Pontianak (ANTARA News) - Ratusan petani yang tergabung dalam PRKB (Persatuan Rakyat Kalimantan Barat) menuntut pemerintah menghentikan perluasan lahan perkebunan sawit, karena selain merusak lingkungan juga banyak merugikan para petani, kata Koordinator Lapangan PRKB Puryadi Hartono. "Tidak sedikit perluasan perkebunan sawit yang telah membuat rakyat sengsara, misalnya banyak tanah milik adat yang dipergunakan untuk perluasan perkebunan, dan perkebunan hanya menjadikan rakyat pekerja," kata Puryadi Hartono, saat berorasi dalam aksi bersama buruh di teras depan gedung DPRD Kalbar, di Pontianak, Senin. Selain menolak perluasan perkebunan sawit, PRKB juga mengajukan tuntutan kepada wakil rakyat di antaranya menuntut legalisasi tanah-tanah yang telah diolah dan dimanfaatkan oleh kaum tani. "Kembalikan tanah-tanah kami yang telah dirampas untuk kepentingan perluasan perkebunan," ujarnya. Aksi besar-besaran berbagai elemen masyarakat dan buruh di Pontianak dalam rangka peringatan Hari Buruh Sedunia 2008 itu baru digelar hari Senin karena pada 1 Mei yang selalu menjadi tanggal pelaksanaan hari Buruh Sedunia atau May Day, merupakan hari libur agama. Aksi yang diawali dengan "long march" dari tugu Digulis Bundaran Universitas Tanjungpura itu juga diisi dengan aksi teaterikal dan mendengarkan sejumlah lagu bertema solidaritas terhadap buruh. Wakil Ketua DPRD Kalbar, Arya Tanjung mengatakan, pihaknya mendukung sepenuhnya tuntutan para buruh dan petani yang selama ini hanya menjadi korban kebijakan dari pemerintah. "Kami akan bersama-sama rakyat dalam memperjuangkan hak-hak rakyat yang selama ini tertindas," ujar Arya Tanjung menjawab berbagai tuntutan rakyat yang menginginkan wakilnya tidak hanya sekedar mengobral janji, tetapi bukti. Sebelumnya, Koordinator Program Pelayanan Konservasi Orangutan (OCSP) Kalimantan Barat, Darmawan Liswanto mendesak pemerintah agar lebih teliti memberikan izin pengembangan sawit di Kalbar, karena berdasarkan pengalaman tidak sedikit izin pengembangan sawit hanya untuk melegalkan penebangan hutan. "Kita melihat banyak izin pengembangan sawit hanya modus untuk menebang kayu yang berada di atas lahan yang akan ditanami sawit," kata Darmawan Liswanto mengingatkan pemerintah. Ia meminta, instansi terkait selalu mengawasi gerak-gerik pemilik izin pengembangan sawit yang sudah mulai melakukan aktivitasnya. "Apakah benar mereka akan menanam sawit atau malah menebang kayu untuk dijual kembali, setelah itu lahan tersebut dibiarkan terlantar," katanya. Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Idwar Hanis, Minggu (4/5) mengatakan, sepanjang tahun 2007 lalu kegiatan pembersihan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Kalbar tercatat seluas 55.562 hektare, atau 45 persen dari permohonan yang diajukan 123.329,93 hektare. Selama 2007, setidaknya ada 60 perusahaan yang mengajukan izin pembersihan lahan yang tersebar di sembilan kabupaten. Areal terluas yang telah mengajukan pembersihan lahan terletak di Kabupaten Ketapang (sebelum pemekaran-red) yakni 44 ribu hektare oleh 13 perusahaan. Kemudian Kabupaten Sanggau 22.695 hektare oleh empat perusahaan, Kabupaten Pontianak tujuh perusahaan (19.365 hektare), Kabupaten Bengkayang delapan perusahaan (16.855 hektare). Kabupaten Sintang 14 perusahaan (7 ribu hektare), Kabupaten Landak enam perusahaan (4.700,93 hektare), Kabupaten Sambas empat perusahaan (4.500 hektare), Kabupaten Melawi tiga perusahaan (3.516 hektare) dan Kapuas Hulu satu perusahaan (698 hektare). Hingga akhir 2007, pemerintah kabupaten/kota di Kalbar telah menerbitkan info lahan seluas 4,6 juta hektare lahan untuk perkebunan sawit. Angka ini naik cukup tinggi dibanding awal 2007 yakni 4,1 juta hektare. Setelah mendapat info lahan, pemohon harus mengurus izin lokasi, mempersiapkan analisa mengenai dampak lingkungan apakah layak atau tidak sebelum memperoleh izin usaha perkebunan. Meski info lahan yang diterbitkan amat luas, namun realisasi penanaman sawit di Kalbar hanya sekitar 400 ribu hektare.(*)