Sikap Jokowi terkait amendemen UUD 1945 dipuji
16 Agustus 2019 17:59 WIB
Jakarta, 31/8 (ANTARA NEWS) - Pakar komunikasi politik dari Universitas Gajah Mada, Nyarwi Ahmad, menilai Indonesia saat ini sedang terjadi ledakan partisipasi politik yang tampak dari penggunaan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan lainnya berkaitan dengan konten politik. foto humas MPR
Jakarta (ANTARA) - Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengisyaratkan menolak amendemen terbatas UUD 1945 untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang menetapkan GBHN dipuji Director for Presidential Studies-DECODE UGM Nyarwi Ahmad.
Sikap Jokowi yang berseberangan dengan PDIP selaku pendorong utama amendemen terbatas UUD 1945 itu dinilai Nyarwi Ahmad tidak sekadar sikap yang tegas, berani, dan perlu diapresiasi.
"Lebih dari itu, hal tersebut juga menunjukkan komitmen yang serius Pak Jokowi pada perkembangan demokrasi kita di masa mendatang," ujar Nyarwi Ahmad dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pengamat: Rakyat tak dukung presiden dipilih MPR
Dalam konteks yang lebih luas, kata Nyarwi Ahmad, sikap Jokowi tersebut menunjukkan dirinya seorang presiden yang memiliki komitmen untuk menjaga kelangsungan demokrasi di negeri ini.
Sikap dan pandangan Jokowi tersebut juga dinilai Nyarwi Ahmad menunjukkan Jokowi makin independen dari PDIP meski pernah diusung dan didukung oleh partai ini untuk memenangkan pilpres selama dua kali berturut turut.
"Pak Jokowi tampak menunjukkan posisi dirinya sebagai sosok presiden, bukan sekadar petugas partai atau kader PDIP," kata Nyarwi Ahmad.
Terkait dengan GBHN, Nyarwi Ahmad menilai agenda penempatan kembali GBHN sebagaimana masa Orde Baru punya konsekuensi mengembalikan kembali posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Baca juga: Pengamat setuju amendemen terbatas UUD 1945
"Kalau ini yang terjadi jelas sangat berbahaya bagi kelangsungan sistem demokrasi yang sudah kita bangun dan kembangkan sejak pascareformasi," kata Nyarwi Ahmad.
Amandemen yang mengembalikan lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara, menurut Nyarwi Ahmad bisa memberikan angin segar bagi kelompok-kelompok parpol dan politisi konservatif dengan alam pikir Orba agar presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR.
Menurut Nyarwi Ahmad, GBHN juga akan mengurangi kelincahan kepemimpinan presiden dalam merespons perkembangan ekonomi dan politik global yang sangat cepat dan kompleks.
Baca juga: Surya Paloh sebut amendemen UUD 45 perlu dikaji
"Adanya GBHN bisa membatasi kreativitas dan inovasi Pak Jokowi sebagai presiden," kata Nyarwi Ahmad.
Sikap Jokowi yang berseberangan dengan PDIP selaku pendorong utama amendemen terbatas UUD 1945 itu dinilai Nyarwi Ahmad tidak sekadar sikap yang tegas, berani, dan perlu diapresiasi.
"Lebih dari itu, hal tersebut juga menunjukkan komitmen yang serius Pak Jokowi pada perkembangan demokrasi kita di masa mendatang," ujar Nyarwi Ahmad dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pengamat: Rakyat tak dukung presiden dipilih MPR
Dalam konteks yang lebih luas, kata Nyarwi Ahmad, sikap Jokowi tersebut menunjukkan dirinya seorang presiden yang memiliki komitmen untuk menjaga kelangsungan demokrasi di negeri ini.
Sikap dan pandangan Jokowi tersebut juga dinilai Nyarwi Ahmad menunjukkan Jokowi makin independen dari PDIP meski pernah diusung dan didukung oleh partai ini untuk memenangkan pilpres selama dua kali berturut turut.
"Pak Jokowi tampak menunjukkan posisi dirinya sebagai sosok presiden, bukan sekadar petugas partai atau kader PDIP," kata Nyarwi Ahmad.
Terkait dengan GBHN, Nyarwi Ahmad menilai agenda penempatan kembali GBHN sebagaimana masa Orde Baru punya konsekuensi mengembalikan kembali posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Baca juga: Pengamat setuju amendemen terbatas UUD 1945
"Kalau ini yang terjadi jelas sangat berbahaya bagi kelangsungan sistem demokrasi yang sudah kita bangun dan kembangkan sejak pascareformasi," kata Nyarwi Ahmad.
Amandemen yang mengembalikan lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara, menurut Nyarwi Ahmad bisa memberikan angin segar bagi kelompok-kelompok parpol dan politisi konservatif dengan alam pikir Orba agar presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR.
Menurut Nyarwi Ahmad, GBHN juga akan mengurangi kelincahan kepemimpinan presiden dalam merespons perkembangan ekonomi dan politik global yang sangat cepat dan kompleks.
Baca juga: Surya Paloh sebut amendemen UUD 45 perlu dikaji
"Adanya GBHN bisa membatasi kreativitas dan inovasi Pak Jokowi sebagai presiden," kata Nyarwi Ahmad.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: