Telaah
Peringatan HUT RI dan setumpuk tugas calon menteri
Oleh Oleh Arnaz Ferial Firman *)
15 Agustus 2019 16:43 WIB
Ilustrasi - Presiden Joko Widodo memberi hormat saat pengibaran Bendera Merah Putih dalam Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus di Halaman Istana Merdeka, dan montase Presiden Soekarno saat pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat. ANTARA FOTO/IPPHOS/1945/am.
Jakarta (ANTARA) - Setiap tahun peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia berlangsung semarak dan meriah dengan berbagai kegiatan, baik seremonial berupa upacara bendera maupun berbagai lomba.
Kegembiraan dan keceriaan nampaknya bakal terjadi saat seluruh rakyat Indonesia merayakan hari kemerdekaan 17 Agustus 2019 dengan berbagai kegiatan lomba yang atraktif. Sudah saatnya rakyat menghilangkan ketegangan yang sempat terjadi saat pelaksanaan pemilihan umum anggota legislatif dan pemilihan presiden secara serentak pada 17 April 2019.
Tentu publik masih ingat jatuhnya korban jiwa saat sebagian massa pendukung calon presiden-wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melakukan aksi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 21 dan 22 Mei 2019. Polisi pun menangkap sejumlah massa yang dianggap memicu kericuhan saat aksi tersebut.
Aksi yang menimbulkan korban jiwa, korban luka-luka, maupun kerusakan sejumlah sarana dan prasarana publik itu banyak menimbulkan kritikan dan kecaman. Namun, seiring berjalannya waktu, ketegangan antarmassa pendukung kini sudah terlihat mencair dan masyarakat sudah mulai melupakan perbedaan pilihan yang terjadi.
Baca juga: Pengamat: Presiden perlu cermat dan hati-hati membentuk kabinet
Bahkan perkembangan politik terakhir menunjukkan perubahan yang mengejutkan. Ditandai dengan pertemuan Presiden terpilih Joko Widodo dengan saingannya Prabowo Subianto di Moda Raya Transportasi (MRT) di Jakarta yang diteruskan dengan makan siang bersama.
Pendinginan suasana itu kemudian berlanjut dengan adanya pertemuan antara Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto di rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Prabowo bahkan hadir dalam pelaksanaan Kongres PDIP di Bali.
Berbagai pertemuan sejumlah elite partai politik itu sedikit banyaknya telah menenangkan suasana terutama di kalangan para pendukung dan simpatisan semua parpol. Namun pertanyaannya adalah apakah suasana tenang itu benar-benar telah merasuk ke dalam hati rakyat Indonesia?
Baca juga: Presiden: Komposisi kabinet 55 persen kalangan profesional
Joko Widodo pada 20 Oktober mendatang akan dilantik di depan ratusan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang pasti disaksikan oleh ratusan juta rakyat Indonesia melalui televisi serta didengarkan melalui radio.
Seribu satu macam harapan pasti timbul di hati seluruh rakyat Indonesia terhadap Joko Widodo yang terpilih untuk kedua kalinya sebagai Presiden Republik Indonesia masa bakti 2019-2024. Jika pada tahun 2014-2019 timnya disebut “Kabinet Kerja” maka rakyat belum tahu apakah kabinetnya bakal disebut “Kabinet Kerja 2” ataukah istilah lainnya ?.
Apa pun nama atau istilahnya, maka rakyat tentu memiliki “sejuta “ harapan dan optimisme terhadap para menteri dan pimpinan lembaga negara nonkementerian. Harapan juga diarahkan kepada para anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, kota serta kabupaten.
Akan tetapi pertanyaan mendasarnya adalah apakah para menteri, legislator, serta ketua-ketua lembaga pemerintah nonkementerian itu sanggup atau tidak memenuhi harapan-harapan rakyat itu?
Pilihan Jokowi
Presiden Jokowi pasti telah dan sedang memilih para pembantu terdekatnya itu dengan berbagai patokan atau kriteria. Pasti semua calon pembantu terdekatnya itu sedikit banyaknya harus mampu seiring dan sejalan dengan pikiran, visi dan misi mantan gubernur DKI Jakarta dan juga mantan wali kota Surakarta tersebut.
Karena Jokowi didukung atau ditunjang oleh sejumlah parpol, maka pasti beberapa partai itu telah “menyodorkan” atau menawarkan sejumlah kader terbaiknya kepada sang Kepala Negara. Selain itu, Jokowi juga harus mempertimbangkan sejumlah nama tokoh profesional yang sanggup membantu dalam kabinetnya lima tahun mendatang.
Karena pengalaman buruk alias tak enak, maka masyarakat pasti menginginkan agar Jokowi tidak memilih para pembantunya yang matanya “gampang silau “ terhadap doku alias uang rupiah.
Belum lagi ada sejumlah gubernur, wali kota hingga bupati yang tega-teganya memakan uang rakyat yang tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah alias APBD di sejumlah provinsi, kota ataupun kabupaten.
Sekalipun Presiden secara hukum tidak memiliki wewenang alias otoritas untuk menentukan nama-nama ketua DPR dan juga DPD, Jokowi pasti akan “dibawa-bawa” untuk menetapkan calon ketua DPD dan juga DPR. Jangan sampai pernah terjadi lagi kasus mantan Ketua DPD Irman Gusman yang disogok oleh pengusaha di Sumatera Barat karena berambisi menjadi importir gula pasir ditunjuk oleh Perum Bulog.
Atau juga ada lagi ketua DPR semacam Setya Novanto yang tega- teganya makan uang rakyat miliaran rupiah dalam kasus proyek pembuatan kartu tanda tanda penduduk elektronik alias KTP-E yang nilai totalnya Rp2,3 triliun.
Selain faktor moral, maka tentu calon- calon menteri juga harus mempunyai keterampilan yang bersifat teknis. Jangan sampai misalnya seorang menteri perdagangan atau pertanian yang latar belakangnya adalah lulusan perguruan teknik mesin atau elektro.
Selain itu, juga sekarang telah muncul sejumlah "anak muda" alias generasi milenial yang dikaitkan dengan "nama besar" orang tuanya yang pernah menjadi pembesar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta ini.
Di Kabinet Kerja sekarang ini ada dua menteri yang ayahnya pernah menjadi menteri pada masa silam yaitu Airlangga Hartarto yang merupakan anak almarhum Menteri Perindustrian Hartarto serta putra almarhum Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita yaitu Agus Gumiwang.
Akan tetapi, masyarakat juga mendengar bahwa terdapat seorang anak mantan presiden, Susilo Bambang Yudhoyono yakni Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY yang disebut-sebut ingin dimasukkan ke dalam pemerintahan lima tahun mentang sehingga pada tahun 2024 berpeluang menjadi presiden ataupun wakil presiden massa bakti 2024-2029.
Karena begitu riuh rendahnya gemuruh nama-nama calon menteri mendatang maka rakyat tentu amat berharap agar Presiden Terpilih Joko Widodo benar- benar berhati-hati untuk memilih para menterinya.
Karena itu, peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT, RI) ke-74 tahun 2019 ini benar- benar digunakan atau dimanfaatkan oleh Presiden Terpilih untuk cermat dan hati-hati dalam menentukan para staf terpilihnya sehingga tidak terjadi kekecewaan pada rakyat selama lima tahun mendatang.
Boleh saja ada perbedaan pandangan pada HUT ke-74 RI ini antara Jokowi dengan sejumlah warga Indonesia tentang proses pemilihan calon anggota kabinet mentang, Akan tetapi, janganlah perbedaan-perbedaan itu sampai menimbulkan sikap benci.
Selamat merayakan Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA tahun 1982-2018, pernah meliput acara-acara kepresidenan tahun 1987-2009.
Kegembiraan dan keceriaan nampaknya bakal terjadi saat seluruh rakyat Indonesia merayakan hari kemerdekaan 17 Agustus 2019 dengan berbagai kegiatan lomba yang atraktif. Sudah saatnya rakyat menghilangkan ketegangan yang sempat terjadi saat pelaksanaan pemilihan umum anggota legislatif dan pemilihan presiden secara serentak pada 17 April 2019.
Tentu publik masih ingat jatuhnya korban jiwa saat sebagian massa pendukung calon presiden-wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melakukan aksi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 21 dan 22 Mei 2019. Polisi pun menangkap sejumlah massa yang dianggap memicu kericuhan saat aksi tersebut.
Aksi yang menimbulkan korban jiwa, korban luka-luka, maupun kerusakan sejumlah sarana dan prasarana publik itu banyak menimbulkan kritikan dan kecaman. Namun, seiring berjalannya waktu, ketegangan antarmassa pendukung kini sudah terlihat mencair dan masyarakat sudah mulai melupakan perbedaan pilihan yang terjadi.
Baca juga: Pengamat: Presiden perlu cermat dan hati-hati membentuk kabinet
Bahkan perkembangan politik terakhir menunjukkan perubahan yang mengejutkan. Ditandai dengan pertemuan Presiden terpilih Joko Widodo dengan saingannya Prabowo Subianto di Moda Raya Transportasi (MRT) di Jakarta yang diteruskan dengan makan siang bersama.
Pendinginan suasana itu kemudian berlanjut dengan adanya pertemuan antara Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto di rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Prabowo bahkan hadir dalam pelaksanaan Kongres PDIP di Bali.
Berbagai pertemuan sejumlah elite partai politik itu sedikit banyaknya telah menenangkan suasana terutama di kalangan para pendukung dan simpatisan semua parpol. Namun pertanyaannya adalah apakah suasana tenang itu benar-benar telah merasuk ke dalam hati rakyat Indonesia?
Baca juga: Presiden: Komposisi kabinet 55 persen kalangan profesional
Joko Widodo pada 20 Oktober mendatang akan dilantik di depan ratusan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang pasti disaksikan oleh ratusan juta rakyat Indonesia melalui televisi serta didengarkan melalui radio.
Seribu satu macam harapan pasti timbul di hati seluruh rakyat Indonesia terhadap Joko Widodo yang terpilih untuk kedua kalinya sebagai Presiden Republik Indonesia masa bakti 2019-2024. Jika pada tahun 2014-2019 timnya disebut “Kabinet Kerja” maka rakyat belum tahu apakah kabinetnya bakal disebut “Kabinet Kerja 2” ataukah istilah lainnya ?.
Apa pun nama atau istilahnya, maka rakyat tentu memiliki “sejuta “ harapan dan optimisme terhadap para menteri dan pimpinan lembaga negara nonkementerian. Harapan juga diarahkan kepada para anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, kota serta kabupaten.
Akan tetapi pertanyaan mendasarnya adalah apakah para menteri, legislator, serta ketua-ketua lembaga pemerintah nonkementerian itu sanggup atau tidak memenuhi harapan-harapan rakyat itu?
Pilihan Jokowi
Presiden Jokowi pasti telah dan sedang memilih para pembantu terdekatnya itu dengan berbagai patokan atau kriteria. Pasti semua calon pembantu terdekatnya itu sedikit banyaknya harus mampu seiring dan sejalan dengan pikiran, visi dan misi mantan gubernur DKI Jakarta dan juga mantan wali kota Surakarta tersebut.
Karena Jokowi didukung atau ditunjang oleh sejumlah parpol, maka pasti beberapa partai itu telah “menyodorkan” atau menawarkan sejumlah kader terbaiknya kepada sang Kepala Negara. Selain itu, Jokowi juga harus mempertimbangkan sejumlah nama tokoh profesional yang sanggup membantu dalam kabinetnya lima tahun mendatang.
Karena pengalaman buruk alias tak enak, maka masyarakat pasti menginginkan agar Jokowi tidak memilih para pembantunya yang matanya “gampang silau “ terhadap doku alias uang rupiah.
Belum lagi ada sejumlah gubernur, wali kota hingga bupati yang tega-teganya memakan uang rakyat yang tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah alias APBD di sejumlah provinsi, kota ataupun kabupaten.
Sekalipun Presiden secara hukum tidak memiliki wewenang alias otoritas untuk menentukan nama-nama ketua DPR dan juga DPD, Jokowi pasti akan “dibawa-bawa” untuk menetapkan calon ketua DPD dan juga DPR. Jangan sampai pernah terjadi lagi kasus mantan Ketua DPD Irman Gusman yang disogok oleh pengusaha di Sumatera Barat karena berambisi menjadi importir gula pasir ditunjuk oleh Perum Bulog.
Atau juga ada lagi ketua DPR semacam Setya Novanto yang tega- teganya makan uang rakyat miliaran rupiah dalam kasus proyek pembuatan kartu tanda tanda penduduk elektronik alias KTP-E yang nilai totalnya Rp2,3 triliun.
Selain faktor moral, maka tentu calon- calon menteri juga harus mempunyai keterampilan yang bersifat teknis. Jangan sampai misalnya seorang menteri perdagangan atau pertanian yang latar belakangnya adalah lulusan perguruan teknik mesin atau elektro.
Selain itu, juga sekarang telah muncul sejumlah "anak muda" alias generasi milenial yang dikaitkan dengan "nama besar" orang tuanya yang pernah menjadi pembesar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta ini.
Di Kabinet Kerja sekarang ini ada dua menteri yang ayahnya pernah menjadi menteri pada masa silam yaitu Airlangga Hartarto yang merupakan anak almarhum Menteri Perindustrian Hartarto serta putra almarhum Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita yaitu Agus Gumiwang.
Akan tetapi, masyarakat juga mendengar bahwa terdapat seorang anak mantan presiden, Susilo Bambang Yudhoyono yakni Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY yang disebut-sebut ingin dimasukkan ke dalam pemerintahan lima tahun mentang sehingga pada tahun 2024 berpeluang menjadi presiden ataupun wakil presiden massa bakti 2024-2029.
Karena begitu riuh rendahnya gemuruh nama-nama calon menteri mendatang maka rakyat tentu amat berharap agar Presiden Terpilih Joko Widodo benar- benar berhati-hati untuk memilih para menterinya.
Karena itu, peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT, RI) ke-74 tahun 2019 ini benar- benar digunakan atau dimanfaatkan oleh Presiden Terpilih untuk cermat dan hati-hati dalam menentukan para staf terpilihnya sehingga tidak terjadi kekecewaan pada rakyat selama lima tahun mendatang.
Boleh saja ada perbedaan pandangan pada HUT ke-74 RI ini antara Jokowi dengan sejumlah warga Indonesia tentang proses pemilihan calon anggota kabinet mentang, Akan tetapi, janganlah perbedaan-perbedaan itu sampai menimbulkan sikap benci.
Selamat merayakan Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA tahun 1982-2018, pernah meliput acara-acara kepresidenan tahun 1987-2009.
Copyright © ANTARA 2019
Tags: