Karyawan BUMN Dilarang Jadi Pengurus Partai
17 Mei 2008 10:24 WIB
Kendari (ANTARA News) - Karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tenggara (Sultra), dilarang ikut-ikutan menjadi pengurus partai dalam rangka mensukseskan pemilihan kepala daerah atau apa pun yang berkaitan dengan dunia politik.
Sebab kinerja BUMN masih perlu ditingkatkan dan Larangan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 45 tahun 2008, kata Sesmenneg BUMN, Dr Said Didu di Kendari, Sabtu.
Di daerah manapun jika ada pesta demokrasi pemilihan kepala daerah bahkan pada pemilihan Presiden 2009 mendatang, karyawan tidak boleh ikut-ikutan berpolitik, ujarnya.
Menurut dia, ikut-ikutan berpolitik tidak berdampak pada peningkatan kinerja tempat karyawan tersebut bekerja, sehingga produktivitas karyawan semakin kurang dan kinerja perusahaan menurun.
Akibatnya, memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang menjadi tujuan utama tidak tercapai bahkan dari tahun ke tahun semakin menurun, contohnya PT PLN di seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini hampir seluruh PT PLN yang tersebar di berbagai provinsi tidak mampu melayani konsumennya karena kekurangan daya serta terus mengalami kerugian, sehingga untuk mengadakan mesin pembangkit listrik baru sangat kesulitan dan pemadaman listrik bergiliran terpaksa ditempuh.
Dampak dari dunia politik selama ini tidak memberikan kontribusi yang jelas bagi PLN, sehingga untuk memantapkan pelayanan kepada masyarakat, seluruh karyawan termasuk petinggi-petinggi BUMN tidak diperkenankan ikut-ikutan dunia politik, katanya.
Alasan pertama menurut Sekjen Said Didu mengapa karyawan BUMN tidak boleh berpolitik karena selama 10 tahun terakhir BUMN utamanya PT PLN tidak pernah membangun pembangkit listrik dan sibuk dengan pesta demokrasi.
Jadi, lanjut dia, saat ini biarlah para politikus bermain di lingkaran politik dan karyawan BUMN bermain di lingkup BUMN agar kinerjanya bisa semakin membaik dari tahun ke tahun dan pembangunan bisa berjalan terus.
Semua yang menjadi kebutuhan karyawan BUMN sudah dipenuhi sehingga karyawan tersebut dituntut untuk profesional dalam menjalankan tugasnya, sebab semua kebutuhannya diberikan bukan kapasitasnya sebagai anggota partai politik.
Pihaknya menambahkan, BUMN di daerah masih sangat susah mendapatkan lahan, sehingga untuk berkembang di suatu provinsi butuh waktu yang cukup lama.
Menanggapi terjadinya krisis listrik secara nasional, pihaknya menyatakan bahwa salah satu akibat dari krisis tersebut karena BUMN ikut terlibat di dunia politik sehingga kinerja profesional tidak tercapai, bahkan lupa untuk membangun pembangkit listrik.
Untuk menanggulangi krisis tersebut, pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasinya, salah satunya dengan program pembangunan pembangkit listrik 10.000 Mega Watt dan Sultra mendapatkan 2x10 Mega Watt.
"Mengatasi krisis listrik akibat terlena dengan dunia politik selama 10 tahun, tidak semudah membalik telapak tangan dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama walau itu berusaha dipercepat," ujar Said.
Untuk itu, pihaknya meminta pelanggan agar tidak menyalahkan PT PLN di daerah, sebab PLN setiap tahunnya harus menelan kerugian hingga ratusan juta rupiah akibat tingginya biaya produksi sementara penjualan listrik rendah, seperti PT PLN cabang Kendari yang biaya produksinya Rp2.800/kilowatt dan hanya menjualnya Rp560/Kwh.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008
Tags: