Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Mahkamah Agung (MA) sudah memenuhi unsur melakukan melawan hukum, terkait menolaknya diaudit biaya perkara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Dua hal yang sudah memenuhi unsur melawan hukum pada MA, yakni, rendahnya menindaklanjuti laporan dugaan penyimpangan uang dari BPK dan menolak audit biaya perkara," kata Febri Diansyah, peneliti ICW, dalam acara diskusi terbatas "Evaluasi Pengelolaan Keuangan MA dan Audit Biaya Perkara", di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan unsur melawan hukum oleh MA itu dalam biaya perkara, dapat terbukti dari temuan awal BPK adanya rekening Ketua MA, Bagir Manan sebesar Rp7,45 miliar. Kemudian, terdapat salah guna kewenangan jabatan karena mengatur pengelolaan biaya perkara yang tidak transparan dan menghambat KPK BPK menjalankan tugas. "Unsur melawan hukumnya lainnya, yakni, mengelola perkara tidak berdasarkan asas pengelolaan keuangan negara, dan tidak memenuhi kewajiban mengembalikan sisa biaya perkara pada pihak yang berhak," katanya. Ia menyebutkan juga MA tidak menindaklanjuti laporan BPK itu, yang dapat terbukti dari temuan penyimpangan uang pada semester I tahun 2007 sebesar Rp5,82 miliar, namun yang ditindaklanjutinya hanya Rp0. Kemudian, pada semester II tahun 2007, BPK mendapatkan termuan dana sebesar Rp135,61 miliar namun yang baru ditindaklanjuti masih minim, serta tingkat kepatuhan MA itu terhitung sangat rendah hanya 0,27 persen. "Kondisi pengelolaan keuangan di MA itu, menunjukkan buruknya komitmen MA dalam menaati asas pengelolaan keuangan negara," katanya. Di bagian lain, ia juga mengatakan pihaknya menemukan adanya pungutan biaya perkara di pengadilan lebih besar dari biaya yang tertera di Surat Keputusan (SK) MA, seperti, di Pengadilan Negeri (PN) Sleman dengan biaya kasasi yang dipungut Rp1,5 juta seharusnya Rp500 ribu. Kemudian untuk biaya peninjauan kembali (PK) sebesar Rp3,5 juta padahal seharusnya Rp2,5 juta. Demikian pula di PN Jakarta Pusat, biaya kasasi yang dipungut sebesar Rp1,2 juta padahal seharusnya Rp500 ribu. "Parahnya lagi, MA sendiri tidak punya catatan tentang biaya perkara/punguran tambahan di PN dan PT," katanya. Karena itu, ICW merekomendasikan untuk meninjau ulang konsep dan implementasi program pembaruan MA, serta mengumumkan pada publik dalam pengelolaan keuangan MA pasca kebijakan satu atap peradilan sejak 2004. "Kemudian, BPK segera melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan MA, khususnya biaya perkara," katanya. Sebelumnya dilaporkan, Ketua MA, Bagir Manan, menyatakan dirinya tidak mempermasalahkan jika Ketua BPK akan melaporkan MA karena menolak untuk diaudit biaya perkara. "Pokoknya kita buat administrasi yang bagus, kalau nanti diperiksa, kita sudah siap," katanya.(*)