Sidang Tahunan MPR
Pengamat nilai kendala dan tantangan lembaga negara luput ditampilkan
16 Agustus 2019 17:01 WIB
Ketua MPR Zulkifli Hasan (ketiga kiri) memimpin Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono menilai laporan kinerja lembaga negara yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Sidang Tahunan MPR luput menampilkan kendala dan tantangan yang dihadapi lembaga negara tersebut.
"Pidato itu menutup fakta persoalan yang dihadapi lembaga-lembaga negara. Semua yang ditampilkan itu isinya baik-baik semua," kata Bayu kepada Antara saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, hendaknya lembaga negara secara sportif mengakui banyak persoalan di lembaga negara.
Ia mencontohkan DPR masih banyak anggota dewan yang terkena kasus korupsi. Kasus terakhir suap impor bawang putih, banyaknya proyek-proyek yang melibatkan DPR hingga terjerat kasus korupsi, malasnya anggota DPR bersidang, target legislasi yang tidak selalu tercapai.
Baca juga: IGJ sebut Presiden perlu perjelas upaya atasi hambatan regulasi
"Legislasi malas bersidang, kasus korupsi di DPR kenapa tidak mau secara jujur diakui, DPR kita masih punya banyak problem," katanya.
Contoh berikutnya, Mahkamah Agung (MA) masih banyak jaksa yang ditangkap karena kasus korupsi dan masih banyak pekerjaan rumah dalam sistem peradilan.
Begitu juga di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ada oknum-oknum yang terlibat dalam kasus jual beli. Komisi Yudisial (KY) dinilai sibuk dengan dirinya sendiri di tengah banyaknya hakim yang ditangkap karena kasus korupsi tapi tidak diproses secara etik.
"KY sekarang tidak lebih sekarang dari sebuah pansel (panitia seleksi). Pansel mahkamah, padahal fungsinya bukan itu. KY itu mencegah penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh hakim," katanya.
Baca juga: Pengamat nilai pidato Presiden soal aturan menyulitkan sangat relevan
Menurut Bayu, harusnya lembaga-lembaga negara berani terbuka mengakui kendala-kendala yang dihadapinya.
"Kasih tahu masyarakat punya masalah ini itu, ajak masyarakat untuk bersama sama menyelesaikan," kata Bayu.
"Pidato itu menutup fakta persoalan yang dihadapi lembaga-lembaga negara. Semua yang ditampilkan itu isinya baik-baik semua," kata Bayu kepada Antara saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, hendaknya lembaga negara secara sportif mengakui banyak persoalan di lembaga negara.
Ia mencontohkan DPR masih banyak anggota dewan yang terkena kasus korupsi. Kasus terakhir suap impor bawang putih, banyaknya proyek-proyek yang melibatkan DPR hingga terjerat kasus korupsi, malasnya anggota DPR bersidang, target legislasi yang tidak selalu tercapai.
Baca juga: IGJ sebut Presiden perlu perjelas upaya atasi hambatan regulasi
"Legislasi malas bersidang, kasus korupsi di DPR kenapa tidak mau secara jujur diakui, DPR kita masih punya banyak problem," katanya.
Contoh berikutnya, Mahkamah Agung (MA) masih banyak jaksa yang ditangkap karena kasus korupsi dan masih banyak pekerjaan rumah dalam sistem peradilan.
Begitu juga di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ada oknum-oknum yang terlibat dalam kasus jual beli. Komisi Yudisial (KY) dinilai sibuk dengan dirinya sendiri di tengah banyaknya hakim yang ditangkap karena kasus korupsi tapi tidak diproses secara etik.
"KY sekarang tidak lebih sekarang dari sebuah pansel (panitia seleksi). Pansel mahkamah, padahal fungsinya bukan itu. KY itu mencegah penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh hakim," katanya.
Baca juga: Pengamat nilai pidato Presiden soal aturan menyulitkan sangat relevan
Menurut Bayu, harusnya lembaga-lembaga negara berani terbuka mengakui kendala-kendala yang dihadapinya.
"Kasih tahu masyarakat punya masalah ini itu, ajak masyarakat untuk bersama sama menyelesaikan," kata Bayu.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: