Jakarta (ANTARA) - Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas ( BPH Migas) menduga adanya temuan data mengenai kelebihan kuota bahan bakar minyak jenis solar di 10 kota Indonesia.

"Ada potensi over kuota sebesar 0,8 KL sampai 1,4 juta KL hingga akhir tahun,” kata Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa di Kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu.

Data verifikasi BPH Migas menunjukkan, realisasi volume solar sampai dengan Juli 2019 sebesar 9,04 juta kilo liter (KL) atau sebanyak 62 persen dari total kuota. Proyeksi dari jumlah tersebut hingga akhir tahun realisasi volume solar sebesar 15,31-15,94 juta KL.

Sedangkan menurut catatan pada nota keuangan APBN 2019 volume BBM bersubsidi jenis solar hanya 14,5 juta KL.

Fanshurullah menduga adanya ketidakpatuhan dalam penyaluran jenis BBM tertentu kepada konsumen. Dugaan tersebut mengarah pada penggunaan BBM bersubsidi tersebut untuk kebutuhan perkebunan dan tambang.

"Daerah yang kelebihan kuota tersebut adalah Riau Sumatera Barat, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan," katanya.

Berdasarkan temuan tersebut BPH Migas telah mengeluarkan surat edaran kepada Pertamina untuk melakukan pengendalian solar, yang berlaku efektif mulai 1 Agustus 2019.

Isi pokok dalam surat edaran tersebut diantaranya terkait larangan pembelian solar bersubsidi bagi kendaraan pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam baik dalam kondisi bermuatan atau tanpa muatan.

Kemudian, maksimal pembelian solar subsidi bagi angkutan barang roda 4 sebanyak 30 liter/hari, roda 6 sebanyak 60 liter/hari dan kendaraan pribadi sebanyak 20 liter/hari.

Lebih lanjut, dalam surat edaran tersebut tertuang pelarangan penggunaan solar subsidi untuk kendaraan berplat merah, mobil TNI/Polri dan sarana transportasi air milik pemerintah.

Baca juga: BPH Migas perkirakan kebutuhan gas untuk pemindahan ibukota mencukupi
Baca juga: BPH Migas: kontribusi hilir migas diperkirakan Rp1,3 triliun