Kediri (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengungkapkan panen bawang merah melalui demplot skala usaha ternyata hasilnya cukup memuaskan hingga lebih dari 20 ton per hektare.
"Panen tahun ini bagus, musimnya juga tepat jadi petani bisa hasilkan lebih dari 20 ton per hektare," kata Kepala Dinas Pertanian Nganjuk Judi Ernanto di Nganjuk, Senin.
Ia mengatakan, luas lahan yang ditanami bawang merah di Nganjuk pada musim tanam tahun 2019 ini sekitar 400 hektare, yang mayoritas tanaman bawang ditanam di Kecamatan Rejoso, Nganjuk. Jenis bawang yang ditanam mayoritas Tajuk.
Untuk potensi produksi bawang merah di Kabupaten Nganjuk luas lahan sebanyak 4.200 hektare, dengan hasil bisa lebih dari 63.000 ton dalam sekali musim tanam.
Pemkab Nganjuk melalui Dinas Pertanian juga bekerjasama dengan Kantor Perwakilan BI Kediri, Gapoktan Karya Abadi, Gapoktan Luru Luhur, Pusat Kajian Hortikultura IPB, dan Uniska Kediri untuk demplot tersebut.
Demplot itu bertujuan untuk meningkatkan kepedulian petani akan perlunya penyehatan lahan agar kejadian penurunan kesuburan tanah dapat dicegah, bahkan dapat diperbaiki dimasa mendatang.
Kegiatan ini sekaligus memberikan gambaran dan contoh kepada petani bawang merah di Nganjuk akan manfaat penggunaan bahan organik bagi penanaman bawang merah melalui demplot skala usaha pada lahan kelompok tani maju yang membandingkan teknik pengelolaan lahan secara konvensional, menggunakan bahan organik terdokompisisi dilengkapi dengan Kalsium (Ca), serta bahan pembenah tanah hasil pabrikasi.
Dengan itu, diperoleh gambaran secara jelas pola pengelolaan lahan yang mana yang mampu memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan hasil panen bawang merah yang menguntungkan.
Pihaknya mendukung penuh program ini, sebab petani diajarkan untuk memaksimalkan produksi. Salah satu tantangan besar pertanian Indonesia adalah penurunan kesuburan tanah secara berkelanjutan. Kondisi tersebut bisa menurunkan produktivitas lahan, peningkatan serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), peningkatan biaya produksi, yang pada ujungnya akan menurunkan kesejahteraan petani dan daya saing produk pertanian Indonesia akan makin rendah.
Bahkan, ke depannya bisa terjadi penurunan kesuburan tanah karena akumulasi dari banyak faktor di antaranya indek tanam yang tinggi, penggunaan pupuk an-organik yang kurang bijaksana, pemakaian pestisida berlebihan dan juga perubahan iklim. Bahkan, pengembalian kesuburan tanah akan makin sulit dilakukan bila kesuburan makin rendah, sehingga tindakan menjaga kesuburan tanah harus menjadi perhatian.
"Kami tingkatkan sinergitas karena kerjasama ini sangat membantu petani dalam permodalan, sehingga usaha ini bisa dikembangkan dan terus ada inovasi terbaik. Alhamdulillah saat ini serangan hama juga bisa dikendalikan, jadi ketimbang tahun lalu bagus tahun panen tahun ini," ujar dia.
Ia juga menambahkan, Nganjuk merupakan daerah penghasil bawang terbesar ke dua di Indonesia setelah Brebes, Jawa Tengah. Pemerintah Kabupaten Nganjuk juga terus mendorong petani agar melakukan intensifikasi, mengingat luasan lahan yang tetap. Dengan intensifikasi, kendati lahan tetap hasil bisa dioptimalkan.
Bahkan, lanjut dia, dengan produksi bawang merah hingga sekitar 20 ton per hektare, lebih bagus ketimbang produksi tahun-tahun sebelumnya, dimana sebelumnya hanya sekitar 16 ton per hektare. Bahkan, BI memperkirakan produksi bisa antara 28 -29 ton per hektare.
"Masyarakat semakin bersemangat, karena sebelumnya rata-rata produksi sekitar 16 ton per hektare. Kami berusaha melakukan intensifikasi, jadi meningkatkan produksi," ujar dia.
Panen bawang merah di Nganjuk bagus, lebih dari 20 ton per hektare
19 Agustus 2019 13:01 WIB
Petani panen bawang merah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. ANTARA/Prasetia Fauzani
Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019
Tags: