New York, (ANTARA News) - Dolar AS melemah terhadap euro, Selasa waktu setempat atau Rabu pagi WIB, karena para pedagang memperkirakan Bank Sentral Eropa (ECB) dapat meningkatkan suku bunganya lagi di tengah menguatnya tekanan inflasi. Data inflasi produsen Jerman yang lebih tinggi dari perkiraan dan melonjaknya harga minyak mentah ke rekor puncak baru di atas 129 dolar AS telah menekan dolar, kata para pedagang, demikian diwartakan AFP. Euro dipindahtangankan pada 1,5645 dolar pada 2100 GMT (04.00 WIB), naik dari 1,5509 dolar di New York akhir Senin. Sementara terhadap mata uang Jepang, dolar menguat menjadi 104,47 yen, naik dari 104,31 yen sehari sebelumnya. Dolar berada dalam tekanan setelah Wolfgang Franz, seorang akademisi dan ketua dari lemabag riset Jerman, ZEW, mengatakan ECB dapat memperkuat pengetatan kredit dalam bulan-bulan mendatang dalam menghadapi meningkatnya inflasi. Sehari sebelumnya, ZEW menyatakan ekonomi Jerman terhambat oleh menguatnya euro dan tingginya harga makanan dan energi. Institut ZEW mengatakan indikator dari sentimen ekonomi turun 0,7 poin menjadi minus 41,4 poin dari minus 40,7 poin pada April. para ekonom telah memperkirakan sebuah perbaikan menjadi minus 38 poin. Sementara data dari kantor statistik federal Jerman menunjukkan bahwa harga produsen di ekonomi terbesar Eropa itu naik lebih kuat dari perkiraan, 1,1 persen pada April dari Maret, membuat kenaikan tahunan 5,2 persen. Para analis mengatakan data inflasi dapat menekan ECB untuk mengkaji ulang tingkat suku bunganya. ECB telah mempertahankan suku bunga acuannya pada posisi tertinggi enam tahun pada 4,0 persen sejak Juni. Tingkat suku bunga zona euro lebih tinggi signifikan daripada suku bunga di AS yang saat ini dipatok pada 2,0 persen, merupakan faktor lain yang membuat dolar tertekan turun dalam beberapa bulan terakhir ini. The Fed telah memangkas suku bunga jangka pendeknya sejak September tahun lalu dalam upaya menghadapi merosotnya pasar perumahan dan membekunya kredit. Namun, para ekonom yakin meningkatnya tekanan inflasi di AS, akan memperlembut penurunan suku bunganya. Sebuah survei pemerintah menunjukkan bahwa harga kulakan AS naik 0,2 persen pada April, sementara inflasi inti tidak termasuk makanan dan energi, naik 0,4 persen. Indeks harga produsen (PPI) memberikan kesan tingginya harga pangan dan energi memberikan kontribusi terhadap item-item lainnya yang berpotensi menaikkan inflasi. "Energi akan meroket pada Mei dan secara keseluruhan indeks dapat meningkat," kata Joel Naroff dari Naroff Economic Advisors. Michael Woolfolk dari Bank of New York Mellon mengatakan data inflasi AS gagal mendukung dolar sekalipun dapat mendorong suku bunga naik. Dalam perdagangan terakhir di New York, dolar berada pada 1,0374 franc Swiss, turun dari 1,0535 franc pada Senin. Pound diperdagangkan pada 1,9677 dolar, naik dari 1,9489 dolar sehari sebelumnya. (*)