Kajati NTB nilai kasus LCC bermasalah dalam perjanjian agunan
26 Agustus 2019 20:37 WIB
Kajati NTB Arif (kiri) didampingi Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan (kanan), ketika memberikan keterangan persnya di kediaman dinas Kajati NTB, Senin (26/8/2019). (ANTARA/Dhimas BP)
Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Arif menilai kasus dugaan korupsi dalam pembangunan mal Lombok City Center (LCC) yang berada di atas lahan milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat itu bermasalah dalam perjanjian agunannya.
"Perjanjian yang dibuat itu salah. Ada poinnya yang tidak boleh diagunkan tapi diagunkan juga dengan bentuk perjanjian yang begitu banyak," kata Arif di Mataram, Senin.
Dia menjelaskan bahwa salah satu poin yang tertera dalam perjanjiannya itu menjelaskan tentang Pemkab Lombok Barat mendapat bangunan di atas lahan miliknya yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah, PT Patut Patuh Patju (Tripat) tersebut.
Bangunan mal LCC itu dibangun dengan menggunakan uang penyertaan modal PT Tripat dan tanah Pemkab Lombok Barat yang diagunkan ke PT Bank Sinarmas seluas 4,8 hektare oleh pengelola LCC dari pihak ketiga, PT Bliss Pembangunan Sejahtera (BPS).
Baca juga: Penetapan tersangka kasus korupsi aset LCC tunggu audit BPKP
Baca juga: Soal kasus aset LCC, Bank Sinarmas serahkan kepada penyidik kejaksaan
Baca juga: Jaksa agendakan pemeriksaan pejabat Lombok Barat terkait korupsi LCC
"Sertifikatnya tetap atas nama pemerintah di Sinarmas. Diagunkan begitu. Hasil agunan itu dipakai untuk bangunan," ujarnya.
Karenanya, apabila Pemkab Lombok Barat merasa dirugikan dari perjanjian tersebut, maka bisa diajukan gugatan ke pengadilan secara perdata.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan bahwa jaksa penyidik pidsus sudah mengajukan audit kerugian negara ke BPKP NTB. Hal pertama berkaitan dengan pengelolaan penyertaan modal dari Pemkab Lombok Barat sebanyak Rp1,7 miliar. Modal itu yang dipakai dalam kerjasama operasional LCC bersama PT BPS di tahun 2012 silam.
Sebelumnya auditor Inspektorat Lombok Barat menemukan indikasi kerugian negara dari pengelolaan tersebut sebesar Rp502,2 juta. Munculnya dugaan sejumlah uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam penggunaannya meskipun telah tercantum sebagai pernyataan modal.
Kemudian, proses ganti rugi lahan dinas pertanian yang terkena pembangunan LCC di Gerimak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat itu juga disinyalir bermasalah. PT BPS kabarnya membayar ganti rugi lahan sebesar Rp2,7 miliar untuk pembangunan gedung dinas pertanian.
Namun berdasarkan temuan inspektorat, muncul indikasi ongkos pembangunan gedung mal itu hanya sebesar Rp2,04 miliar. Sementara sebesar Rp665,2 juta diduga tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Jadi untuk LCC ini tinggal menunggu dari BPKP hasil auditnya. Sudah selesai itu langsung penetapan tersangka," ucapnya.
"Perjanjian yang dibuat itu salah. Ada poinnya yang tidak boleh diagunkan tapi diagunkan juga dengan bentuk perjanjian yang begitu banyak," kata Arif di Mataram, Senin.
Dia menjelaskan bahwa salah satu poin yang tertera dalam perjanjiannya itu menjelaskan tentang Pemkab Lombok Barat mendapat bangunan di atas lahan miliknya yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah, PT Patut Patuh Patju (Tripat) tersebut.
Bangunan mal LCC itu dibangun dengan menggunakan uang penyertaan modal PT Tripat dan tanah Pemkab Lombok Barat yang diagunkan ke PT Bank Sinarmas seluas 4,8 hektare oleh pengelola LCC dari pihak ketiga, PT Bliss Pembangunan Sejahtera (BPS).
Baca juga: Penetapan tersangka kasus korupsi aset LCC tunggu audit BPKP
Baca juga: Soal kasus aset LCC, Bank Sinarmas serahkan kepada penyidik kejaksaan
Baca juga: Jaksa agendakan pemeriksaan pejabat Lombok Barat terkait korupsi LCC
"Sertifikatnya tetap atas nama pemerintah di Sinarmas. Diagunkan begitu. Hasil agunan itu dipakai untuk bangunan," ujarnya.
Karenanya, apabila Pemkab Lombok Barat merasa dirugikan dari perjanjian tersebut, maka bisa diajukan gugatan ke pengadilan secara perdata.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan bahwa jaksa penyidik pidsus sudah mengajukan audit kerugian negara ke BPKP NTB. Hal pertama berkaitan dengan pengelolaan penyertaan modal dari Pemkab Lombok Barat sebanyak Rp1,7 miliar. Modal itu yang dipakai dalam kerjasama operasional LCC bersama PT BPS di tahun 2012 silam.
Sebelumnya auditor Inspektorat Lombok Barat menemukan indikasi kerugian negara dari pengelolaan tersebut sebesar Rp502,2 juta. Munculnya dugaan sejumlah uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam penggunaannya meskipun telah tercantum sebagai pernyataan modal.
Kemudian, proses ganti rugi lahan dinas pertanian yang terkena pembangunan LCC di Gerimak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat itu juga disinyalir bermasalah. PT BPS kabarnya membayar ganti rugi lahan sebesar Rp2,7 miliar untuk pembangunan gedung dinas pertanian.
Namun berdasarkan temuan inspektorat, muncul indikasi ongkos pembangunan gedung mal itu hanya sebesar Rp2,04 miliar. Sementara sebesar Rp665,2 juta diduga tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Jadi untuk LCC ini tinggal menunggu dari BPKP hasil auditnya. Sudah selesai itu langsung penetapan tersangka," ucapnya.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Tags: