“Kedua negara adalah negara yang sangat penting dan bersahabat dengan Indonesia, dan kedua negara tersebut sangat bisa berkontribusi bagi perdamaian tidak hanya di kawasan tetapi juga secara global,” kata Pelaksana tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah dalam taklimat media di Jakarta, Kamis.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Kemlu, Jakarta, Rabu (14/8), pada prinsipnya Indonesia ingin mendengarkan kembali perspektif masing-masing negara dan menyampaikan pesan perdamaian yang menegaskan posisi Indonesia dalam menyikapi persoalan tersebut.
Baca juga: Indonesia amati peningkatan ketegangan di wilayah Kashmir
Dalam konteks tersebut, Indonesia menggarisbawahi bahwa apabila terjadi konflik terbuka antara Pakistan dan India, tidak ada satu pun negara yang diuntungkan.
Konflik tersebut justru merugikan tidak hanya kedua negara, tetapi bisa berdampak ke kawasan.
“Jadi ada ancaman terhadap pertumbuhan kesejahteraan tidak hanya di Asia Selatan tetapi bisa meluas ke kawasan lain,” tutur Faizasyah.
Indonesia juga mendorong dialog dan komunikasi antara Pakistan dan India untuk menyelesaikan isu sengketa atas wilayah Kashmir.
Back from Banyuwangi, I separately received the Ambassador of Pakistan, H.E. Abdul Salik Khan, as well as the Charge d’Affaires of India, Mr. Prakash Gupta in Jakarta. (14/08) pic.twitter.com/qJbGWCsypy
— Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (@Menlu_RI) August 14, 2019
Situasi politik di negara bagian Kashmir, India, kembali memanas sejak awal Agustus setelah pemerintah pusat membatasi ruang gerak dan jalur komunikasi, serta menempatkan 10 ribu tentara di wilayah tersebut.
Tidak hanya itu, pemerintah India juga menutup sekolah dan kampus, memberlakukan jam malam, meminta wisatawan keluar dari Kashmir, serta menjadikan pemimpin di negara bagian itu sebagai tahanan rumah.
Pembatasan yang dilakukan sejak 4 Agustus 2019 merupakan upaya pemerintah mengantisipasi aksi massa yang memprotes pencabutan otonomi khusus di Kashmir pada 5 Agustus. Padahal, otonomi khusus di Kashmir telah berjalan selama 70 tahun dijamin oleh konstitusi India Pasal 370.
Baca juga: Indonesia diminta lebih proaktif dorong perdamaian di Kashmir
Berdasarkan beleid itu, negara bagian Jammu dan Kashmir berhak memiliki aturan perundang-undangan, bendera, dan kebebasan mengatur nyaris seluruh sektor, kecuali urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi.
Saat otonomi khusus itu berlaku, pemerintah negara bagian Kashmir berwenang memberi izin tinggal dan mengatur jual beli lahan serta properti.
Namun, setelah status istimewa dicabut, untuk pertama kalinya, warga di luar wilayah Kashmir dapat membeli tanah dan rumah di negara bagian itu. Alhasil, bagi sebagian besar warga setempat, kebijakan pemerintah India merupakan upaya mengubah demografi Kashmir yang dihuni mayoritas Muslim. Baca juga: Indonesia berpeluang jadi negosiator konflik Kashmir