ICEL: Kapolri perlu evaluasi jajaran Polda secara menyeluruh
15 Agustus 2019 00:08 WIB
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengigatkan kembali arahan Presiden Joko Widodo terkait pencegahan kebakarana hutan dan lahan (Karhutla). (ANTARA/FAUZI LAMBOKA)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo berharap ancaman Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menyatakan bahwa akan menarik kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) ke Markas Besar Polri jika di Polda penegakan hukum tidak efektif bukan hanya sekedar lip service di tengah situasi Karhutla yang semakin memburuk.
"Kita sudah pernah disuguhi hal yang serupa. Tetapi seringkali hal-hal demikian berjalan tidak konsisten setelah Karhutla mereda. Padahal upaya pengendalian Karhutla termasuk penegakan hukum harus terus berjalan meskipun titik api di lapangan berkurang," ujar Henri ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.
Situasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia saat ini sedang dalam kondisi mengkhawatirkan. Lebih dari 1.000 titik api (hot spot) dalam beberapa hari ini terus meningkat dan mencatatkan 80 persen dari total hot spot di negara-negara ASEAN berdasarkan data Asean Specialized Meteorological Center (ASMC).
Ini merupakan sejarah tertinggi sejak tahun 2015. Dalam kunjungan terkait Karhutla yang dilakukan Panglima TNI-Kapolri-Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Riau, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan bahwa akan menarik kasus-kasus Karhutla ke Mabes jika di Polda penegakan hukum tidak efektif.
Kapolri sendiri sudah pernah meneken Surat Edaran Kapolri Nomor SE/15/XI/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tanggal 10 November 2016. Surat edaran tersebut bisa dibilang cukup komprehensif yang mencakup arahan bagi jajaran Polri untuk melakukan upaya preemtif, preventif dan represif lengkap dengan arahan melakukan upaya pembuktian dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
"Namun hasilnya hingga saat ini belum banyak dirasakan oleh publik, khususnya penegakan hukum bagi para pelaku korporasi. Ingat bahwa terkait dengan penegakan hukum ini Komisi III DPR RI sempat membentuk Panitia Kerja Karhutla di tahun 2016 meskipun hasilnya tidak jelas," ujar Henri.
Henri menegaskan bahwa seharusnya Kapolri Jendral Tito Karnavian bisa bersikap lebih tegas, totalitas dan komprehensif. Ia berharap Kapolri bisa menggunakan surat edaran tersebut sebagai dasar untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua jajaran dibawahnya.
"Apakah surat edaran tersebut dilaksanakan dengan baik. Kalau perlu Kapolri membentuk gugus tugas tersendiri untuk menyelidiki hal itu," ujar dia.
Ia menambahkan penanganan karhutla di daerah saat ini tak cukup hanya menangkap tangan pelaku pembakaran saja. Sebab, selama ini yang diperlukan adalah mengembangkan kasusnya hingga ke pengadilan dan mengejar mastermindnya.
Baca juga: Icel: Penanganan karhutla tidak bisa lagi pakai pola lama
Baca juga: Koalisi organisasi lingkungan hidup ajukan permohonan keberatan ke MA
"Kita sudah pernah disuguhi hal yang serupa. Tetapi seringkali hal-hal demikian berjalan tidak konsisten setelah Karhutla mereda. Padahal upaya pengendalian Karhutla termasuk penegakan hukum harus terus berjalan meskipun titik api di lapangan berkurang," ujar Henri ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.
Situasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia saat ini sedang dalam kondisi mengkhawatirkan. Lebih dari 1.000 titik api (hot spot) dalam beberapa hari ini terus meningkat dan mencatatkan 80 persen dari total hot spot di negara-negara ASEAN berdasarkan data Asean Specialized Meteorological Center (ASMC).
Ini merupakan sejarah tertinggi sejak tahun 2015. Dalam kunjungan terkait Karhutla yang dilakukan Panglima TNI-Kapolri-Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Riau, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan bahwa akan menarik kasus-kasus Karhutla ke Mabes jika di Polda penegakan hukum tidak efektif.
Kapolri sendiri sudah pernah meneken Surat Edaran Kapolri Nomor SE/15/XI/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tanggal 10 November 2016. Surat edaran tersebut bisa dibilang cukup komprehensif yang mencakup arahan bagi jajaran Polri untuk melakukan upaya preemtif, preventif dan represif lengkap dengan arahan melakukan upaya pembuktian dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
"Namun hasilnya hingga saat ini belum banyak dirasakan oleh publik, khususnya penegakan hukum bagi para pelaku korporasi. Ingat bahwa terkait dengan penegakan hukum ini Komisi III DPR RI sempat membentuk Panitia Kerja Karhutla di tahun 2016 meskipun hasilnya tidak jelas," ujar Henri.
Henri menegaskan bahwa seharusnya Kapolri Jendral Tito Karnavian bisa bersikap lebih tegas, totalitas dan komprehensif. Ia berharap Kapolri bisa menggunakan surat edaran tersebut sebagai dasar untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua jajaran dibawahnya.
"Apakah surat edaran tersebut dilaksanakan dengan baik. Kalau perlu Kapolri membentuk gugus tugas tersendiri untuk menyelidiki hal itu," ujar dia.
Ia menambahkan penanganan karhutla di daerah saat ini tak cukup hanya menangkap tangan pelaku pembakaran saja. Sebab, selama ini yang diperlukan adalah mengembangkan kasusnya hingga ke pengadilan dan mengejar mastermindnya.
Baca juga: Icel: Penanganan karhutla tidak bisa lagi pakai pola lama
Baca juga: Koalisi organisasi lingkungan hidup ajukan permohonan keberatan ke MA
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019
Tags: