Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyeru ke masyarakat, khususnya kaum muslim, agar tidak melakukan kekerasan dalam bentuk apa pun terhadap anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). "Kami selalu menyatakan kepada publik baik secara lisan maupun tertulis bahwa MUI sama sekali tidak membenarkan tindak kekerasan dilakukan terhadap jemaah Ahmadiyah," kata Amidhan, salah satu Ketua MUI, di Jakarta, Rabu. MUI, kata dia, berpegang pada dalil Al Quran dan Hadis Nabi yang menyatakan bahwa siapa saja yang menganiaya atau membunuh seseorang yang tidak berdosa tanpa alasan, maka ia telah membunuh manusia seluruhnya. Bahkan, ia melanjutkan, ada sebuah hadis yang menyatakan bahwa dalam keadaan perang sekalipun tidak diperbolehkan merusak atau membakar tempat ibadah umat agama lain dan menganiaya atau membunuh perempuan, anak dan penduduk lanjut usia. "Berdasarkan dalil tersebut maka kami menyatakan bahwa tidak boleh ada kekerasan atau tindakan anarkis yang dilakukan atas nama agama," katanya. Ia juga menyesalkan, akhir-akhir ini ada pihak tertentu yang melakukan tindak kekerasan dan mengaitkannya dengan fatwa MUI tentang kesesatan jemaah Ahmadiyah. "Padahal fatwa MUI adalah satu hal, dan tindak kekerasan adalah hal yang lain," katanya. Ia mencontohkan, dalam kasus perusakan aset jemaah Ahmadiyah di Sukabumi, Jawa Barat pada 28 April 2008 ada pihak tertentu yang menuding bahwa hal itu terkait dengan fatwa MUI. Untuk menjernihkan masalah itu, kata dia, MUI kemudian membentuk Tim Pencari Fakta dan menurunkannya ke lokasi kejadian untuk mengumpulkan data dan fakta tentang peristiwa tersebut. "Kami tidak membenarkan kejadian itu dan kami ikut mencari aktor intelektual di balik kejadian itu dengan menurunkan Tim Pencari Fakta yang diketuai pak Achmad Cholil Ridwan," kata Amidhan. Pihaknya, kata Amidhan, juga meminta aparat yang berwajib untuk memeriksa kasus itu dengan sungguh-sungguh dan menyampaikan hasilnya kepada masyarakat. "Kepada yang terbukti melanggar, hukum juga harus ditegakkan supaya tidak ada individu atau pihak tertentu yang berusaha memanfaatkan peluang untuk menyusup dan melakukan provokasi yang memicu kerusuhan," katanya menambahkan. (*)