi/dosen (3 orang), advokat (1 orang), pegawai BUMN (1 orang), jaksa (3 orang), pensiunan jaksa (1 orang), hakim (1 orang), anggota Polri (4 orang), auditor (1 orang), komisioner/pegawai KPK (2 orang), PNS (2 orang) dan penasihat menteri (1 orang).
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Tags: