FPKS DPR diminta lebih lantang suarakan pelarangan iklan rokok
21 Agustus 2019 21:20 WIB
Penasihat Senior Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin (kiri depan) ketika memimpin audiensi Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau ke Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR yang diterima Sekretaris FPKS Sukamta (kanan depan) di Sekretariat FPKS DPR di Jakarta, Rabu (21/8/2019) (ANTARA/Dewanto Samodro)
Jakarta (ANTARA) - Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau meminta Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR untuk lebih lantang menyuarakan pelarangan total iklan rokok, terutama dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
"Kami menaruh harapan besar kepada FPKS agar lebih vokal dan aktif dalam menyuarakan kesehatan masyarakat dan meyakinkan fraksi-fraksi lain di DPR agar sepakat melarang total iklan rokok, terutama di media penyiaran," kata Penasihat Senior Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin ketika memimpin audiensi Koalisi ke FPKS DPR di Jakarta, Rabu.
Rafendi mengatakan banyak aspek dalam Undang-Undang Penyiaran yang masuk dalam materi revisi yang naskahnya saat ini masih dalam pembahasan di DPR. Koalisi meminta FPKS mengambil kepemimpinan pada aspek iklan rokok agar dilarang total di media penyiaran.
Menurut Rafendi, DPR dan pemerintah harus mulai memperhatikan aspek kesehatan masyarakat dalam proses legislasi maupun pengambilan kebijakan lainnya.
Baca juga: KPAI dorong pelarangan segala bentuk iklan rokok
"Omong kosong kita bicara tentang bonus demografi dan sumber daya manusia yang unggul bila tidak ada upaya mengendalikan tembakau. Apalagi, data dari pemerintah sendiri menyatakan jumlah perokok muda semakin meningkat," tuturnya.
Sekretaris FPKS Sukamta yang menemui Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau mengatakan pada dasarnya FPKS memiliki perhatian dan kepedulian yang sama terhadap pengendalian tembakau.
"Kita mempunyai perjuangan sama. Rokok tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain," ujar anggota Komisi I DPR itu.
Sukamta mengatakan Indonesia masih banyak menoleransi rokok karena pemerintah mengharapkan pemasukan dari cukai. Padahal bila dihitung, pemasukan dari cukai tembakau tidak sebanding dengan kerugian akibat dampak buruk tembakau.
"Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional, semakin mudah menghitung biaya penyakit akibat rokok. Itu belum aspek lain yang belum dihitung dan nilai kerugiannya lebih besar seperti produktivitas yang hilang akibat sakit karena rokok," katanya.
Terkait permintaan agar FPKS lebih lantang menyuarakan pelarangan iklan rokok di media penyiaran, Sukamta mengatakan aspirasi tersebut akan diterima. Namun, dia meminta Koalisi juga menyampaikan aspirasi tersebut kepada fraksi-fraksi lain di DPR.
Baca juga: Pelarangan iklan rokok di sekolah bantu lindungi anak dari rokok
Baca juga: SAPTA: Idealnya segala bentuk iklan rokok dilarang
"Kami menaruh harapan besar kepada FPKS agar lebih vokal dan aktif dalam menyuarakan kesehatan masyarakat dan meyakinkan fraksi-fraksi lain di DPR agar sepakat melarang total iklan rokok, terutama di media penyiaran," kata Penasihat Senior Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin ketika memimpin audiensi Koalisi ke FPKS DPR di Jakarta, Rabu.
Rafendi mengatakan banyak aspek dalam Undang-Undang Penyiaran yang masuk dalam materi revisi yang naskahnya saat ini masih dalam pembahasan di DPR. Koalisi meminta FPKS mengambil kepemimpinan pada aspek iklan rokok agar dilarang total di media penyiaran.
Menurut Rafendi, DPR dan pemerintah harus mulai memperhatikan aspek kesehatan masyarakat dalam proses legislasi maupun pengambilan kebijakan lainnya.
Baca juga: KPAI dorong pelarangan segala bentuk iklan rokok
"Omong kosong kita bicara tentang bonus demografi dan sumber daya manusia yang unggul bila tidak ada upaya mengendalikan tembakau. Apalagi, data dari pemerintah sendiri menyatakan jumlah perokok muda semakin meningkat," tuturnya.
Sekretaris FPKS Sukamta yang menemui Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau mengatakan pada dasarnya FPKS memiliki perhatian dan kepedulian yang sama terhadap pengendalian tembakau.
"Kita mempunyai perjuangan sama. Rokok tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain," ujar anggota Komisi I DPR itu.
Sukamta mengatakan Indonesia masih banyak menoleransi rokok karena pemerintah mengharapkan pemasukan dari cukai. Padahal bila dihitung, pemasukan dari cukai tembakau tidak sebanding dengan kerugian akibat dampak buruk tembakau.
"Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional, semakin mudah menghitung biaya penyakit akibat rokok. Itu belum aspek lain yang belum dihitung dan nilai kerugiannya lebih besar seperti produktivitas yang hilang akibat sakit karena rokok," katanya.
Terkait permintaan agar FPKS lebih lantang menyuarakan pelarangan iklan rokok di media penyiaran, Sukamta mengatakan aspirasi tersebut akan diterima. Namun, dia meminta Koalisi juga menyampaikan aspirasi tersebut kepada fraksi-fraksi lain di DPR.
Baca juga: Pelarangan iklan rokok di sekolah bantu lindungi anak dari rokok
Baca juga: SAPTA: Idealnya segala bentuk iklan rokok dilarang
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: