Perlu 'assesment' jatuhkan pidana atau rehab bagi pengguna narkoba
14 Agustus 2019 21:14 WIB
Kepala Biro Humas Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyerahkan plakat kepada pakar ahli Hukum Narkoba Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar, dalam acara diskusi Refleksi Kemerdekaan RI ke-74 di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2019) (ANTARA/Laily Rahmawaty)
Jakarta (ANTARA) - Pendiri Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) Henry Yosodinigrat mengatakan perlu ada 'assement' atau penilaian yang jelas antara pengguna narkoba yang harus dihukum pidana dengan yang direhabilitasi.
"Kita harus memilah dulu, punya garis dulu pengguna seperti apa yang dikatakan sebagai korban dan harus direhab, pengguna yang seperti apa yang tanpa direhab cukup ditempelengin sudah kapok," kata Henry dalam diskusi Refleksi 74 tahun Indonesia merdeka dalam memberantas narkoba bertempat di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu.
Henry menyebutkan upaya memberantas narkoba di Tanah Air tidak hanya pencegahan saja tapi juga upaya penegakan hukum.
Upaya penegakan hukum yang ia maksudkan tidak hanya untuk mereka yang melakukan peredaran gelap atau sindikat. Tapi juga bagaimana penegakan hukum bagi mereka yang menyalahgunakan atau pengguna dan pecandu.
"Kalau sindikat tidak ada kompromi malah saya lebih cenderung untuk tembak ditempat tanpa proses peradilan," katanya.
Maraknya kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan artis dan permintaan untuk dilakukan rehabilitasi menimbulkan pertanyaan di masyarakat seperti apa kebijakan hukum narkoba itu sebenarnya.
Henry melihat dalam upaya penegakan hukum tersebut ada kecendrungan 'tembang pilih' terkait pengguna yang dipidana dan direhabilitasi.
Henry berbeda pendapat dengan Pakar Hukum Narkoba dari Universitas Trisakti, Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar yang menyebutkan pengguna narkoba adalah korban yang harus direhabilitasi.
"Saya masih berpendirian pengguna seperti apa yang direhab," kata Henry.
Baca juga: Henry Yosodinigrat sebut upaya pencegahan narkoba gagal
Baca juga: BNNK Jakarta Utara teken MoU anti narkoba dengan perguruan tinggi
Baca juga: LAN sebut Indonesia kurang penyuluhan antinarkoba untuk pelajar
Ia menjelaskan pengguna yang harus direhab menurut dia adalah pengguna yang sudah sampai pada tingkat ketergantungan.
Ia mencontohkan, ada sejumlah pengguna dipidana potong tangan dengan harapan putus tidak menggunakan lagi dan bagi pengguna yang lain akan menjadi efek jera.
Tapi, lanjut dia, pengguna yang telah dihukum potong tangan tadi, ketika sakau akan kembali lagi memakai narkoba. Begitu juga pecandu baru yang melihat hukuman potongan tangan, ketika lagi sakau akan memakai lagi.
"Artinya terhadap pengguna seperti ini jangan dipidana tapi direhab," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Henry, perlu assesment untuk menentukan pengguna tersebut direhab atau dipidana. Seperti kasus Andi Arief.
Begitu juga dengan kasus Nunung, Henry menilai adalah sebagai pecandu dilihat dari frekuensi penggunaan dan pemesanan yang dilakukannya. Termasuk juga artis lainnya.
Sementara itu Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) periode 2012-2015 Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar yang juga jadi salah satu narasumber diskusi mengatakan rehabilitasi adalah bentuk hukuman 'setara' dengan hukuman penjara.
"Oleh karena itu menjatuhkan hukuman rehabilitasi telah memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata pakar Narkotika Universitas Trisakti ini.
"Kita harus memilah dulu, punya garis dulu pengguna seperti apa yang dikatakan sebagai korban dan harus direhab, pengguna yang seperti apa yang tanpa direhab cukup ditempelengin sudah kapok," kata Henry dalam diskusi Refleksi 74 tahun Indonesia merdeka dalam memberantas narkoba bertempat di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu.
Henry menyebutkan upaya memberantas narkoba di Tanah Air tidak hanya pencegahan saja tapi juga upaya penegakan hukum.
Upaya penegakan hukum yang ia maksudkan tidak hanya untuk mereka yang melakukan peredaran gelap atau sindikat. Tapi juga bagaimana penegakan hukum bagi mereka yang menyalahgunakan atau pengguna dan pecandu.
"Kalau sindikat tidak ada kompromi malah saya lebih cenderung untuk tembak ditempat tanpa proses peradilan," katanya.
Maraknya kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan artis dan permintaan untuk dilakukan rehabilitasi menimbulkan pertanyaan di masyarakat seperti apa kebijakan hukum narkoba itu sebenarnya.
Henry melihat dalam upaya penegakan hukum tersebut ada kecendrungan 'tembang pilih' terkait pengguna yang dipidana dan direhabilitasi.
Henry berbeda pendapat dengan Pakar Hukum Narkoba dari Universitas Trisakti, Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar yang menyebutkan pengguna narkoba adalah korban yang harus direhabilitasi.
"Saya masih berpendirian pengguna seperti apa yang direhab," kata Henry.
Baca juga: Henry Yosodinigrat sebut upaya pencegahan narkoba gagal
Baca juga: BNNK Jakarta Utara teken MoU anti narkoba dengan perguruan tinggi
Baca juga: LAN sebut Indonesia kurang penyuluhan antinarkoba untuk pelajar
Ia menjelaskan pengguna yang harus direhab menurut dia adalah pengguna yang sudah sampai pada tingkat ketergantungan.
Ia mencontohkan, ada sejumlah pengguna dipidana potong tangan dengan harapan putus tidak menggunakan lagi dan bagi pengguna yang lain akan menjadi efek jera.
Tapi, lanjut dia, pengguna yang telah dihukum potong tangan tadi, ketika sakau akan kembali lagi memakai narkoba. Begitu juga pecandu baru yang melihat hukuman potongan tangan, ketika lagi sakau akan memakai lagi.
"Artinya terhadap pengguna seperti ini jangan dipidana tapi direhab," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Henry, perlu assesment untuk menentukan pengguna tersebut direhab atau dipidana. Seperti kasus Andi Arief.
Begitu juga dengan kasus Nunung, Henry menilai adalah sebagai pecandu dilihat dari frekuensi penggunaan dan pemesanan yang dilakukannya. Termasuk juga artis lainnya.
Sementara itu Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) periode 2012-2015 Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar yang juga jadi salah satu narasumber diskusi mengatakan rehabilitasi adalah bentuk hukuman 'setara' dengan hukuman penjara.
"Oleh karena itu menjatuhkan hukuman rehabilitasi telah memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata pakar Narkotika Universitas Trisakti ini.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Tags: