Gorontalo (ANTARA) - "Bunga, kita butuh bunga. Karena standar kita tak boleh bunga imitiasi di hotel." Begitu pernyataan kecil ketika pimpinan Horison grup memeriksa persiapan, satu malam sebelum peresmian Horison Nayumi Gorontalo, Jumat (23/8).

Ternyata kebutuhan bunga satu hotel saja sulit dipenuhi karena pasokan di kota itu terbatas, sehingga muncul celetukan untuk menanam dan berbisnis bunga saja karena kebutuhannya cukup besar dan rutin. Apalagi jika jika ada acara nasional.

Itulah salah satu dampak kecil dari geliat wisata dari pembukaan sebuah hotel saja. Belum lagi tenaga kerja yang dibutuhkan dari hulu ke hilir dalam memajukan wisata.

Membangun sebuah hotel ternyata bukan sekadar investasi dan pernak pernik urusan administrasinya, tetapi juga berdampak pada hal lainnya pada industri pariwisata, seperti suvenir, bahan baku makanan, industri kuliner, terutama industri rumah tangga, destinasi wisata, hingga prasarana dan sarananya.

Di ujungnya, terjadi penyerapan tenaga kerja, dan sudah pasti bukan sekadar tenaga kerja polos saja, tetapi diperlukan tenaga kerja yang profesional di bidangnya, misalnya makanan khas daerah, maka diperlukan juru masak atau tenaga membuat bakpia atau kue perahu (makanan khas daerah) agar rasa dan tampilannya tidak berubah.

Gorontalo sendiri adalah "syurga" wisata karena banyak objek yang wajib dikunjungi, baik air terjung, wisata sejarah, religi, pantai, snorkeling, menyelam dan budaya. Lengkap sudah.

Sebut saja Bukit Layang yang sedang populer bagi kaum muda karena pemandangannya yang indah saat pagi dan malam hari. Lokasinya di Kelurahan Siendeng, Kecamatan Hulonthalangi, Gorontalo.

Lalu wisata religi di Bongo yang menampilkan rumah khas daerah yang beratap melengkung tinggi dan lancip di Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo. Alamnya yang asri dan bernuansa Islami dengan akomodasi relatif lengkap.

Provinsi yang acap panas di siang hari ini juga memiliki wisata air terjun, seperti Air Terjun Hiyaliyo Da'a dan Air Terjun Permai Taludaa.

Hiyaliyo Da'a berada di Desa Didingga, Kecamatan Biawu, Kabupaten Gorontalo Utara, dengan kondisi yang masih alami dan asri. Begitu juga dengan Permai Taludaa yang juga masih asri dengan ketinggian 42 meter dan bentangan air hingga 15 meter.

Permai Taludaa terletak di Desa Taludaa, Kabupaten Bone dan butuh waktu tiga jam perjalanan berkendaraan plus jalan kaki sekitar 2 kilometer dengan medan yang agak sulit. Namun, air terjun ini terlalu indah untuk dilewatkan dan perlu sentuhan pemda agar akses dan fasilitasnya memadai sebagai destinasi unggulan.

Kemudian Pulau Cinta yang kadung viral di media sosial karena pulaunya berbentuk hati (love) dengan terumbu karang yang mengelilinginya. Gorontalo memiliki banyak pantai indah, baik yang masih asri mau pun yang sudah terbuka.

Perlu sentuhan pemda dan kesadaran masyarakat untuk memoles berlian milik mereka menjadi berkilau agar pengunjung dalam dan luar provinsi, juga turis manca negara senang hati singgah.
Horison Nayumi Hotel. (ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS)



Kok nekat

Itu pertanyaan yang muncul dari wartawan ketika konperensi pers sebelum acara peresmian Horison Nayumi Gorontalo, hotel yang disiapkan berbintang 4. Rusjdi Basalamah, Direktur Utama PT Wisata Surya Timur, pemilik hotel yang mempercayakan pengelolaannya pada grup MGM pemilik label Horison mengatakan itu bukan pertanyaan pertama.

Sejak awal pembangunan hotel yang menjadi land mark baru Kota Gorontalo itu sudah muncul pertanyaan itu. Rusjdi, putera daerah dan sempat sekolah hingga SMA di Gorontalo, mengakui dia mau investasi karena ingin membangun daerah asalnya.

Namun, sebagai pengusaha yg sedang membangun apartmen dan hotel di Malang, Jatim, tetap memperhitungkan aspek bisnisnya. Jika, tidak prospektif maka rantai pariwisata yang terbagi dalam dua unsur utama tidak akan jalan, yakni destinasi dan akomodasi.

Bermula dari membangun kompleks pertokoan, membuat Rusjdi harus bolak balik ke Kota Gorontalo dan yang ditemukannya, hotel yang selalu penuh. Dia yang sebelumnya under estimate pada kota masa kecilnya bertanya-tanya, bagaimana mungkin kota kecil yang sebagian orang menjuluki beranda belakang dan hinterland tapi hotelnya selalu penuh.

Dia menangkap peluang, dan bertanya kepada orang nomer satu Kota Gorantalo, Marten Taha. Gayung bersambut karena sang Wali Kota selalu puyeng jika harus mencari kamar jika menjadi tuan rumah perhelatan besar dan berskala nasional. Rumah penduduk yang layak pun menjadi incaran, dan tidak mungkin selamanya begitu.

Jadi pertemuan keduanya seperti simbiosis mutualisma. Rusjdi, dan mungkin juga semua pengusaha, butuh dukungan pemda agar uang yang ditanam tidak sia-sia atau terbengkala lama.

Marten menyatakan itu pada sambutannya. Tiga tahun lalu dia menerima tamu dari Jakarta yang ingin investasi. Bincang-bincang lalu berubah diskusi mendalam, akhirnya sepakat untuk membangun hotel berkelas. Rusjdi yang punya selera, ingin hotel dengan rasa yang berbeda dengan yang sudah ada, baik fisik, interior dan maupun layanannya.
Kolam renang Horison Nayumi Hotel. (ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS)



Hasilnya, sosok gedung berlantai enam itu terlihat menonjol dengan dinding kaca berwarna biru dan pilar penyangga atap beranda yang masif.

Marten menyatakan keberadaan Horison Nayumi Hotel menjadi landmark baru Kota Gorontalo. Tidak hanya itu, dia menyatakan kawasan hotel yang terletak di Jalan Manggis, Kecamatan Dungingi akan diubah menjadi kawasan elit.

Hal itu sesuai dengan pengembangan kota yang menuju ke kawasan barat kota. Jalan Manggis yang dapat dilalui dua arah akan diperlebar.

Gubernur Rusli Habibie yang meresmikan hotel berkamar 101 dengan empat tipe dan 10 ruang pertemuan dan satu ball room tersebut menyatakan dukungan penuh keberadaan akomodasi hotel di wilayahnya. Dia mengimbau pemerintah daerah membantu dan mempermudah ijin. "Jika perlu bangun dulu, baru urus ijinnya," ujar Gubernur.

Rusli juga mengingatkan agar semaksimal mungkin menggunakan pekerja dan potensi daerah, karena provinsi yang melahir banyak orang besar di Indonesia, seperti Pahlawan Nasional Nani Wartabone, budayawan HB Jassin, saintis JA Katili dan lainnya itu tidak kalah dengan pekerja daerah lainnya.
Bayu Waskito (kiri), VP Business Development Metropolitan Golden Mannagement (MGM) pemilik label Horison dan Rusjdi Basalamah (tengah), Direktur Utama PT Wisata Surya Timur, pemilik hotel yang mempercayakan pengelolaannya pada grup MGM pemilik label Horison (ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS)



Sementara Bayu Waskito, VP Business Development Metropolitan Golden Mannagement (MGM) pemilik label Horison menyatakan akan menjadikan Horison Nayumi sebagai resort hotel. Sebagai pengusaha lokal yang mengelola 50 hotel di seluruh Indonesia dan akan menjadi 70 pada 2020, Horison mengedepankan produk dan budaya lokal.

Tidak salah jika Jumat siang itu mereka memajang kain khas daerah Karawo. Tidak hanya itu, menu lokal akan selalu tersedia di jajaran menu makanan saat sarapan, begitu juga dalam menu pilihan di restoran. Nuansa lokal akan menjadi andalan, begitu juga dalam memajukan budaya, seni dan kuliner.

Tidak hanya itu, MGM juga menggunakan 70 persen pekerja lokal untuk menjalankan hotel tersebut. Tidak mudah, karena harus menanamkan budaya kerja dan profesionalisme sesuai standar agar kualitas layanan sama dengan Horison lainnya di seluruh Indonesia.*
Baca juga: Konsep "Nomadic Tourism" bakal diterapkan di Gorontalo
Baca juga: DPRD harapkan pemda tingkatkan infrastruktur kembangkan pariwisata
Baca juga: Gorontalo diminta promosikan 52 pulaunya untuk pikat wisatawan