Abupi: Konsistensi patuhi konsesi bisa tingkatkan investasi swasta
14 Agustus 2019 12:45 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Makassar New Port, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (17/7/2019). Pembangunan Makassar New Port (MNP) dengan nilai investasi sebesar Rp89,57 triliun yang memiliki panjang 9.923 meter tersebut diharapkan menjadi konektivitas bagi pelabuhan-pelabuhan yang ada di wilayah timur Indonesia. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc. (ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE)
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (Abupi) menilai konsistensi dalam mematuhi perjanjian konsesi merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan minat investor swasta dalam menanamkan modalnya di sektor kepelabuhanan.
"Kalau mau investasi di bidang pelabuhan, baik Badan Usaha Pelabuhan BUMN atau swasta maka dia harus melakukan perjanjian konsesi. Oleh karena itu kepatuhan terhadap hukum dalam perjanjian konsesi merupakan faktor penentu keberhasilan dalam pembangunan pelabuhan," kata Anggota Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) Ariyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan, saat ini konsesi kepelabuhanan antara pemerintah dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) swasta belum banyak.
“Jika berbicara konsesi baru terdapat 19 badan usaha pelabuhan yang sudah konsesi dan dalam proses konsesi terdapat enam pelabuhan. Dari 225 badan usaha pelabuhan, ada empat yang dikelola Pelindo,” kata Ariyanto.
Namun, lanjut dia,ada beberapa konsesi yang belum selesai sampai hari ini, sementara terdapat BUP yang sudah membangun investasi pelabuhannya ataupun sudah mengoperasikan terminalnya.
"Kenapa belum selesai saya juga tidak tahu. Padahal dari sisi swasta mereka sudah membangun investasi pelabuhannya, terminalnya juga sudah beroperasi meskipun pelabuhannya belum beroperasi sebagai terminal umum," terangnya.
Selain itu, Ariyanto menyebutkan, terdapat juga BUP swasta yang sudah menerima konsesi di antaranya Terminal Cigading, Berlian Manyar Gresik, Terminal Teluk Lamong Gresik dan Terminal Kontainer di Pontianak.
“Jumlah BUP yang mendapatkan konsesi itu masih sedikit dibanding yang masih dalam proses pengajuan,” ujarnya.
Ariyanto menjelaskan untuk mendapatkan konsesi sebetulnya tidak butuh waktu yang lama, mulai dari proses pengajuan proposal, evaluasi sampai persetujuan konsesi sekiranya tidak sampai memakan waktu hingga satu tahun.
Namun, Ia menekankan apabila BUP ingin mengajukan konsesi, maka kesepakatannya harus dilakukan secara jelas dari awal.
Ia mencontohkan seperti PT Karya Citra Nusantara (KCN) pengelola Pelabuhan Marunda yang tengah menghadapi sengketa hukum.
"Masalah internal KCN akan merembet ke konsesi yang telah diberikan, karena ini masalah kepemilikan lahan. Masalah besaran investasi dari masing-masing pemegang saham,” ujarnya.
Ariyanto berpendapat jika sudah merembet ke konsesi, bisa berpotensi menyebabkan pemegang saham dan pemerintah merugi, sebab akan berdampak kepada operasional pelabuhan.
"Rencana pendapatan negara dari sisi pelabuhan jadi terganggu, rencana pemilik terminalnya pengembalian modal investasinya jadi terganggu. Ujung-ujungnya operasional akan terganggu, katanya.
Baca juga: UEA akan investasi pelabuhan peti kemas di Jawa Timur
Baca juga: Investasi pengembangan Pelabuhan Marunda perlu hargai kontrak awal
"Kalau mau investasi di bidang pelabuhan, baik Badan Usaha Pelabuhan BUMN atau swasta maka dia harus melakukan perjanjian konsesi. Oleh karena itu kepatuhan terhadap hukum dalam perjanjian konsesi merupakan faktor penentu keberhasilan dalam pembangunan pelabuhan," kata Anggota Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) Ariyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan, saat ini konsesi kepelabuhanan antara pemerintah dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) swasta belum banyak.
“Jika berbicara konsesi baru terdapat 19 badan usaha pelabuhan yang sudah konsesi dan dalam proses konsesi terdapat enam pelabuhan. Dari 225 badan usaha pelabuhan, ada empat yang dikelola Pelindo,” kata Ariyanto.
Namun, lanjut dia,ada beberapa konsesi yang belum selesai sampai hari ini, sementara terdapat BUP yang sudah membangun investasi pelabuhannya ataupun sudah mengoperasikan terminalnya.
"Kenapa belum selesai saya juga tidak tahu. Padahal dari sisi swasta mereka sudah membangun investasi pelabuhannya, terminalnya juga sudah beroperasi meskipun pelabuhannya belum beroperasi sebagai terminal umum," terangnya.
Selain itu, Ariyanto menyebutkan, terdapat juga BUP swasta yang sudah menerima konsesi di antaranya Terminal Cigading, Berlian Manyar Gresik, Terminal Teluk Lamong Gresik dan Terminal Kontainer di Pontianak.
“Jumlah BUP yang mendapatkan konsesi itu masih sedikit dibanding yang masih dalam proses pengajuan,” ujarnya.
Ariyanto menjelaskan untuk mendapatkan konsesi sebetulnya tidak butuh waktu yang lama, mulai dari proses pengajuan proposal, evaluasi sampai persetujuan konsesi sekiranya tidak sampai memakan waktu hingga satu tahun.
Namun, Ia menekankan apabila BUP ingin mengajukan konsesi, maka kesepakatannya harus dilakukan secara jelas dari awal.
Ia mencontohkan seperti PT Karya Citra Nusantara (KCN) pengelola Pelabuhan Marunda yang tengah menghadapi sengketa hukum.
"Masalah internal KCN akan merembet ke konsesi yang telah diberikan, karena ini masalah kepemilikan lahan. Masalah besaran investasi dari masing-masing pemegang saham,” ujarnya.
Ariyanto berpendapat jika sudah merembet ke konsesi, bisa berpotensi menyebabkan pemegang saham dan pemerintah merugi, sebab akan berdampak kepada operasional pelabuhan.
"Rencana pendapatan negara dari sisi pelabuhan jadi terganggu, rencana pemilik terminalnya pengembalian modal investasinya jadi terganggu. Ujung-ujungnya operasional akan terganggu, katanya.
Baca juga: UEA akan investasi pelabuhan peti kemas di Jawa Timur
Baca juga: Investasi pengembangan Pelabuhan Marunda perlu hargai kontrak awal
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: