BNPT berikan tips agar mahasiswa baru tak terpapar paham radikal
20 Agustus 2019 16:48 WIB
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli, pada kegiatan Dialog Pelibatan Civitas Academica dalam Pencegahan Terorisme, di Kampus Universitas Lampung, Bandarlampung, Selasa (20/8/2019). (Antara Lampung/HO)
Bandarlampung (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Lampung memberikan sejumlah tips agar mahasiswa baru tidak terpapar paham radikal yaitu terorisme.
"Pertama kuncinya ada pada dosen saat pengenalan, terutama dosen pendamping. Dosen pendamping harus peka dan bisa memetakan ini siapa dan bagaimana karakternya," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli, pada kegiatan Dialog Pelibatan Civitas Academica dalam Pencegahan Terorisme, di Kampus Universitas Lampung, Bandarlampung, Selasa.
Tips kedua, lanjut dia, adalah perlu pengawasan dari pemangku kepentingan di perguruan tinggi terhadap mahasiswa di lingkungan tempat tinggalnya.
"Tempat tinggal bisa di asrama atau di kos-kosan, jika mahasiswa ada di luar kampus. Bagaimana pergaulannya perlu dilakukan pengawasan," ujarnya pula.
Selanjutnya yang juga harus diawasi dari mahasiswa baru adalah aktivitas keagamaan yang diikutinya, terutama forum-forum pengajian.
Baca juga: BNPT minta mahasiswa berani laporkan indoktrinasi radikalisme
Hamli menegaskan tidak menyalahkan pengajiannya, melainkan mengungkap fakta adanya kelompok tertentu yang menyalahgunakan aktivitas itu untuk penyebarluasan paham radikal yaitu terorisme.
"Ini hasil pemantauan. Faktanya memang ada kelompok tertentu yang menyalahgunakan pengajian untuk menyebar paham radikal terorisme. Bukan pengajiannya yang salah, tapi oknum yang memanfaatkannya untuk tujuan jahat," kata Hamli.
Baca juga: Kemenhan teliti literasi mahasiswa untuk cegah terorisme
Pengajar Sekolah Kajian Global Strategic (SKSG) Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah membenarkan fakta yang diungkapkan oleh Brigjen Hamli.
Menurut dia, khusus untuk penyebarluasan paham radikal terorisme, hal itu biasa terjadi di awal penerimaan mahasiswa.
"Mungkin di sini pernah ada yang mengalami. Nanti kalau masuk ke kampus A, B, dan C hubungi si A, B, dan C. Sudah diarahkan sejak dari masuk. Jaringan mereka memang sangat kuat dari dalam dan luar kampus," ujar Syauqillah.
Merespons hal tersebut, Syauqillah menekankan pentingnya penanaman pemahaman keagamaan dan kebangsaan bagi generasi muda.
"Seluruh kalangan di lingkungan kampus juga harus bahu-membahu melindungi mahasiswa baru dari pengaruh paham radikal terorisme," katanya lagi.
Baca juga: Mahasiswa diminta lakukan kontranarasi lawan radikalisme-terorisme
Mantan narapidana terorisme Kurnia Widodo menyampaikan pengalamannya kepada mahasiswa untuk dijadikan pembelajaran bersama, agar tidak terjerumus ke dalam jaringan pelaku. Semuanya bisa diawali dengan langkah yang tepat dalam pertemanan.
"Bukannya Rasulullah SAW memerintahkan berteman dengan penjual parfum agar terpapar aroma wangi. Saya sendiri menjadi pelaku karena salah dalam memilih teman. Karena itu, adik-adik di sini saya minta jangan salah dalam pertemanan," ujar Kurnia.
"Pertama kuncinya ada pada dosen saat pengenalan, terutama dosen pendamping. Dosen pendamping harus peka dan bisa memetakan ini siapa dan bagaimana karakternya," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli, pada kegiatan Dialog Pelibatan Civitas Academica dalam Pencegahan Terorisme, di Kampus Universitas Lampung, Bandarlampung, Selasa.
Tips kedua, lanjut dia, adalah perlu pengawasan dari pemangku kepentingan di perguruan tinggi terhadap mahasiswa di lingkungan tempat tinggalnya.
"Tempat tinggal bisa di asrama atau di kos-kosan, jika mahasiswa ada di luar kampus. Bagaimana pergaulannya perlu dilakukan pengawasan," ujarnya pula.
Selanjutnya yang juga harus diawasi dari mahasiswa baru adalah aktivitas keagamaan yang diikutinya, terutama forum-forum pengajian.
Baca juga: BNPT minta mahasiswa berani laporkan indoktrinasi radikalisme
Hamli menegaskan tidak menyalahkan pengajiannya, melainkan mengungkap fakta adanya kelompok tertentu yang menyalahgunakan aktivitas itu untuk penyebarluasan paham radikal yaitu terorisme.
"Ini hasil pemantauan. Faktanya memang ada kelompok tertentu yang menyalahgunakan pengajian untuk menyebar paham radikal terorisme. Bukan pengajiannya yang salah, tapi oknum yang memanfaatkannya untuk tujuan jahat," kata Hamli.
Baca juga: Kemenhan teliti literasi mahasiswa untuk cegah terorisme
Pengajar Sekolah Kajian Global Strategic (SKSG) Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah membenarkan fakta yang diungkapkan oleh Brigjen Hamli.
Menurut dia, khusus untuk penyebarluasan paham radikal terorisme, hal itu biasa terjadi di awal penerimaan mahasiswa.
"Mungkin di sini pernah ada yang mengalami. Nanti kalau masuk ke kampus A, B, dan C hubungi si A, B, dan C. Sudah diarahkan sejak dari masuk. Jaringan mereka memang sangat kuat dari dalam dan luar kampus," ujar Syauqillah.
Merespons hal tersebut, Syauqillah menekankan pentingnya penanaman pemahaman keagamaan dan kebangsaan bagi generasi muda.
"Seluruh kalangan di lingkungan kampus juga harus bahu-membahu melindungi mahasiswa baru dari pengaruh paham radikal terorisme," katanya lagi.
Baca juga: Mahasiswa diminta lakukan kontranarasi lawan radikalisme-terorisme
Mantan narapidana terorisme Kurnia Widodo menyampaikan pengalamannya kepada mahasiswa untuk dijadikan pembelajaran bersama, agar tidak terjerumus ke dalam jaringan pelaku. Semuanya bisa diawali dengan langkah yang tepat dalam pertemanan.
"Bukannya Rasulullah SAW memerintahkan berteman dengan penjual parfum agar terpapar aroma wangi. Saya sendiri menjadi pelaku karena salah dalam memilih teman. Karena itu, adik-adik di sini saya minta jangan salah dalam pertemanan," ujar Kurnia.
Pewarta: Agus Wira Sukarta
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Tags: