TGB: Desa benteng dari paham radikalisme
14 Agustus 2019 21:37 WIB
Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi berbicara dalam Dialog Kebangsaan di IPC Corporate University, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/3/2019). Dialog kebangsaan yang diikuti peserta dari sejumlah organisasi mahasiswa Bogor tersebut bertemakan "Keumatan dan Kebangsaan Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia". ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp./aa.
Jakarta (ANTARA) - Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat dua periode Muhammad Zainul Majdi menilai pemberdayaan desa merupakan benteng dari pemahaman ekstrem dan radikal di masyarakat.
Hal ini disampaikan TGB Zainul Majdi, saat menjadi pembicara dalam diskusi terkait “Desa Millenium Ketiga” yang digelar di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Pusat, Rabu.
“Maka pemberdayaan desa menjadi penghalau dari masuknya paham-paham radikalisme di masyarakat,” kata TGB Zainul Majdi.
Menurut dia, institusi pemahaman baik kebudayaan dan keagamaan di desa biasa diampu oleh petani kaya atau petani yang bukan buruh dengan kaum pedagang.
Kaum ini, menjadi penopang dan penyandang dana dari masjid, sekolah, atau kegiatan budaya hingga kegiatan agama yang menanamkan nilai-nilai dan khazanah di masyarakat.
“Mereka inilah yang biasanya cukup berpengaruh pada pemahaman keagamaan di masyarakat,” ucap dia.
Namun, ketika ekonomi berkembang, dan ritel-ritel modern turun menjamur ke desa, mereka tersisihkan sehingga tak lagi mengampu peran-peran yang selama ini mereka emban.
“Ketika masuk ekonomi yang baru, konsentrasi uang beralih ke ritel modern, maka pedagang di desa tidak mampu menjalankan fungsinya. Akhirnya semangat keagamaan di sana diisi oleh paham baru yang datang,” ucap dia memberikan gambaran fenomena pada beberapa desa di NTB.
Oleh karena itu dia menilai perlunya pemberdayaan desa seperti yang telah dilakukan oleh dana desa agar fungsi yang telah terbangun tetap lestari.
“Sekaligus bisa menjadi benteng dari radikalisme tadi,” ucap dia.
Baca juga: TGB: Musyawarah salah satu cara menangkal radikalisme
Baca juga: Lemhannas minta TNI bersihkan prajurit yang terpapar radikalisme
Baca juga: BNPT: Seluruh komponen bangsa harus perangi radikalisme-terorisme
Hal ini disampaikan TGB Zainul Majdi, saat menjadi pembicara dalam diskusi terkait “Desa Millenium Ketiga” yang digelar di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Pusat, Rabu.
“Maka pemberdayaan desa menjadi penghalau dari masuknya paham-paham radikalisme di masyarakat,” kata TGB Zainul Majdi.
Menurut dia, institusi pemahaman baik kebudayaan dan keagamaan di desa biasa diampu oleh petani kaya atau petani yang bukan buruh dengan kaum pedagang.
Kaum ini, menjadi penopang dan penyandang dana dari masjid, sekolah, atau kegiatan budaya hingga kegiatan agama yang menanamkan nilai-nilai dan khazanah di masyarakat.
“Mereka inilah yang biasanya cukup berpengaruh pada pemahaman keagamaan di masyarakat,” ucap dia.
Namun, ketika ekonomi berkembang, dan ritel-ritel modern turun menjamur ke desa, mereka tersisihkan sehingga tak lagi mengampu peran-peran yang selama ini mereka emban.
“Ketika masuk ekonomi yang baru, konsentrasi uang beralih ke ritel modern, maka pedagang di desa tidak mampu menjalankan fungsinya. Akhirnya semangat keagamaan di sana diisi oleh paham baru yang datang,” ucap dia memberikan gambaran fenomena pada beberapa desa di NTB.
Oleh karena itu dia menilai perlunya pemberdayaan desa seperti yang telah dilakukan oleh dana desa agar fungsi yang telah terbangun tetap lestari.
“Sekaligus bisa menjadi benteng dari radikalisme tadi,” ucap dia.
Baca juga: TGB: Musyawarah salah satu cara menangkal radikalisme
Baca juga: Lemhannas minta TNI bersihkan prajurit yang terpapar radikalisme
Baca juga: BNPT: Seluruh komponen bangsa harus perangi radikalisme-terorisme
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: