Harga minyak naik, akhiri penurunan empat hari beruntun
28 Agustus 2019 07:34 WIB
Ilustrasi: Kilang minyak PT Pertamina (persero) Refinery Unit (RU) III Sungai Gerong, Banyuasin, Sumatera Selatan (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww).
New York (ANTARA) - Harga minyak naik pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), mengakhiri penurunan beruntun selama empat hari, karena investor menunggu data persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS), meskipun kenaikannya dibatasi oleh kekhawatiran tentang resesi dan ketidakpastian atas kesepakatan dagang AS-China.
Patokan global, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober, bertambah 0,81 dolar AS atau 1,4 persen menjadi ditutup pada 59,51 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, naik 1,29 dolar AS atau 2,4 persen menjadi menetap pada 54,93 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange,
Harga-harga memperpanjang kenaikan dalam perdagangan pasca-penyelesaian, dengan Brent menyentuh tertinggi 59,88 dolar AS dan WTI mencapai 55,45 dolar AS, setelah data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun lebih dari yang diperkirakan.
Stok minyak mentah AS turun tajam pekan lalu karena impor turun, anjlok 11,1 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi untuk penarikan 2,0 juta barel. Laporan mingguan pemerintah AS baru akan dirilis Rabu pagi waktu setempat.
Pengurangan dalam persediaan di tengah berjalannya penyulingan yang kuat memberi kekuatan pada harga minyak mentah, mengungguli kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan dapat membebani permintaan, kata Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho di New York.
Selama sesi tersebut, pasar minyak telah terombang-ambing dalam menanggapi ayunan di Wall Street, yang tertekan oleh jatuhnya saham-saham keuangan, sementara kekhawatiran tentang resesi AS hidupkan kembali dibayangi optimisme awal resolusi untuk sengketa perdagangan berkepanjangan antara dua ekonomi terbesar di dunia.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (26/8/2019) bahwa ia percaya China tulus tentang keinginan untuk mencapai kesepakatan, sementara Wakil Perdana Menteri China Liu He mengatakan China bersedia untuk menyelesaikan perselisihan melalui negosiasi "tenang".
Namun demikian, pada Selasa (27/8/2019) kekhawatiran tentang perdagangan muncul kembali setelah kementerian luar negeri China mengatakan bahwa mereka tidak mendengar adanya pembicaraan melalui saluran telepon baru-baru ini antara Amerika Serikat dan China tentang perdagangan, dan mengatakan mereka berharap Washington dapat menghentikan tindakan yang salah dan menciptakan kondisi untuk pembicaraan.
Harga minyak mentah telah turun sekitar 20 persen dari tertinggi 2019 yang dicapai pada April, sebagian karena kekhawatiran bahwa perang perdagangan AS-China merusak ekonomi global, yang dapat mengurangi permintaan minyak.
Kementerian Perdagangan China pekan lalu mengatakan akan memberlakukan tarif tambahan lima persen atau 10 persen pada 5.078 produk yang berasal dari Amerika Serikat, termasuk minyak mentah, produk pertanian dan pesawat kecil.
Sebagai pembalasan, Trump mengatakan dia memerintahkan perusahaan-perusahaan AS untuk mencari cara menutup operasi di China dan membuat produk-produk di Amerika Serikat.
"Rasa tenang relatif telah dipulihkan, tetapi tidak mungkin untuk mengetahui berapa lama itu akan berlangsung," kata Tamas Varga, pialang minyak PVM.
"Setiap optimisme pasar hanya akan menang ketika tinta telah mengering pada perjanjian perdagangan AS-China yang baru".
Langkah-langkah itu memicu reaksi dari perusahaan-perusahaan China, dengan Sinopec mencari pembebasan tarif untuk mengimpor minyak AS dalam beberapa bulan mendatang, sumber mengatakan kepada Reuters.
Baca juga: Dolar AS melemah, investor beralih ke aset aman
Baca juga: Harga emas naik signifikan, dipicu jatuhnya saham Amerika Serikat
Baca juga: Wall Street ditutup turun, diguncang kekhawatiran baru potensi resesi
Patokan global, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober, bertambah 0,81 dolar AS atau 1,4 persen menjadi ditutup pada 59,51 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, naik 1,29 dolar AS atau 2,4 persen menjadi menetap pada 54,93 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange,
Harga-harga memperpanjang kenaikan dalam perdagangan pasca-penyelesaian, dengan Brent menyentuh tertinggi 59,88 dolar AS dan WTI mencapai 55,45 dolar AS, setelah data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun lebih dari yang diperkirakan.
Stok minyak mentah AS turun tajam pekan lalu karena impor turun, anjlok 11,1 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi untuk penarikan 2,0 juta barel. Laporan mingguan pemerintah AS baru akan dirilis Rabu pagi waktu setempat.
Pengurangan dalam persediaan di tengah berjalannya penyulingan yang kuat memberi kekuatan pada harga minyak mentah, mengungguli kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan dapat membebani permintaan, kata Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho di New York.
Selama sesi tersebut, pasar minyak telah terombang-ambing dalam menanggapi ayunan di Wall Street, yang tertekan oleh jatuhnya saham-saham keuangan, sementara kekhawatiran tentang resesi AS hidupkan kembali dibayangi optimisme awal resolusi untuk sengketa perdagangan berkepanjangan antara dua ekonomi terbesar di dunia.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (26/8/2019) bahwa ia percaya China tulus tentang keinginan untuk mencapai kesepakatan, sementara Wakil Perdana Menteri China Liu He mengatakan China bersedia untuk menyelesaikan perselisihan melalui negosiasi "tenang".
Namun demikian, pada Selasa (27/8/2019) kekhawatiran tentang perdagangan muncul kembali setelah kementerian luar negeri China mengatakan bahwa mereka tidak mendengar adanya pembicaraan melalui saluran telepon baru-baru ini antara Amerika Serikat dan China tentang perdagangan, dan mengatakan mereka berharap Washington dapat menghentikan tindakan yang salah dan menciptakan kondisi untuk pembicaraan.
Harga minyak mentah telah turun sekitar 20 persen dari tertinggi 2019 yang dicapai pada April, sebagian karena kekhawatiran bahwa perang perdagangan AS-China merusak ekonomi global, yang dapat mengurangi permintaan minyak.
Kementerian Perdagangan China pekan lalu mengatakan akan memberlakukan tarif tambahan lima persen atau 10 persen pada 5.078 produk yang berasal dari Amerika Serikat, termasuk minyak mentah, produk pertanian dan pesawat kecil.
Sebagai pembalasan, Trump mengatakan dia memerintahkan perusahaan-perusahaan AS untuk mencari cara menutup operasi di China dan membuat produk-produk di Amerika Serikat.
"Rasa tenang relatif telah dipulihkan, tetapi tidak mungkin untuk mengetahui berapa lama itu akan berlangsung," kata Tamas Varga, pialang minyak PVM.
"Setiap optimisme pasar hanya akan menang ketika tinta telah mengering pada perjanjian perdagangan AS-China yang baru".
Langkah-langkah itu memicu reaksi dari perusahaan-perusahaan China, dengan Sinopec mencari pembebasan tarif untuk mengimpor minyak AS dalam beberapa bulan mendatang, sumber mengatakan kepada Reuters.
Baca juga: Dolar AS melemah, investor beralih ke aset aman
Baca juga: Harga emas naik signifikan, dipicu jatuhnya saham Amerika Serikat
Baca juga: Wall Street ditutup turun, diguncang kekhawatiran baru potensi resesi
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: