Kemenag: akar literasi Indonesia tinggi
14 Agustus 2019 19:26 WIB
Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Kementerian Agama Muhammad Zain. (ANTARA/Anom Prihantoro)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Kementerian Agama Muhammad Zain mengajak masyarakat Indonesia jangan sampai kehilangan jati diri sebagai bangsa yang memiliki budaya baca tulis atau literasi yang tinggi.
"Jangan kehilangan jati diri bangsa yang memiliki budaya literasi sejak era para pendahulu bangsa. Indonesia dengan berbagai sukunya memiliki aneka keragaman manuskrip dengan berbagai aksara dan bahasa. Riwayat literasi kesusasteraan Nusantara sangat kaya," kata Zain saat dihubungi dari Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan naskah manuskrip peninggalan para pendahulu memiliki riwayat yang sangat lama bahkan beberapa usianya beratus-ratus tahun.
Setidaknya terdapat lebih dari 2.500-an naskah manuskrip yang di awal terbitnya adalah bahan bacaan yang mencerdaskan. Jumlah itu belum termasuk maniskrip di Balitbang Makassar, Jakarta dan Semarang.
Zain mengatakan manuskrip-manuskrip Nusantara itu beberapa menggunakan bahasa dan aksara Sunda, Batak, Jawa, Bali dan lain-lain.
"Banyak manuskrip kuno dengan banyak aksara daerah dan bahasa daerah yang tertuang dalam media tulis itu merupakan bukti bahwa Indonesia memiliki akar kesusasteraan dan literasi," kata dia.
Atas kenyataan itu, dia mengatakan Kemenag lewat LKKMO memiliki sejumlah program untuk menjaga manuskrip-manuskrip itu sekaligus melestarikannya.
"Dari sistem pustaka yang rapi tentu dapat menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sejak dulu adalah bangsa yang 'civilized'. Ciri bangsa yang besar bukan hanya dihat dari bangunan-bangunannya, tapi dari karya-karya susastranya," kata dia.
Sejumlah peneliti, kata dia, menggali kesusasteraan Nusantara, membukukan dan melakukan digitalisasi karya yang ujungnya dapat diakses khalayak umum lewat https://lektur.kemenag.go.id/web/ secara gratis.
Melalui kajian dan publikasi naskah kuno Nusantara secara baik, kata dia, tentu bisa menceritakan kepada dunia tentang riwayat keilmuan bangsa Indonesia, misalnya ada Babad Diponegoro dan lain-lain.
"Saya meminta peneliti, pegiat kolektor dan ahli agar bersinergi dalam naskah melestarikan akademik agar dapat dikaji. Karena kalau didiamkan maka manuskrip itu hanya jadi bahan pusaka," kata dia.
Zain mengatakan Kemenag turut menggerakkan literasi dengan melakukan penertiban jurnal lektur yang berisi kesusasteraan warisan Nusantara.
Kemenag, kata dia, terus mendorong agar masyarakat terus memiliki minat baca tulis yang tinggi, termasuk melestarikan warisan Nusantara.
Beberapa yang dilakukan di antaranya menerjemahkan Al Quran dengan bahasa daerah. Tujuannya, bahasa daerah tidak lenyap dengan dituangkan sebagai terjemahan Quran dengan sejumlah bahasa daerah.
Terkait dengan literasi, dia mengatakan Kemenag menerbitkan jurnal-jurnal penelitian karya Nusantara, digitalisasi manuskrip, penulisan folklore (legenda), sejarah Islam di daerah dan penilaian buku pendidikan agama.
Baca juga: Pengabdian Masyarakat FIA UI untuk tingkatkan literasi media sosial
Baca juga: Doktor sastra dari UNS diraih dosen STKIP PGRI Ponorogo
Baca juga: Anies: Jakarta harus ambil peran di kancah literasi dunia
"Jangan kehilangan jati diri bangsa yang memiliki budaya literasi sejak era para pendahulu bangsa. Indonesia dengan berbagai sukunya memiliki aneka keragaman manuskrip dengan berbagai aksara dan bahasa. Riwayat literasi kesusasteraan Nusantara sangat kaya," kata Zain saat dihubungi dari Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan naskah manuskrip peninggalan para pendahulu memiliki riwayat yang sangat lama bahkan beberapa usianya beratus-ratus tahun.
Setidaknya terdapat lebih dari 2.500-an naskah manuskrip yang di awal terbitnya adalah bahan bacaan yang mencerdaskan. Jumlah itu belum termasuk maniskrip di Balitbang Makassar, Jakarta dan Semarang.
Zain mengatakan manuskrip-manuskrip Nusantara itu beberapa menggunakan bahasa dan aksara Sunda, Batak, Jawa, Bali dan lain-lain.
"Banyak manuskrip kuno dengan banyak aksara daerah dan bahasa daerah yang tertuang dalam media tulis itu merupakan bukti bahwa Indonesia memiliki akar kesusasteraan dan literasi," kata dia.
Atas kenyataan itu, dia mengatakan Kemenag lewat LKKMO memiliki sejumlah program untuk menjaga manuskrip-manuskrip itu sekaligus melestarikannya.
"Dari sistem pustaka yang rapi tentu dapat menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sejak dulu adalah bangsa yang 'civilized'. Ciri bangsa yang besar bukan hanya dihat dari bangunan-bangunannya, tapi dari karya-karya susastranya," kata dia.
Sejumlah peneliti, kata dia, menggali kesusasteraan Nusantara, membukukan dan melakukan digitalisasi karya yang ujungnya dapat diakses khalayak umum lewat https://lektur.kemenag.go.id/web/ secara gratis.
Melalui kajian dan publikasi naskah kuno Nusantara secara baik, kata dia, tentu bisa menceritakan kepada dunia tentang riwayat keilmuan bangsa Indonesia, misalnya ada Babad Diponegoro dan lain-lain.
"Saya meminta peneliti, pegiat kolektor dan ahli agar bersinergi dalam naskah melestarikan akademik agar dapat dikaji. Karena kalau didiamkan maka manuskrip itu hanya jadi bahan pusaka," kata dia.
Zain mengatakan Kemenag turut menggerakkan literasi dengan melakukan penertiban jurnal lektur yang berisi kesusasteraan warisan Nusantara.
Kemenag, kata dia, terus mendorong agar masyarakat terus memiliki minat baca tulis yang tinggi, termasuk melestarikan warisan Nusantara.
Beberapa yang dilakukan di antaranya menerjemahkan Al Quran dengan bahasa daerah. Tujuannya, bahasa daerah tidak lenyap dengan dituangkan sebagai terjemahan Quran dengan sejumlah bahasa daerah.
Terkait dengan literasi, dia mengatakan Kemenag menerbitkan jurnal-jurnal penelitian karya Nusantara, digitalisasi manuskrip, penulisan folklore (legenda), sejarah Islam di daerah dan penilaian buku pendidikan agama.
Baca juga: Pengabdian Masyarakat FIA UI untuk tingkatkan literasi media sosial
Baca juga: Doktor sastra dari UNS diraih dosen STKIP PGRI Ponorogo
Baca juga: Anies: Jakarta harus ambil peran di kancah literasi dunia
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: