Pansel KPK setuju pendapat Jokowi ukuran pemberantasan korupsi diubah
17 Agustus 2019 10:57 WIB
Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK periode 2019-2023 Yenti Ganarsih (tengah) bersama Wakil Ketua Indriyanto Seno Adji (kiri) dan anggota Harkristuti Harkrisnowo (kanan) memberikan keterangan pers terkait hasil uji kompetensi calon pimpinan KPK di Jakarta, Senin (22/7/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Pansel Capim KPK setuju dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa ukuran pemberantasan korupsi harus diubah dari jumlah kasus dan pelaku yang ditangkap menjadi potensi korupsi yang bisa dicegah dan potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan.
Menurut Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) Yenti Ganarsih, pandangan Presiden tersebut memang sudah menjadi pemikiran Pansel selama ini.
"Kami sejalan dengan pandangan Presiden bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi itu bukan OTT yang banyak. Justru semakin banyak OTT, kita gagal dalam pencegahan korupsinya," kata Yenti di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Pansel tak ingin pimpinan KPK "lemot"
Baca juga: Pansel capim KPK akan serahkan 10 nama ke Presiden pada 2 September
Baca juga: Hakim Nawawi: Pimpinan KPK sepantasnya ada unsur polisi dan jaksa
Yenti mengatakan masih maraknya korupsi meski operasi tangkap tangan (OTT) banyak dilakukan menandakan penindakan selama ini belum menimbulkan efek jera. Oleh karena itu, lanjut dia, harus ada peningkatan sistem pemberantasan korupsi.
"Jadi, harusnya orang tidak korupsi bukan karena takut ditangkap, tapi karena sistem yang tidak memungkinkan atau meminimalisir potensi korupsi itu. Di situlah pencegahannya," kata Yenti.
Yenti juga mengamini pernyataan Presiden Jokowi bahwa pencegahan korupsi juga tidak boleh mengganggu keberanian berinovasi. Menurutnya, penegakan hukum pidana memang harus hati-hati agar tidak justru kontraproduktif.
"Misalnya, sangking takutnya, anggaran jadi tidak terserap. Di sisi lain harusnya ya tidak usah takut selama melakukannya sesuai koridor. Jadi, ini akan kita evaluasi, termasuk apakah ada penegakan hukum yang overaction yang menyebabkan hal tersebut," ujar Yenti.
Lebih jauh Yenti mengatakan, tantangan KPK ke depan salah satunya adalah tentang profesionalisme yang terkait dengan kemampuan teknis penegakan hukum itu sendiri. Misalnya, bagaimana agar tidak terjadi lagi penundaan penyidikan yang terlalu lama.
"Biasanya kalau korupsinya bersama-sama, seharusnya semua pelakunya naik (penyidikan dan sidang) bersama-sama," ujar Yenti memberi contoh penanganan korupsi Garuda dan Pelindo II.
Profesionalisme hukum itu, kata Yenti, termasuk dalam hal pengumuman tersangka korupsi kepada publik.
"Jangan bilang nanti bulan depan ada tersangka, nanti kalau gagal bagaimana, dan sebagainya," kata Yenti.
Menurut Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) Yenti Ganarsih, pandangan Presiden tersebut memang sudah menjadi pemikiran Pansel selama ini.
"Kami sejalan dengan pandangan Presiden bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi itu bukan OTT yang banyak. Justru semakin banyak OTT, kita gagal dalam pencegahan korupsinya," kata Yenti di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Pansel tak ingin pimpinan KPK "lemot"
Baca juga: Pansel capim KPK akan serahkan 10 nama ke Presiden pada 2 September
Baca juga: Hakim Nawawi: Pimpinan KPK sepantasnya ada unsur polisi dan jaksa
Yenti mengatakan masih maraknya korupsi meski operasi tangkap tangan (OTT) banyak dilakukan menandakan penindakan selama ini belum menimbulkan efek jera. Oleh karena itu, lanjut dia, harus ada peningkatan sistem pemberantasan korupsi.
"Jadi, harusnya orang tidak korupsi bukan karena takut ditangkap, tapi karena sistem yang tidak memungkinkan atau meminimalisir potensi korupsi itu. Di situlah pencegahannya," kata Yenti.
Yenti juga mengamini pernyataan Presiden Jokowi bahwa pencegahan korupsi juga tidak boleh mengganggu keberanian berinovasi. Menurutnya, penegakan hukum pidana memang harus hati-hati agar tidak justru kontraproduktif.
"Misalnya, sangking takutnya, anggaran jadi tidak terserap. Di sisi lain harusnya ya tidak usah takut selama melakukannya sesuai koridor. Jadi, ini akan kita evaluasi, termasuk apakah ada penegakan hukum yang overaction yang menyebabkan hal tersebut," ujar Yenti.
Lebih jauh Yenti mengatakan, tantangan KPK ke depan salah satunya adalah tentang profesionalisme yang terkait dengan kemampuan teknis penegakan hukum itu sendiri. Misalnya, bagaimana agar tidak terjadi lagi penundaan penyidikan yang terlalu lama.
"Biasanya kalau korupsinya bersama-sama, seharusnya semua pelakunya naik (penyidikan dan sidang) bersama-sama," ujar Yenti memberi contoh penanganan korupsi Garuda dan Pelindo II.
Profesionalisme hukum itu, kata Yenti, termasuk dalam hal pengumuman tersangka korupsi kepada publik.
"Jangan bilang nanti bulan depan ada tersangka, nanti kalau gagal bagaimana, dan sebagainya," kata Yenti.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Tags: