Bandarlampung (ANTARA) - Pengamat politik yang juga Dekan Fisip Universitas Lampung Dr. Syarif Makhya menyebutkan bahwa Provinsi Lampung gagal jadi ibu karena tidak memiliki kriteria yang diajukan pemerintah pusat.
"Faktor pendukung untuk menjadi ibu kota di sini belum mendukung seperti letak wilayah, infrastruktur dan lahan yang sudah tersedia di Lampung tidak memadai," kata dia saat diwawancarai, Rabu.
Menurut dia, dengan tidak dipilihnya Lampung menjadi ibu kota semua pihak yang telah memperjuangkannya tidak boleh berkecil hati dan harus mencari alternatif lain agar provinsi ini tumbuh dan berkembang.
"Kita tidak harus memaksa ibu kota pindah ke sini. Bisa saja Lampung menjadi pusat bisnis di Indonesia," kata dia.
Dia menjelaskan bahwa dengan infrastruktur dan akses yang sudah tersedia di Provinsi Lampung, pihak yang bersangkutan atau terkait harus mampu memindahkan bisnis yang ada di Pulau Jawa ke Pulau Sumatera termasuk Lampung di dalamnya.
Di sisi lain, Syarif Makhya juga mengungkapkan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan yang memakan biaya cukup besar yakni Rp500 triliun sangat paradoks dengan kebutuhan Indonesia seperti menyelesaikan masalah pendidikan, SDM, infrastruktur dan kesehatan di Indonesia.
Menurut dia, pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan tidak boleh menginterpretasikan sendiri pemindahan ibu kota negara karena hal ini adalah kebijakan publik dan harus disepakati bersama.
"Apabila pemindahan itu memang sudah jadi putusan akhir dan melalui kajian yang komprehensip itu tidak jadi masalah tapi agenda ini juga harus meminimalisasi resiko sekecil apapun," kata dia.
Baca juga: Riset I2: Milineal banyak bahas pemindahan ibu kota di media sosial
Baca juga: Pakar nilai pemindahan ibu kota negara kebijakan hukum yang futuristik
Baca juga: Anggota DPRD apresiasi pemindahan ibu kota negara di Kaltim
Pengamat sebut Lampung tidak masuk kriteria ibu kota oleh pusat
28 Agustus 2019 14:20 WIB
Pengamat Universitas Lampung Dr Syarif Makhya, saat diwawancarai, (foto dokumen), Rabu (28/9/2019). (ANTARA/Dian Hadiyatna)
Pewarta: Dian Hadiyatna
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Tags: